Ngeri-ngeri sedap. Itulah rasa yang membekap saat bertualang di perbatasan Lautan Pasifik. Sambil memancing, kami menikmati untaian pulau-pulau kecil dari hamparan luas Kepulauan Halmahera, Maluku Utara, akhir Februari 2018. Berikut catatan petualangan wartawan senior yang hobi mancing Masduki Baidlowi untuk Sorogan.
Perjalanan mancing kali ini agak berbeda dari biasanya. Sebagai pehobi mancing, kami melakukan perjalanan menuju Indonesia bagian timur. Tepatnya di Kepulauan Widi, sebutan masyarakat setempat untuk kepulauan yang berada di sebelah timur Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara itu.
Dari Pulau Bacan, diperlukan 12 jam perjalanan laut menuju kepulauan yang berbatasan langsung dengan Lautan Pasifik itu. Dalam peta nasional yang biasa kita lihat di global positioning system (GPS), lokasi ini diberi nama Kepulauan Weda, bukan Widi.
Agak jauh memang. Dari Jakarta, kami berangkat delapan orang. Dua dosen dari Universitas Indonesia: Prof. Dr. Purnawan Junadidan dan Dr. Syahrizal serta sejumlah pengusaha dan profesional: Antono, Yerry, Nur Alamsyah, Nadjib Salim, Daeng Haryanto, dan saya.
Langkah awal untuk menuju Kepulauan Widi, kami mesti terbang dulu selama 3,5 jam ke Bandara Sultan Babullah, Ternate, ibu kota Provinsi Maluku Utara. Transit sejenak di Ternate, kami kemudian terbang dengan pesawat kecil sekira 35 menit menuju Bandara Oesman Sadik, Labuha, Pulau Bacan. Pulau yang kesohor karena batu akiknya ini adalah ibu kota administratif Kabupaten Halmahera Selatan.
Secara geografis, Pulau Bacan terletak di sebelah selatan Kota Ternate. Mendekat ke arah Ambon, nun di Maluku Selatan. Sementara, Kepulauan Widi berada di timur Pulau Bacan. Dengan kecepatan 7 hingga 8 knot menggunakan kapal penangkap ikan tongkol dari Pelabuhan Babang Pulau Bacan, waktu tempuh perjalanan menuju Kepulauan Widi sekira 12 jam. Atau, 4 jam menggunakan speed boat. Sepanjang 65 mil laut itu, kapal akan meliuk-liuk melewati sejumlah pulau di Halmahera dengan laut dalamnya.
Dari Kepulauan Widi, jika kita hendak melanjutkan perjalanan ke Raja Ampat, jaraknya tinggal 160 mil laut. Posisi Kepulauan Raja Ampat berada di sebelah timur-tenggara Kepulauan Widi. Dari Pelabuhan Babang inilah kami memulai petualangan memancing selama tiga malam empat hari. Kami membawa peralatan pancing cukup lengkap: troling, jiging, poping serta alat-alat untuk mancing dasar.
Spot mancing di kawasan Pulau Bacan dan Kepulauan Widi terbilang istimewa. Salah satunya karena kawasan ini belum banyak dirambah para pemancing Jakarta atau pemancing profesional dari daerah lain.
MULAI BERTUALANG
Malam pertama, kami sengaja memancing di laut sekitar Pulau Bacan. Itu karena kami mendarat di Labuha saat senja menjelang. Sesuai arahan Kapten Acun – panggilan akrab Nasrun, asal Tidore – dari Kapal Inkamina 784, kami mengambil spot di Pulau Mandioli. Kapten Acun sengaja mencari tempat di kedalaman 70 meter agar kami punya dua pilihan: mancing dasar atau teknik jiging. Malam itu kami lebih memilih memancing dengan teknik jiging.
Metal jig berbentuk ikan terbuat dari fosfor dengan berbagai variasi ukuran, kami ceburkan ke dasar laut. Metal jig tadi lalu ditarik dengan teknik tertentu, sehingga bergerak-gerak ke atas laksana ikan hidup. Metal jig yang sudah dihangatkan ke sinar violet sebelum diceburkan ke dasar laut, menjadi gemerlap di tengah dasar lautan.
Tak perlu menunggu waktu lama, reel kami langsung menderit bergantian. Artinya, pesta mancing mengangkat ikan dari dasar laut Pulau Bacan ke dek kapal pun dimulai. Reel kami terus menderit malam itu untuk mengangkat ikan kue dari berbagai jenis: kue lilin, benggali, GT dengan ukuran sedang, dan beberapa ikan lain seperti tongkol dan wakung sawo. Beberapa kali jig kami terputus dimakan ikan besar.
Entah berapa banyak ikan yang kami tarik ke atas dek kapal. Kelelahan membuat kami tak sempat menghitung. Tubuh mulai lunglai akibat mancing hingga menjelang subuh. Usai shalat, nyawa seperti melayang dibawa mimpi-mimpi memperoleh ikan besar.
Begitu bangun tidur, sekira jam 8.00 WIT, awak kapal mengabarkan ada 40-an ekor ikan dari berbagai jenis dan ukuran, hasil mancing semalaman. Sebagian dari ikan-ikan itu sudah dimasak oleh koki di dapur dan siap disantap untuk sarapan pagi yang sehat. Berikutnya, petualangan kami lanjutkan untuk memancing dengan teknik troling dan poping.
Memancing dengan teknik troling kami mulai. Kapal berjalan perlahan-lahan. Di bagian buritan, ditanam empat stick pancing besar. Masing-masing stick pancing diberi main line (senar) panjang, lengkap dengan umpan berupa kona-head (metal dan plastik warna-warni berbentuk kepala cumi seukuran panjang 30 cm) atau rapala (metal berbentuk ikan diberi sayap di bagian depan).
Umpan dilempar ke belakang. Lalu, ditarik pelan-pelan oleh kapal, dengan harapan disambar blue marlin – ikan dambaan para pemancing. Namun, troling yang kami lakukan sepanjang hari itu hasilnya nihil alias boncos.
Pantang menyerah, kami coba memancing dengan teknik poping. Inilah cara memancing yang membutuhkan power memadai serta teknik melempar umpan (metal berbentuk ikan berbagai ukuran) yang terlatih ke permukaan laut di pinggir-pinggir karang. Dengan teknik tarikan tertentu, umpan akan bergerak di atas permukaan laut seperti berselancar di tengah gelombang. Saat itulah ikan besar menyambar dari bawah permukaan.
Hari pertama, lagi-lagi kami gagal total. Teknik troling gagal, begitu pula dengan teknik poping. Kami tentu berharap-harap cemas saat memasuki hari kedua. Dalam hati terbersit tanya, akankah hari ini kami mengalami nasib serupa dengan hari kemarin: gagal mancing troling dan poping?
Perjalanan menuju Kepulauan Widi kami lanjutkan malam hari. Saat fajar merekah, kami sudah tiba di tempat tujuan utama. Aduhai, indah nian kepulauan ini. Sejumlah laguna dan pulau-pulau mungil yang berkarang membuat decak kagum kami, para pemancing.
Betapa tidak, di pulau-pulau yang tidak ada penduduk menetap ini tumbuh subur bermacam pepohonan berakar gantung dan beberapa perdu serta aneka macam burung. Di setiap laguna tersedia pintu masuk dengan airnya yang jernih kebiruan. Saat kami beristirahat, seperti ada dendang dari berbagai kicauan burung.
Di salah satu laguna, kami sengaja masuk ke dalam. Berhenti sejenak untuk melaksanakan shalat. Di sana, kami sekalian bertemu dan mengobrol dengan penduduk yang menjamu kami dengan air kelapa muda yang segar. Pohon kelapa banyak tumbuh di pinggir pantai. Lantas, saat kami melangkahkan kaki sedikit ke dalam, ada danau air tawar beserta sumur dengan airnya yang jernih. Luar biasa indah pulau ini. Tak ada penduduk menetap, karena lokasinya memang terlalu jauh dari pulau-pulau besar lainnya.
Kepulauan Widi dikelola langsung oleh Pemprov Maluku Utara, agar menjadi bagian yang integral dari destinasi wisata nasional. Oktober 2017 silam, misalnya, digelar hajatan Widi International Fishing Tournament. Pesertanya datang dari 12 negara. Antara lain, India, Prancis, Inggris, Amerika Serikat, Papua Nugini, Korea Selatan, dan Singapura.