p
ertumbuhan ekonomi melambat dalam lima tahun terakhir. Tetapi pertumbuhan industri e-commerce justru semakin pesat. “Bukan tak mungkin nantinya industri e-commerce dapat menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, seperti dikutip dari kominfo.go.id.
Terlebih, kebanyakan pelaku bisnis e-commerce di Indonesia berskala kecil dan menengah (UKM), yang terbukti paling tahan banting di saat krisis ekonomi sekalipun.
Rudiantara berharap, e-commerce dapat terus dikembangkan, dan bisa menjadi tulang pugngung perekonomian Indonesia, yang diprediksi menjadi kekuatan ekonomi baru dunia pada 2020.
Potensi industri e-commerce di Indonesia memang tidak dapat dipandang sebelah mata. Menurut data analisis Ernst & Young, pertumbuhan penjualan bisnis online di tanah air setiap tahun meningkat 40 persen. Ada sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna perangkat telepon pintar di Indonesia.
Tak hanya sekadar untuk mencari informasi dan chatting, internet terlebih lagi e-commerce sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat kota besar. Perilaku konsumtif dari puluhan juta orang kelas menengah di Indonesia menjadi alasan mengapa e-commerce di Indonesia sangat menjanjikan.
Industri ini memang tidak semata membicarakan jual beli barang dan jasa via internet. Tetapi ada industri lain yang terhubung di dalamnya. Seperti penyediaan jasa layanan antar atau logistik, provider telekomunikasi, produsen perangkat pintar, dan lain-lain.
Bisnis ini memiliki nilai bisnis yang sangat besar. Pada akhir tahun 2014 saja, nilai bisnis industri e-commerce Indonesia mencapai USD 12 miliar.
Oleh karena itu pada akhir 2014, Pemerintah Indonesia di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berkolaborasi dengan Kementerian Kominfo dan Kementerian, para pemangku kepentingan dari kalangan asosiasi dan pelaku usaha e-commerce, serta konsultan kaliber dunia Ernst & Young, yang bekerja secara pro bono dengan mengerahkan tenaga ahli multi disiplin mereka dari regional dan global, mulai bekerja untuk mengembangkan E-commerce Roadmap dan bekerja bersama-sama dalam menyiapkan ekosistem yang baik untuk mengembangkan industri e-commerce lokal.
Setelah melakukan workshop dan roadshow, terciptalah draft Indonesia E-commerce Roadmap yang saat ini dalam tahap finalisasi di tingkat kabinet.
Lalu sebenarnya apa yang menghambat potensi pertumbuhan e-commerce di Indonesia?
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, ada enam isu, yaitu pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, infrastruktur komunikasi, logistik, serta edukasi dan sumber daya manusia. Isu-isu tersebut harus dikerjakan bersama-sama dengan lembaga terkait agar menghasilkan kebijakan yang komprehensif dan tersinkronisasi.
Adapun kementerian dan lembaga-lembaga tersebut antara lain Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Koperasi dan UKM, Pos Indonesia, ASPERINDO, IdEA, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, pemerintah juga merumuskan prinsip-prinsip utama dalam mengembangkan e-commerce lewat aksi afirmatif. Lima prinsip tersebut, antara lain seluruh warga Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses serta menjadi pelaku e-commerce, seluruh warga Indonesia memiliki ilmu dan pengetahuan agar dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk perekonomian, meminimalisir hilangnya lapangan pekerjaan saat era transisi menuju perekonomian digital, implementasi perangkat hukum dan kebijakan harus mendukung keamanan e-commerce yang mencakup technology neutrality, transparansi dan konsistensi internasional, dan utamanya pelaku bisnis e-commerce lokal terutama pelaku bisnis pemula dan UKM harus mendapatkan perlindungan yang layak serta menjadi prioritas utama.
Selain memberikan stimulus kepada para pelaku bisnis e-commerce mulai dari level pemula, UKM, hingga established business, pemerintah juga harus didukung oleh masyarakat, pihak swasta, media, maupun organisasi non-profit untuk mendorong e-commerce menjadi sebuah gerakan nasional.
Indonesia harus belajar dari Tiongkok yang sudah meluncurkan Five Year Plan for the Development of e-Commerce pada 2011. Dalam waktu tiga tahun, volume transaksi bisnis e-commerce Tiongkok sudah mencapai 10,1 persen dari total penjualan ritel dengan angka mencapai USD 426.
Indonesia dapat dikatakan memiliki bekal yang ciamik untuk menjadi negara dengan industri e-commerce terkemuka di masa depan. Selain memiliki sumber daya manusia yang tak kalah bagus, pasar lokal juga menjadi potensi besar untuk mengembangkan e-commerce.
Pada akhir 2015, nilai bisnis e-commerce tanah air diprediksi sekitar USD 18 miliar. Pada 2020, volume bisnis e-commerce di Indonesia diprediksi akan mencapai USD 130 miliar dengan angka pertumbuhan per tahun sekitar 50 persen.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia ingin menempatkan Indonesia sebagai negara digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada 2020. Selain adanya E-commerce Roadmap, pemerintah menargetkan dapat menciptakan 1.000 technopreneurs baru pada tahun 2020 dengan valuasi bisnis USD 10 miliar.
Kondisinya saat ini banyak pelaku bisnis e-commerce pemula baik perdagangan online maupun start-up digital dengan ide-ide segar dan inovatif yang kurang memiliki akses atau pendanaan untuk mengembangkan bisnisnya. Untuk itu, pemerintah akan mendorong tumbuhnya technopreneurs baru, baik dengan menggandeng mentor-mentor technopreneurs terkemuka, data center, technopark, serta memberikan pendanaan. Sedangkan bagi pelaku bisnis UKM diharapkan mampu naik tingkat menjadi pelaku usaha besar, bahkan menggurita hingga internasional.
Melihat perkembangan e-commerce di Tiongkok, maka kemungkinan hal yang sama dapat terjadi di Indonesia.
Dengan pertumbuhan bisnis online yang begitu pesat, masyarakat Indonesia akan mendapatkan manfaat positif dalam perekonomian seperti pertumbuhan kesejahteraan, pertumbuhan lapangan kerja baru dan lain-lain. Dengan demikian Indonesia tidak lagi sekadar menjadi target pasar bisnis internasional, tetapi sebaliknya dapat menjadi pengusaha e-commerce yang mumpuni hingga menjangkau pasar luar negeri.
Pada 2020, revolusi bisnis online Indonesia diprediksi akan mendongkrak Pendapatan Domestik Bruto sebesar 22 persen. Melihat perkembangan e-commerce di Tiongkok, maka kemungkinan hal yang sama dapat terjadi di Indonesia begitu besar karena Indonesia dan Tiongkok memiliki karakter yang sama.
Dengan populasi yang bejibun, Indonesia dan Tiongkok menyediakan pasar yang begitu besar bagi pelaku bisnis lokal maupun internasional. Jika potensi ini bisa dimanfaatkan dengan baik, sudah pasti akan mendongkrak perekonomian nasional.