TIDAK banyak yang tahu papeda. Inilah santapan khas Papua dan Maluku, berbahan dasar sagu, biasa dinikmati dengan ikan berkuah atau ditemani ikan colo-colo bakar. Sayangnya tidak banyak restoran atau warung yang menjual makanan pengganti nasi tersebut.
Keresahan itulah dirasakan Sandra Lesmana (24), asal Papua, yang kebetulan kuliah di Yogyakarta. Pada 16 September 2014 ia nekat mendirikan Warung Papeda sederhana di kota pelajar tersebut. “Pelanggannya kebanyakan mahasiswa dari Indonesia Timur yang merindukan makanan daerah mereka. Juga, keluarga mereka jika datang ke Yogya,” ujarnya.
Bibit-bibit kewirausahaan Andra – begitu panggilannya, pun muncul. Selain promosi dari mulut ke mulut, mahasiswa Jurusan Manajemen di STIE YKPN itu juga rajin memperkenalkan warung dan makanan papedanya tentu, di Facebook dan Instagram.
Tak dinyanya, warung yang berlokasi di Sleman itu laris-manis. Pada 2016, omzetnya tercatat Rp187 juta dan pada 2017 ia sudah mencatat lima permintaan pembukaan cabang Warung Papeda yang masing-masing bernilai Rp100juta.
Tentu sangat menggembirakan, sekaligus meresahkan. Maklum, dengan modal pas-pasan, mana mungkin ia bisa berekspansi. Untunglah, ada Diplomat Success Challenge (DSC), dan dia terpilih juara pertama tahun 2017.
Alhasil, dari hibah itulah yang akan ia gunakan untuk mengembangkan bisnisnya. “Saya sangat menghargai komitmen PT Wismilak Inti Makmur Tbk. membantu kewirausahaan di Indonesia. Saya bisa memasyarakatkan papeda secara lebih luas,” katanya.