Menangkal peredaran ujaran kebencian dan disinformasi, sangatlah mendesak. Hal ini menjadi bahan diskusi yang berkelanjutan dan terus berkembang di Eropa dan di seluruh dunia.
Delegasi Uni Eropa (UE) untuk Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyelenggarakan seminar bersama, bertema “Addressing Hate Speech and Disinformation with a Rights-Based Approach” di Jakarta, 17-18 Oktober 2018.
Meluasnya ujaran kebencian dan disinformasi, utamanya di platform online melalui media sosial dan layanan pesan, telah menjadi tantangan besar termasuk di Indonesia dan di Eropa. Dorongan bagi perilaku marah dan kekerasan, kasar dan mempermalukan, serta tersebar luasnya diseminasi hoax atau bentuk-bentuk disinformasi lainnya, meningkat secara signifikan di beberapa tahun terakhir.
Tujuan dari seminar ini adalah untuk memfasilitasi diskusi mendalam di mana hukum, peraturan dan praktik profesional menjadi instrumen yang dipandang sangat tepat dalam upaya menangkal ujaran kebencian dan disinformasi.
Namun di saat bersamaan dapat tetap menjaga penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Seminar ini mempertemukan pejabat pemerintah, para pakar, kelompok masyarakat sipil, wartawan dan sektor swasta dari Indonesia dan UE, untuk dapat bertukar pengetahuan dan keahlian.
Seminar ini juga berfungsi sebagai platform kolaborasi untuk mendiskusikan solusi paling tepat dalam memitigasi konsekuensi negatif dari ujaran kebencian dan disinformasi.
Duta Besar UE, Vincent Guérend dan Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian Alphyanto Ruddyard membuka seminar ini.
Penyelenggaraan seminar ini disepakati dalam sesi ke-7 dari Dialog Hak Asasi Manusia antara Indonesia dan Uni Eropa (7th session of the Indonesia European Union Human Rights Dialogue) pada 1 Februari 2018 lalu.
Dialog ini diselenggarakan setiap tahun dalam kerangka kerja Perjanjian Kemitraan dan Kerjasama antara Indonesia dan UE, di mana penghormatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan dasar-dasar hak asasi manusia diabadikan.
“…Facebook, Google, Microsoft, Twitter dan UE menandatangani kode etik dalam merespon ujaran kebencian, dan menyusun panduan komunitas yang melarang promosi bagi tindak kekerasan dan kebencian.”
UE memiliki seperangkat peraturan dan prinsip yang komprehensif dan aplikatif, yang mengatur kegiatan komunikasi dan konten informasi – baik online maupun offline.
Di samping itu, UE telah bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan media sosial untuk menangkal ujaran kebencian. Pada Mei 2016, Facebook, Google, Microsoft, Twitter dan UE menandatangani Kode Etik dalam Merespon Ujaran Kebencian Ilegal Online (Code of Conduct on Countering Illegal Hate Speech Online), serta menyusun panduan komunitas yang melarang promosi atau dorongan bagi tindak kekerasan dan kebencian.
Pada Januari 2018, Komisi Eropa membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari pakar tingkat tinggi (high-level group of experts), untuk dapat memberi masukan terhadap berbagai inisiatif kebijakan dalam menangkal berita bohong dan disinformasi yang disebarluaskan secara online. Kelompok ini merekomendasikan pendekatan multi-dimensi berdasarkan sejumlah respon yang saling terkait dan saling memperkuat.