Jumat, November 15, 2024

Mungkinkah startup Asia masuk pasar Eropa?

Must read

Silicon Valley adalah impian para startup (wirausaha). Pusat global untuk kejayaan startup, dikenal sebagai rumah bagi raksasa teknologi seperti Apple, Facebook, Google, dan banyak lagi. Tidak mau kalah dengan AS, Asia juga memiliki ‘Silicon Valley’. Misalnya pusat startup di Singapura, Pangyo Valley di Korea Selatan, dan Zhongguancun di Cina yang semuanya mengklaim diri sebagai Sillicon Valley dari daerah masing-masing.

Silicon Valley merupakan kumpulan dari perusahaan yang berpenghasilan luar biasa. Pada musim panas 2017, Valley memiliki 128 unicorn; angka yang memecahkan rekor yang mendorong fantasi pendiri startup bermimpi menjadi Jeff Bezos berikutnya jika mereka bisa mendirikan toko di pusat teknologi global.

Tetapi tingginya jumlah juara di Silicon Valley berdampak ketatnya persaingan bagi mereka yang ingin mempunyai startup sendiri. “Perusahaan-perusahaan teknologi yang berlomba-lomba menonjolkan daya tariknya biasanya harus menaikkan (valuasi perusahaan) puluhan bahkan ratusan juta dolar untuk meningkatkan diri mereka di atas rata-rata,” tulis mantan pengusaha Silicon Valley dan mantan pengusaha Mark Bivens pada 2014 untuk Tech in Asia.

Dengan demikian, startup yang mencari peluang mungkin ingin menengok Eropa sebagai gantinya.

Eropa di Panggung Dunia

Terdiri dari 50 negara yang berdaulat, Eropa adalah salah satu daerah berkembang terbesar di dunia.

Hal ini tampak dari bagaimana modal usaha telah menyebar dengan cepat di seluruh wilayah. Tahun 2015, aktivitas modal usaha Eropa berada di ranking tiga tertinggi berdasarkan kesepakatan dagang dan nilai seluruh dunia dengan total dana tercatat US$14,4 miliar, berikutnya disusul US$72.3 miliar di AS dan US$49,2 miliar di Cina, menurut penelitian Ernst & Young.

Tingkat pendanaan yang tercatat ini, ditambah dengan meningkatnya valuasi, membuat pusat startup Eropa “semakin kompetitif dengan Silicon Valley,” menurut direktur utama Entrepreneur First Singapore, Alex Crompton. Dia mengatur operasi perusahaan modal ventura disana pada tahun 2016.

Selain dukungan modal usaha, startup di Eropa juga mendapatkan bantuan dari pemerintah dan lembaga di wilayah tersebut. Uni Eropa (UE), misalnya, menawarkan berbagai subsidi dan insentif pajak untuk modal ventura dan angel investor untuk memfasilitasi investasi.

“… Berlin dan Paris tampil sebagai kota yang terbanyak memiliki talenta/bakat di bidang teknologi.”

Organisasi pendidikan internasional seperti CIEE (Council on International Educational Exchange) juga menawarkan kursus-kursus berbasis Eropa melalui program laboratorium wirausahanya, yaitu eLab Emerge dan eLab Advance

Kursus tersebut dirancang bagi mereka yang ingin mempelajari keterampilan yang diperlukan untuk meluncurkan startup miliknya sendiri dan bagi para pendiri yang mencari skala bisnis mereka untuk belajar bagaimana startupnya dapat tumbuh dan berkembang. Para siswa diberi kesempatan untuk menjalin pertemanan dengan para pendiri startup yang sukses dan anggota dewan penasehat, seraya juga mempelajari tentang aturan dan regulasi pasar Eropa serta cara mengumpulkan dana. 

Dukungan yang terus meningkat ini menjadikan Eropa bukan hanya lingkungan yang kondusif bagi pengusaha lokal, tetapi juga membuat kawasan ini diinginkan oleh perusahaan-perusahaan startup Asia yang ingin memperluas cakrawala mereka.

Terbuka bagi Bisnis Asia

Perusahaan-perusahaan startup Asia memusatkan perhatian pada Eropa yang saat bersamaan juga berharap dapat memperoleh orang-orang berbakat dari kolam talenta itu (Asia).

“Di benua Eropa, Berlin dan Paris tampil sebagai kota yang terbanyak memiliki talenta/bakat di bidang teknologi,” kata Crompton. Ada peluang bagi startup Asia untuk menangkap “bakat teknologi yang sangat dicari di domain tertentu dengan lebih murah, atau memanfaatkan perbedaan dalam kualitas bakat dalam domain tertentu.” Misalnya, Singapura adalah sumber bakat bidang komunikasi, sedangkan Eropa mungkin memiliki bakat yang lebih baik dalam kecerdasan buatan (AI).

Perusahaan startup Asia yang berfokus pada usaha produksi, khususnya, memiliki kesempatan untuk memperluas jangkauan mereka di pasar global dengan memasuki Eropa lebih dulu.

“Untuk produsen atau perusahaan B2B, ada banyak pelanggan besar dan jetset di Eropa yang mungkin juga memiliki basis Asia,” jelas Crompton. “Hal ini dapat berlanjut pada kisah-kisah sukses internasional dan peluncuran besar, tetapi sulit untuk ditentukan arahnya.”

Namun, tunggu dulu. Pendiri startup yang bersemangat mau mengadu nasib ke Barat harus siap melakukan kesalahan, karena baik keuntungannya maupun tantangannya sama-sama menarik!

Perjalanan yang Sulit ke Barat

Terlepas dari aspirasi Uni Eropa untuk menjadi pasar tunggal terbesar di dunia, kawasan Eropa terdiri dari beberapa negara dengan budaya, bahasa, dan peraturan yang sangat berbeda. Tidak mudah ‘berselancar’ di sekitar elemen-elemen ini – tantangan yang mungkin akrab bagi pendiri startup Asia.

“Pusat-pusat pasar lokal dan penskalaan di seluruh basis konsumen Eropa dapat menjadi tantangan bagi perusahaan B2C,” urai Crompton. “Eropa menantang karena alasan yang sama bahwa Asia menantang – yaitu sekelompok negara yang membutuhkan lokalisasi (pasar) yang signifikan.”

Crompton mencatat bahwa perusahaan yang fokus pada B2B sudah berhasil melakukan hal tersebut. “Kami melihat banyak pertumbuhan di perusahaan B2B yang dipimpin teknologi dalam portofolio kami karena pelanggan mereka cenderung terkonsentrasi di beberapa hub komersial . “

Kendala lain yang mungkin dihadapi oleh startup Asia adalah bahwa investor Eropa mencari karakteristik yang sama dalam startup yang dilakukan oleh investor Asia, sementara itu mereka mungkin kurang berinvestasi di perusahaan asing yang tidak memiliki rencana untuk pindah ke Eropa.

Crompton menunjukkan bahwa akan sulit bagi mereka untuk memiliki pengawasan yang baik terhadap perusahaan atau melihat alasan kuat mengapa mereka menjadi investor yang baik untuk sebuah perusahaan. “Seringkali, dana Eropa tidak dapat ditanamkan di perusahaan Asia yang tidak memiliki basis Eropa karena kewajiban kepada investor sudah ditetapkan dalam strategi dana awal.

Namun, startup Asia yang cukup beruntung untuk mendapatkan keuntungan dari investor Eropa akan mendapat manfaat dari fokus mereka untuk menghasilkan pendapatan dan membangun perusahaan yang dapat diukur dan menguntungkan.

“Investor modal ventura tahap awal Eropa akan sedikit lebih panjang usia, toleran terhadap risiko, dan kurang sensitif terhadap penilaian dibandingkan dengan investor Asia,” kata Crompton.

Ini berarti bahwa startup yang bermitra dengan investor Eropa cenderung tidak menghamburkan uang untuk kepentingannya sendiri, memastikan hubungan kemitraan tersebut tetap ditujukan menjaga kepentingan terbaik semua pihak.

Nathaniel Fetalvero – Tech in Asia

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article