- Adopsi teknologi memberikan kontribusi kepada China untuk mendapatkan tempat tertinggi dalam indeks lokasi manufaktur.
- Beberapa lokasi yang sebelumnya berbiaya rendah seperti China dan India, nilai produksinya bergerak naik karena adopsi teknologi yang didukung oleh pemerintah.
- Kekhawatiran akan perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, digabung dengan ketersediaan tenaga kerja ahli, membuat AS tetap berada di urutan atas ketika indeks menitikberatkan kepada minimalisasi risiko geopolitik.
- Lokasi dengan biaya yang kompetitif di Asia Tenggara masih menarik untuk manufaktur padat karya.
- Garis produksi Eropa dan arus bebas barang berpotensi terancam karena ‘Brexit no-deal’.
Perusahaan jasa realestat terkemuka dunia Cushman & Wakefield telah meluncurkan hasil riset tentang 48 tempat yang paling cocok bagi para pemain manufaktur global untuk merelokasi tempat beroperasi mereka di Eropa-Timur Tengah-Afrika, benua Amerika dan Asia Pasifik. Walaupun kebutuhan setiap manufaktur berbeda, China unggul dikarenakan peran pemerintahnya dalam berinvestasi di adopsi teknologi, sementara itu Amerika Serikat menjadi menarik bagi mereka yang ingin meminimalisasi resiko politik dan ekonomi.
Indeks risiko manufaktur yang dikeluarkan oleh Cushman & Wakefield memberikan penilaian dari 20 variabel yang pada akhirnya dititikberatkan menjadi tiga bagian peringkat yaitu kondisi, biaya dan risiko. Data dari indeks ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang terpercaya termasuk diantaranya Bank Dunia, UNCTAD, dan Oxford Economics.
Laporan ini mengungkapkan bahwa China adalah negara yang unggul jika dilihat dari skenario baseline, di mana negara tersebut memberikan tingkat kepentingan yang seimbang antara kondisi operasi dan daya saing biaya. Hal ini disusul oleh AS di peringkat kedua, diikuti oleh India, Kanada, dan Republik Ceko.
Republik Ceko adalah negara Eropa dengan peringkat tertinggi, dengan Polandia, Lituania, dan Hungaria yang juga menempati tempat atas.
Ketika data ini dilihat dari sisi skenario biaya – yang memberikan nilai lebih tinggi bagi negara-negara dengan biaya operasi, termasuk upah buruh, yang lebih rendah, China tetap berada pada peringkat teratas, dengan negara-negara Asia lainnya mendominasi 10 peringkat teratas. Hanya Lituania dan Romania yang berada di peringkat ke-7 dan ke-8, yang tidak berada di kawasan Asia.
Bagian ketiga yaitu skenario risiko, memperhitungkan risiko geopolitik yang meningkat dengan memilih negara-negara dengan tingkat ancaman ekonomi dan politik yang lebih rendah. Amerika utara memimimpin dengan AS dan Kanada berada di urutan pertama dan kedua, sementara China tergelincir ke peringkat keempat. Negara-negara di Eropa menyumbang lebih dari setengah dari 10 besar, dipimpin oleh Republik Ceko, yang berada di posisi ketiga dalam indeks, dengan Jerman, Denmark, Finlandia, Austria dan Inggris Bersama-sama dalam peringkat 10 besar.
Penulis laporan Lisa Graham, Cushman & Wakefield’s EMEA Head of Logistics and Industrial Research & Insight, mengatakan bahwa baftar peringkat ini memberikan wawasan kritis ke dalam lanskap manufaktur yang berkembang pesat dan faktor-faktor pengambilan keputusan di balik lokasi. Manufaktur global telah memasuki era baru, dengan ditandai oleh meningkatnya pengaruh teknologi dalam menangani produktivitas, kekurangan tenaga kerja dan keselamatan dalam produksi dan logistik.
“Kami melihat lokasi-lokasi yang sebelumnya berbiaya rendah seperti China dan India bergerak naik melalui rantai produksi nilai melalui dukungan adopsi teknologi yang didukung oleh negara mereka. Itulah sebabnya negara-negara Asia sangat menonjol dalam peringkat kami. Masih ada kekhawatiran tentang masalah kekayaan intelektual di wilayah ini yang berarti, bahwa meskipun memiliki biaya lebih tinggi, negara-negara di Amerika Utara dan Eropa akan terus berkembang sebagai basis manufaktur.”
Asia Pasifik mendominasi lima lokasi teratas secara global di bawah skenario biaya, dengan pasar Asia yang baru muncul seperti Malaysia, Vietnam, dan Indonesia menawarkan alternatif dengan biaya yang bersaing. Di bawah skenario risiko geopolitik, Singapura, Jepang, dan Australia menawarkan alternatif di 20 lokasi global teratas.
Dr. Dominic Brown, Head of Research for Asia Pacific menjelaskan, “Lokasi berbiaya rendah di Asia Pasifik masih menarik untuk manufaktur padat karya dan akan terus dicari mengingat daya saing biayanya. Kami melihat China memainkan strategi manufaktur ini, di mana hal ini membantu mendorong pertumbuhan sektor industri di Asia Tenggara.”
“Pasar yang sudah maju dengan kerangka peraturan yang kuat seperti Australia, Singapura dan Jepang menawarkan tingkat perlindungan yang wajar dari risiko geopolitik dan kehilangan kekayaan intelektual kepada berbagai perusahaan.”
Rob Hall, Cushman & Wakefield’s Chair of EMEA Logistics & Industrial, menambahkan, “Kami melihat unsur proteksionisme dan nasionalisme yang menempatkan rantai pasokan global dan regional dalam bahaya. Di Eropa, hasil dari negosiasi Brexit yang sedang berlangsung akan meredefinisikan garis produksi regional serta membentuk kembali aliran barang domestik dan internasional.”
“Negara-negara yang berinvestasi dalam platform yang memfasilitasi aliran masuk dan keluar dari jalur produksi akan berhasil. Koneksi rantai pasokan China yang mulus telah menghasilkan investasi yang cukup besar dalam infrastruktur dan transportasi multi-modal, termasuk proyek jalan kereta Jalur Sutra Baru dan proyek kelautan, di samping insentif. Faktor-faktor ini mengimbangi kekhawatiran tentang kekayaan intelektual.”
David Cheadle, Managing Director, Cushman & Wakefield Indonesia mengatakan, “Indonesia tetap menarik bagi pemain manufaktur asing, bukan hanya karena biaya tenaga kerja relatif rendah, tetapi juga karena ukuran pasar tenaga kerja itu sendiri, sebagai negara dengan populasi sebanyak 265 juta orang. Pasar konsumen yang sangat besar ini juga berkontribusi untuk menjadikan Indonesia menarik bagi pemain manufaktur asing.”