Jumat, November 15, 2024

Pidato kematian untuk presiden

Must read

Michael Gerber bisa disebut orang yang istimewa. Lebih dari 30 tahun terakhir dia telah membantu puluhan ribu perusahaan, utamanya kecil menengah, di banyak negara. Hal yang membuatnya unik, sebelum program pembenahan bisnis dimulai, para business owner/leader biasanya akan diminta menjawab dengan genah pertanyaan ini, “Pidato kematian seperti apa yang Anda inginkan dibaca orang di depan peti jenazah Anda kelak?” (Michael Gerber: E-Myth Revisited).

Pesan yang disampaikan Michael Gerber adalah, apa tujuan utama hidup kita, apa sesungguhnya niat membangun bisnis, atau jadi direktur perusahaan? Dalam konteks hidup bermasyarakat dan bernegara, pertanyaan tersebut bisa berbunyi: Apa niat dan tujuan seseorang jadi Ketua RT, Ketua RW, mentri, sampai ingin jadi Presiden? Kalau jadi Presiden, apa pidato kematian yang Anda inginkan nanti?

Apakah hasil upaya-upaya kita bakal membuahkan legacy yang bernilai tinggi, memberikan manfaat bagi banyak orang, atau sekedar membangun mesin pengumpul uang dan memenuhi hasrat kepemilikan benda-benda, serta menimbulkan kerusakan dan perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat?

Apakah jabatan dan pengaruh seseorang yang mengaku tokoh publik dipakai untuk kebaikan atau dimanfaatkannya menekan aparat-aparat birokrasi level bawah demi memuaskan nafsu destruktif anggota keluarganya?

Anda tentu punya peluang memilih. Sebagaimana kita semua punya kesempatan menentukan langkah dan cara hidup masing-masing setiap terjadi tarik-menarik antara “takdir” dan “pilihan”.

Dr. Marshall Goldsmith, the world’s #1 Executive Coach, mengingatkan, “Fate is the hand of cards that we have been dealt. Choice is how we play the hand.

Dilema semacam itu juga dihadapi Arjuna, sebagaimana diceritakan dalam Bhagavat Gita. Arjuna dan saudara-saudaranya sudah berupaya dengan segala cara untuk mencegah perang, namun kenyataannya perang juga. Saat pertama melihat medan pertempuran itu, Arjuna lemas karena di pihak yang dia perangi ada saudara-saudaranya, teman, dan gurunya.

Setelah Krishna meyakinkan Arjuna untuk memahami keadaan di depan mata dari perspektik spiritual dan Waktu – wilayah berputarnya proses kreatif dan penghancuran – Arjuna menarik busur dan bertindak. Menurut Krishna, dalam proses tersebut Arjuna hanya melaksanakan dharma, sebagai “alat” untuk melayani kehendak Pemilik Alam Semesta.

Prestasi, jabatan mentereng, dan keberhasilan lainnya, juga dapat menyebabkan seseorang terperangkap success delusion.

Ketegasan menentukan langkah terbaik dalam tugas juga merupakan tantangan hidup banyak orang sampai hari ini. Di lingkungan bisnis, nonprofit, organisasi kemasyarakatan, serta di pemerintahan (dari level desa sampai nasional).

Perjalanan hidup setiap orang berbeda-beda

Umumnya orang menganggap jabatan sebagai amanah, lahan menanam kemuliaan. Sebagian manusia memanfaatkan pangkat, jabatan, dan prestasi akademis sebagai simbol status, mereka gunakan secara tidak pantas untuk untuk menekan orang-orang yang jabatannya lebih rendah demi melayani nafsu pribadi anggota keluarga.

Setinggi apa pun jabatan seseorang, atau di level mana pun prestasi serta gelar akademisnya, sukses sehebat apa pun sebagai eksekutif di perusahaan, semua itu sesungguhnya merupakan ilusi, stasiun sementara.

Photo by Jonathan Cooper on Unsplash

Prestasi, jabatan mentereng, dan keberhasilan lainnya (seperti bottom line usaha yang hebat), juga dapat menyebabkan seseorang terperangkap success delusion.

Delusi merupakan gejala “ketidakstabilan mental” (mental disorder). Seseorang meyakini berperan besar atas sukses organisasi, namun faktanya bertentangan dengan persepsi umum atau menurut kaidah yang rasional.

Success delusion, yang menjangkiti banyak orang sukses, menjadi liability ketika seseorang harus mengubah perilaku kepemimpinanya. Karena sudah mencapai jabatan, pangkat, pengaruh, dan posisi sekarang, orang tersebut yakin merasa tidak harus memperbaiki diri lagi, menolak fakta, apalagi saran dan kritik. Pihak lain yang mengajaknya berubah agar jadi lebih baik, dianggapnya sebagai orang bingung.

Manusia yang terperangkap dalam success delusion bisa jadi telah kehilangan pertanyaan mendasar untuk diri sendiri, “Pidato kematian seperti apa yang ingin dibacakan orang kelak di depan jasad ?”

Rasanya organisasi akan beroperasi dengan lebih baik dan kehidupan bersama menjadi lebih indah jika setiap dari kita selalu menghidupkan pertanyaan mendasar tersebut. Apalagi untuk seorang Presiden, yang perilaku kepemimpinannya ber-impact bagi puluhan sampai ratusan juta orang – di RRT bahkan berdampak bagi satu milyar manusia lebih.

Dalam praktik pengembangan kepemimpinan Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC), kami mengimplementasikan tiga kebajikan (virtues): courage (berani keluar dari kenyamaman atau ilusi jabatan, berani menerima masukan dari stakeholder, merambah wilayah baru dalam pengembaraan batin); humility (pemimpin perlu megimbangi keberanian dengan kerendahan hati, tidak membiarkan ego menghalangi perubahan); discipline (implementasi action planfollow up, meningkatkan efektivitas kepemimpinan).

Tiga kebajikan tersebut, jika konsisten kita lakukan, membantu kita menjadi pribadi-pribadi lebih efektif. Bahkan bisa pula membersihkan racun kemunafikan (dengan melibatkan stakeholders dalam prosesnya) dan membantu kita ingat kematian.

Kalau menginginkan pidato yang indah di depan jenasah kita, hal penting yang mesti kita lakukan adalah menjalani proses perbaikan berkesinambungan atas perilaku kepemimpinan kita. Ibarat membangun jembatan yang terstruktur untuk menuju gerbang Waktu Abadi.

Mohamad Cholid adalah Head Coach di Next Stage Coaching

  • Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching
  • Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment
  • Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article