Wahabi, Khilafah, Islam radikal di sekolah dan kampus, ancam NKRI
Saya harus caper ke Jokowi. Kenapa? Karena aku ngeri. Menakutkan. Itu wajah sekolah dan kampus negeri di Indonesia. Intoleransi, anti keberagaman, anti pluralisme telah merasuk. Penyebabnya adalah mewabahnya Wahabi, Khilafah, dan Islam radikal di lingkungan pendidikan. Perilaku khilafah yang nyata dijadikan rujukan anak sekolah dan mahasiswa. Serem.
Surat yang beredar tentang Universitas Indonesia (UI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai pusat kegiatan Islam radikal bukan isapan jempol. Gerakan bersih-bersih – untuk menguatkan Islam radikal – ala Islam radikal berlangsung. Caranya? Mereka menguasai seluruh alat kelengkapan akademis dan kegiatan di kampus. Rektor, Dekan, Senat Universitas, Senat Mahasiswa, Unit kegiatan, masjid dan unit bisnis mereka kuasai.
Sebelumnya di tingkatan pendidikan dasar dan menengah juga dilakukan penguasaan secara taktis. Di PAUD, SD, SMP, radikalisme dibangun lewat guru. Lembaga pendidikan berkedok IT, seperti SDIT, hampir dapat dipastikan dimiliki oleh PKS dan HTI. Di SMA mulai dengan kegiatan yang disebut Rohis dan OSIS. Di kampus mereka lebih radikal lagi. Siklus sejak PAUD sampai perguruan tinggi menggurita.
Wajah sekolah dan kampus negeri di Indonesia penuh rasa intoleransi. Gerakan Wahabi, khilafah, dan ajaran Islam radikal di Sekolah dan Kampus telah memicu intoleransi. Gerakan yang sudah 30 tahun lebih bergerak itu kini tengah memanen hasilnya. Intoleransi, anti Pancasila, anti kemapanan, anti pemerintahan muncul di masyarakat. Negara dalam bahaya. Eksistensi NKRI terancam.
(PKS adalah salah satu wujud panen konservatisme agama yang formal dan legal – yang mirip Partai AKP di Turki. Ideologi mereka pun sama: Ikhwanul Muslimin. Yang di Mesir dan banyak negara Teluk, IM adalah organisasi teroris. FPI potret pembiaran ormas gerakan Islam radikal di masyarakat, pemicu kisruh atas nama agama.)
Wahabisme dan gerakan khilafah bersatu dengan Ikhwanul Muslimin di Indonesia. Ini fenomenal. Padahal ketiga gerakan Islam radikal itu memiliki perbedaan ideologi perjuangan. Namun, karena terdesak di Timur Tengah, dan berbagai belahan Bumi, mereka merapatkan barisan. Itu salah satu sebab PKS tetap mendapatkan dukungan suara di Pemilu 2019.
Kondisi di luar kampus dan lembaga pendidikan ini makin rusak lagi. Sebagian kecil (20% menurut survei) karyawan BUMN, ASN telah terpapar paham radikal. Ideologi khilafah. Buktinya di masjid-masjid BUMN beredar khotbah-khotbah ajaran khilafah oleh ustad eks HTI. Banyak pula ASN yang terang-terangan menentang Pancasila. Pengikut khilafah. Salah satunya yang fenomenal ya Adyaksa Dault.
Panen radikalisme ini menjadi tantangan Presiden Jokowi. Jika ingin Indonesia tidak hancur berkeping seperti Syria, rakyat sudah mendukung dengan tidak memilih Prabowo, maka Jokowi harus membenahi pendidikan sejak PAUD sampai perguruan tinggi. Caranya?
Jokowi akan mengintegrasikan seluruh kekuatan dan sumber daya untuk melawan ancaman ambruknya Indonesia oleh gerakan anti NKRI, anti Pancasila, pro Khilafah dan ISIS. TNI/Polri harus dikuatkan dan dibersihkan dari unsur non Merah-Putih. Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek harus dibongkar agar memiliki kuku merangsek kampus seperti UI dan IPB. Pembersihan dari rektor sampai unsur lainnya.
Jokowi juga akan membuat kurikulum dasar untuk mengajarkan Kebangsaan, Nasionalisme, dan Kecintaan terhadap tanah air. Anak-anak Indonesia harus lebih mencintai bangsa dan budaya Indonesia dibanding dengan budaya Arab. Mahasiswa Indonesia harus bangga mengerek bendera Merah Putih. Bukan mengerek bendera Khilafah.
Karyawan BUMN dan ASN harus bangga melayani rakyat. Bukan menghisap gaji, pajak, korupsi untuk gerakan khilafah. KPK dan lembaga-lembaga negara harus bebas dari kepentingan gerakan khilafah.
Waktu 5 tahun adalah pendek bagi Jokowi. Jangan sampai waktu Jokowi habis untuk seremonial kekuasaan. Deal-deal dan menghabiskan waktu kisruh melayani kepentingan parpol. Jokowi harus segera bekerja untuk menunaikan janjinya: mempertahankan keutuhan NKRI dari kejatuhan ke tangah khilafah. Salah satunya lewat pendidikan. Dan, rakyat telah memilih dan mendukung Jokowi.