Sejak disetujui secara resmi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Pelabuhan Tanjung Priok – dalam hal ini Jakarta International Container Terminal (JICT) melayani proses transhipment (alih muat) internasional sejak bulan Februari 2019. Saat ini baru JICT yang tercatat sebagai pelabuhan petikemas pertama di Indonesia, yang dapat melakukan kegiatan transhipment kargo internasional. Dengan diperolehnya penetapan dari otoritas terkait, maka semua kapal dari luar negeri yang akan melakukan transhipment ke pelabuhan tujuan internasional, dapat melakukannya melalui JICT. Begitu pula perpindahan barang antar terminal petikemas juga dapat dilakukan melalui JICT.
Karena itu melihat kondisi yang ada saat ini, pembangunan berbagai pelabuhan baru (modern) dengan laut dalam, sudah banyak yang selesai, termasuk juga kerjasama internasional dengan sejumlah operator asing yang besar juga sudah dilakukan.
“Volume perdagangan Indonesia juga sudah meningkat, sehingga inisitif dari JICT ini perlu juga diikuti oleh pelabuhan-pelabuhan lainnya di Indonesia,” ungkap Guru Besar Fakultas FEB Universitas Indonesia, Rhenald Kasali di Jakarta (9/5).
Data Kementerian Perdagangan memaparkan total volume perdagangan Indonesia (total ekspor dan impor) selama periode tahun 2014 – 2018 yang cenderung meningkat dengan tren 1,89%.
Lebih lanjut menurut Rhenald, yang juga penulis buku Change!, sejumlah pelabuhan di Indonesia yang berpotensi dijadikan juga sebagai pelabuhan yang dapat melakukan kegiatan transhipment, internasional antara lain, Pelabuhan Kuala Tanjung di Batubara – Sumatera Utara yang pembangunannya sudah tuntas semua, demikian juga dengan Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara yang kini menjadi pelabuhan modern.
“Sejumlah pelabuhan lain yang sudah dibangun secara modern yakni Teluk Lamong di Surabaya – Gresik, juga berpotensi untuk menjadi pelabuhan yang dapat melakukan kegiatan transhipment internasional. Di luar Jawa, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV di Makassar dan juga Pelabuhan Bitung, kini sudah mengelola pelabuhan secara modern, sehingga sudah siap apabila pemerintah menunjuknya sebagai salah satu pelabuhan, untuk mengelola kegiatan transhipment internasional.
Nantinya dalam beberapa tahun ke depan, Pelabuhan Sorong juga dharapkan mampu melakukan hal serupa, mengingat lokasinya yang dapat menerima masuknya kapal-kapal asing dari Australia dan Papua Nugini.
Pria kelahiran tahun 1960 ini juga mengatakan,”Selama ini kita melihat Singapura memiliki kayu, vanila, yang semuanya berasal dari Indonesia. Singapura juga secara aktif melakukan aktivitas perdagangannya dengan negara lain. Bahkan aktivitas perdagangannya juga berlangsung dengan kuat.
Jadi dengan penetapan ketentuan Bea Cukai mengenai pelayanan proses transhipment internasional, menjadi kabar yang menggembirakan, mengingat sudah lama Indonesia memerlukan cara melakukan proses bisnis yang belum diketahui oleh banyak orang. Jadi cara-cara pengembangan baru perlu secara kontinu dikembangkan oleh para operator pelabuhan, sehingga masyarakat umum dapat memahami secara lebih komprehensif,” jelasnya.
Kendati demikian, Rhenald tidak menampik terjadinya kebocoran ataupun insiden terjadinya penyelundupan, kendati sistem pengawasan di sejumlah pelabuhan kini sudah dilengkapi secara modern dan ditingkatkan pengawasannya melalui pemasangan kamera CCTV, ataupun sistem pemantauan secara berkala, serta teknologi pembayaran yang lebih mudah dan efisien.
“Dengan berlakunya sistem baru yang juga modern, saya tidak yakin 100% efektif mengatasi sejumlah permasalahan klasik seperti penyelundupan. Kendati demikian, perlu dipahami bahwa program seperti transhipment internasional ini berdampak positif dalam hal membawa devisa yang lebih besar ke dalam negeri. Selain itu peningkatan peranan menjadi pelabuhan petikemas yang dapat melakukan kegiatan transhipment internasional, berpotensi menjadikannya sebagai pelabuhan sektor yang mampu mendongkrak daya saing dan perekonomian nasional, seperti yang tercantum di dalam Global Competitiveness Report,” jelasnya.