Sabtu, Desember 7, 2024

Rancangan Ibukota RI

Must read

Rencana Ibukota RI tahun 2020 sudah mulai dikerjakan. Tata ruang kota dirancang sebagai garde city atau green city. Di kota ini ada expat kawasan wilayah, dengan total luas 80.000 hektar. Satu, zona pusat pemerintahan. Dua, zona ibu kota negara. Ketiga, zona IKN yang menjadi lokasi konservasi. Keempat, zona tempat tinggal dan pusat sarana publik.

Kota ini juga dilengkapi dengan IT system sehingga layak disebut dengan smart city. Setiap rumah terhubung dengan security sytem aparat kepolisian. Tidak ada ruang publik yang tidak terjangkau CCTV. Sehingga kecil apapun gangguan dapat segera diantisipasi. Begitupula penggunaan listrik dan air di kelola menggunakan IT system. Sehingga efisiensi nya sangat tinggi.

Tata letak antar zona dibuat sedemikian rupa sehingga kesan sebagai green city tetap terjaga. Hubungan antara zona dirancang yang memungkinkan koneksi antar zona terjadi secara harmoni. Sehingga kota nampak beautiful dan friendly terhadap komunitasnya yang diperkirakan berjumlah 1,5 juta orang.

Pasti tidak akan ada banjir karena sistem drainase dirancang lebih dulu sebelum bangunan didirikan. Tidak akan ada kemacetan. Karena traffic kota dirancang secara IT, yang bebas macet dengan dukungan infrastruktur baik jalan raya maupun LRT yang membelah kota. Sehingga darimanapun orang bepergian, akan cepat sampai ditujuan.

Tidak akan ada rumah kumuh sebagai sumber penyakit sosial. Di kota inilah akan akan berdiri istana Presiden RI berserta semua kantor kementerian, termasuk lembaga tinggi negara.

Gambar oleh Joseph Samson dari Pixabay 

Rencana pemerintah untuk membangun ibukota baru ini disikapi dengan begitu antusias oleh anggota REI. Mengapa ?

Beberapa anggota REI sepeti Ciputra, Agung Podomoro (PIK dan Pluit), Sinar Mas Grup (BSD), Gunung Sewu Group (Alam Sutra), Lippo, Bakrie, dan lain lain sudah berpengalaman membangun kota baru. Mereka kaya raya sebagai developer kota baru. Mengapa mereka antusias?

Karena dari total Rp446 triliun anggaran membangun ibukota itu, hanya sebesar Rp30 triliun berasal dari APBN. Itupun dibayar selama lima tahun.

Dana ini untuk membangun infrastruktur dasar seperti bandara, pembangkit listrik, backbone IT dan telekomunikasi, water supply (PDAM). Sisanya berasal dari swasta dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan skema Kerjasama Pemanfaatan (KSP). Bagaimana swasta tertarik?

Pemerintah menyediakan payung hukum yang jelas atas lahan dan skema KPBU maupun KSP. Tidak ada Pilkada di kota ini untuk mengganti kepala daerah. Karena kota dipimpin oleh Badan Otorita yang langsung di bawah presiden. Dan pemimpinnya adalah orang profesional bukan partisan.

Pemerintah menyediakan captive market kepada swasta dimana skema KPBU diterapkan untuk membangun Rumah Dinas PNS dan TNI/POLRI untuk 200.000 unit rumah. Pembiayaan ini akan mencapai Rp340,6 triliun.

Sementara, melalui skema KSP akan diterapkan untuk pembangunan perguruan tinggi, fasilitas kesehatan mal, pusat komersial, office tower untuk perusahaan swasta, yang nilainya mencapai Rp95 triliun.

Dari skema ini pemerintah akan menerima pendapatan negara bukan pajak (PNBP) puluhan triliun. Jadi praktis kalau dipotong biaya APBN Rp30 triliun, ya pemerintah untung. Smart kan? Itulah Jokowi.

Photo by 贝莉儿 NG on Unsplash

Sebagai negara dengan populasi di atas 250 juta orang, dan nomor empat terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonesia punya ibukota yang representatif, modern. Karena ini menyangkut kehormatan bangsa dan negara dimata dunia.

Setelah sekian puluh tahun Indonesia merdeka, di era Jokowi, kehormatan bangsa dan negara bukan hanya dalam bentuk retorika tetapi diujudkan dalam bentuk proyek raksasa, dengan skema gotong royong. Semoga.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article