Oleh Varhan Abdul Aziz
Tiga kejadian besar mengenai Papua terjadi dalam waktu yang berdekatan. Peristiwa Asrama Papua di Surabaya, kerusuhan Manokwari, hingga insiden yang menggugurkan 1 TNI dan 2 warga sipil di Deiyai.
Anehnya semua berlangsung cepat. Seperti dikoordinir dengan sistematis. Di Deiyai kemarin setengah Jam setelah kejadian, Kantor Berita Reuters yang berpusat di London membuat berita yang menyatakan 6 warga sipil tewas di tangan aparat.
Padahal hoax! Yang sebenarnya terjadi 1 TNI gugur dipanah di kepala dengan beberapa tancapan bambu panah. Melihat fotonya membuat geram, abdi negara dianiaya, gugur dalam tugas oleh sesama saudara sebangsanya di Papua.
Tidak ada yang bersuara, mana Komnas HAM yang biasa jadi kompor saat ada sipil wafat? Mana LSM yg biasa semangat koar-koar ketika sipil yang jadi korban?
“Tidak ada yang kebetulan dalam politik. Kalau ada yang kebetulan, berarti itu telah direncanakan!”
Franklin D Roosvelt, Presiden Amerika ke 36- mengetahui pemberitaannya hoax, Reuters langsung mengubah judul beritanya kemarin malam. Tapi tetap saja tendensius, sudut pandangnya menyalahkan Aparat. “Shooting at protest in Indonesia’s Papua, police say three dead”. Judulnya diubah, hoax-nya sudah terlanjur tersebar. Mereka Minta maaf? Tidak!
Sekarang apa tujuan kantor berita asing membuat berita dengan nada mengadudomba, kalau bukan karena tujuan propaganda? Media yang jauh di London, lebih cepat memberitakan daripada Tempo atau Kompas yang ada di Jakarta. Aneh!
Pasti ada insentif yang didapatkan dari pihak berkepentingan. Tujuannya apa? Disintegrasi Indonesia! Indonesia mau dimutilasi dimulai dari Papua!
Benar saja, hasil gorengan di Deiyai ini, mem-blow up isu referendum. Bahkan, berdasarkan info Kapendam Cendrawasih, aksi di kantor bupati Deiyai ini, karena masa minta Bupati menyetujui referendum, namun Bupati tidak mau, maka masa lain mulai berdatangan memanah Aaparat yang tak bersenjata. Mereka diperintah untuk persuasif, hasilnya, pembantaian aparat yang menjaga keamanan
Aneh ya kedengaranya? Tapi nyata, karena aparatnya berniat baik tidak mau menyakiti rakyatnya, sedang rakyatnya malah membunuh aparatnya. Serda Rikson Prajurit Kodam II Sriwijaya, jauh ia pergi dari Sumatera menjalankan tugas negara, gugur mengenaskan dipanah di Papua. Melihat fotonya saat terpanah, sungguh biadab para pelakunya.
Ingat referendum Timor Timur yang akhirnya lepas dari Indonesia? Bagaimana Timor Leste hari ini? Silahkan cek sendiri, kepentingan asing sangat terasa pasca memisahkan diri dari Indonesia.
Belajar dari pengalaman Timor Timur, pemerintah sudah seharusnya takkan pernah menurut pada upaya disintegrasi bangsa. Pada kasus Timor Timur, mayoritas rakyat menginginkan tetap bersama NKRI. Namun fakta di TPS, Timor Timur pisah!
Apapun kecurangan yang mungkin terjadi saat itu, salah satunya, banyaknya warga yang tidak bisa menyuarakan pendapatnya, menjadi pelajaran besar bangsa ini, untuk tetap menjaga kedaulatannya dengan tidak menuruti isu-isu referendum.
“Sejengkal tanahpun takkan kita serahkan pada lawan, tapi akan kita pertahankan habis- habisan!!”
Kutipan Jenderal Sudirman di atas, harusnya menyadarkan seluruh bangsa Indonesia, untuk memberikan dukungan kepada Papua. Menyemangati mereka untuk cinta pada tanah airnya, Indonesia.
Betapa kuatnya persaudaraan kita, hingga orang Sumatra yang lebih mirip orang Malaysia, namun merasa lebih dekat persaudaraannya kepada Papua. Meski beda karakter fisik dan budaya, namun dipersatukan dalam satu kata Indonesia.
Kita tidak ingin seperti Soviet yang terpecah menjadi 15 negara, atau mengulang sejarah negara-negara boneka bentukan Belanda dalam Republik Indonesia Serikat. Indonesia memiliki hak penuh mempertahankan negaranya. Tidak ada satupun orang, organisasi atau negara lain yang boleh mendikte apa yang harus Indonesia lakukan untuk menjaga keutuhan negaranya.
Amerika pasti takkan mau kalau Hawai atau San Fransisco menyatakan referendum pemisahan diri bukan? Atau Inggris takan mau bila Scotlandia pisah dari Great Britain? Begitupun negara Cina sedemikian represifnya mempertahankan mempertahankan Provinsi Xinjiang agar tidak lepas dari kekuasaan mereka.
Papua diselamatkan NKRI dengan harga nyawa yang tidak murah. Operasi Trikora, Pertempuran Laut Aru yang menenggelamkan KRI Macan Kumbang, hingga gugurnya komodor Yos Sudarso yang menggelorakan pertempuran habis-habisan, harusnya menjadi hikmah yang meneguhkan sikap kita.
Ingatlah jasa para veteran Operasi Amfibi terbesar di Indonesia dalam operasi Jaya Wijaya yang melibatkan 1.000 wahana tempur dan 16.000 Pasukan TNI yang siap membela Papua kedalam pelukan NKRI. Sedemikian kuatnya naluri perjuangan Indonesia sebagai bangsa Merdeka, membuat Belanda saat itu akhirnya melepas Papua menjadi Indonesia Seutuhnya.
Jangan sampai tangis air mata veteran Operasi Seroja Timor Timur, terulang kembali membasahi tanah Indonesia karena lepasnya Papua. Jangan sampai anak cucu kita membaca buku sejarah di sekolah, tentang pernah adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpecah menjadi negara-negara kecil di masa depan nanti.
Kita tentunya tak mau, warga Jakarta pergi ke Jawa Timur dengan stempel paspor di perbatasan. Atau orang Sunda yang harus mengurus visa saat masuk ke Kalimantan. Maka bersatulah, berikan dukungan persatuan Indonesia dengan pandangan positif untuk Indonesia dalam menjaga Papua di media sosial.
Kita yang ingin tetap dapat bergerak bebas dari ujung Sabang sampai Merauke sebagai seorang Indonesia.
Papua Adalah Kunci!