“Saya telah mempelajari dan mengikuti secara serius seluruh masukan yang diberikan dari masyarakat, dari para pegiat antikorupsi, para dosen, dan mahasiswa, dan juga masukan dari para tokoh bangsa.
Karena itu ketika ada inisiatif dari DPR saat mengajukan RUU KPK, masa tugas pemerintah adalah meresponnya.
Kita tahu UU KPK telah berusia 17 tahun, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas sehingga pemberantasan korupsi bisa berjalan efektif. Sekali lagi, kita jaga agar KPK lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi.
Saya telah memberikan arahan kepada Kemenkumham menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait substansi revisi UU KPK yang diinisiasi oleh DPR.
Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi revisi UU inisiatif DPR yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK.
Intinya, KPK harus memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai. Dan harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga lain untuk pemberantasan korupsi.
Yang pertama, saya tidak setuju jika KPK harus memeroleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak, KPK cukup memeroleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan.
Kedua, saya juga tidak setuju penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Bisa juga berasal dari unsur ASN, yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.
Ketiga, saya juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan kejaksaan agung dalam penuntutan. Karena sistem penuntutan yang berjalan selama ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi.
Keempat, saya juga tidak setuju perihal pengolahan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK, diberikan kepada kementerian atau lembaga lain. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini.
Terhadap beberapa isu lain saya juga memberikan catatan dan memiliki pandangan yang berbeda dengan inisiasi DPR.
Perihal keberadaan Dewan Pengawas, ini memang perlu. Karena semua lembaga negara, Presiden, MA, DPR, bekerja dalam prinsip check and balances, saling mengawasi. Hal ini dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang. Dewan Pengawas sesuatu yang wajar untuk proses tata kelola yang baik.
Anggota Dewan Pengawas diambil dari tokoh masyarakat, akademisi, pegiat antikorupsi, bukan politis, birokrat, aparat, maupun penindakhukum aktif.
Pengangkatan Dewan Pengawas dilakukan oleh Presiden, dijaring melalui panitia seleksi. Saya ingin memastikan tersedia waktu transisi yang memadai untuk menjamin KPK menjalankan kewenangannya sebelum terbentuknya dewan pengawas.
Yang kedua terhadap keberadaan SP3, hal ini juga diperlukan sebab penegakkan hukum juga harus memenuhi prinsip perlindungan HAM dan memberikan kepastian hukum. Sehingga RUU inisiatif DPR memegang batas waktu maksimal 1 tahun dalam pemberian SP3, kami meminta ditingkatkan menjadi 2 tahun supaya memberikan waktu yang memadai bagi KPK. Yang penting agar kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan atau pun tidak digunakan.
Yang ketiga terkait pegawai KPK. Pegawai KPK adalah ASN, yaitu PNS atau P3K, hal ini juga terjadi di lembaga lain yang mandiri seperti MA, MK, dan juga lembaga independen lainnya seperti KPU, Bawaslu. Tapi saya menekankan agar implementasinya perlu masa transisi yang memadai dan dijalankan penuh kehati-hatian.
Penyelidik dan penyidik KPK yang ada saat ini masih tetap menjabat dan tentunya melakukan proses transisi menjadi ASN.
Saya berharap semua pihak bisa membicarakan isu ini dengan jernih, objektif, tanpa prasangka yang berlebihan. Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi karena korupsi musuh kita bersama. Dan saya ingin KPK mempunyai peran sentral dalam pemberantasan korupsi di negeri kita, yang mempunyai kewenangan lebih kuat dibanding lembaga-lembaga lain dalam memberantas korupsi.”
Istana Negara, 13 September 2019