“I Like Monday, I Like Nature.”
Kolaborasi YKAN, Hard Rock Café, dan WOLFTANK mengatasi polusi udara Jakarta dengan perlindungan dan restorasi ekosistem mangrove.
Yayasan Konservasi Alam Nusantara, afiliasi dari The Nature Conservancy, berkolaborasi dengan Tony Wenas (Dewan Penasihat YKAN), WOLFTANK, dan Hard Rock Café dalam ajang “I Like Monday, I Like Nature: Music for Conservation” yang akan diselenggarakan pada 28 Oktober 2019. Sebagai bagian dari rangkaian acara tersebut, digelar konferensi pers dan Meet & Greet dengan WOLFTANK di Fountain Atrium, Grand Indonesia West Mall, lantai 3A, pada Jumat, 11 Oktober 2019.
WOLFTANK merupakan sebuah band beraliran Pop Rock beranggotakan para musisi senior Indonesia yang kiprahnya lebih dulu dikenal lewat kelompok band legendaris. Tyo Nugros dari Dewa, Ariyo Wahab dari The Dance Company, Kin Aulia dari The Fly, dan Noey dari Java Jive. Dalam kesempatan ini dilakukan pula sesi bincang santai tentang konservasi yang dipandu oleh Head of Nature & People Partnership YKAN Sally Kailola.
Kolaborasi ini terjalin sebagai respons terhadap buruknya kualitas udara Jakarta, yang diinisiasi oleh Associate Director of Philantrophy YKAN Dee Adnan dan didukung oleh salah satu Dewan Penasihat YKAN, Tony Wenas. Berdasarkan data dari Airvisual.com pada Senin (7/10), Jakarta kembali bertengger di peringkat keempat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Melansir riset dari The Nature Conservancy yang dilakukan pada 2016, salah satu solusi untuk menciptakan kota yang sehat adalah dengan memanfaatkan infrastruktur alami. Dalam hal ini, hutan mangrove menjadi salah satu infrastruktur alami dengan kemampuannya menyerap karbon hingga 1.000 ton per hektar.
“… musik dan kegiatan konservasi dapat berkolaborasi untuk menginspirasi dan mengajak banyak orang terlibat, berkontribusi langsung melestarikan bumi.”
“Saat ini kita tengah menghadapi tantangan krisis iklim terbesar dalam sejarah peradaban manusia. Laju pemanasan global kian cepat akibat pelepasan emisi gas rumah kaca yang terus berlangsung. Wilayah perkotaan pun menghadapi isu yang hampir seragam seperti kualitas udara yang buruk, pulau panas perkotaan (urban heat island), serta kelangkaan air bersih dan sumber pangan,” ujar Sally.
Sayangnya, meski punya kemampuan menyerap karbon 3-5 kali lebih besar dari hutan tropis, hutan mangrove di Indonesia terus tergerus. Perubahan areal lahan mangrove untuk kebutuhan budidaya perikanan dan permukiman menjadi penyebab utama luas hutan mangrove terus berkurang.
Hutan Angke Kapuk kini menjadi salah satu ekosistem mangrove yang masih tersisa di ibukota dengan luas sekitar 195 hektar. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta, berupaya untuk melestarikan dan memanfaatkan potensi mangrove dengan mengajak keterlibatan berbagai pihak. Salah satunya adalah Yayasan Konservasi Alam Nusantara yang menginisasi dan memprakarsai aliansi kemitraan lewat program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA). Aliansi kemitraan ini bertujuan mengembangkan, memperkenalkan, dan mengimplementasikan pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.
“Kami mendukung pemerintah dalam mengupayakan pengurangan polusi udara di Jakarta, antara lain lewat restorasi ekosistem mangrove di Teluk Jakarta demi kualitas udara Jakarta yang lebih baik. Pendekatan pengelolaan kawasan pesisir terpadu dan berkelanjutan menjadi jawaban, yang sekaligus mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat yang tinggal di sekitarnya,” jelas Direktur Program MERA M Imran Amin.
Secara umum, hutan mangrove dikenal sebagai benteng pertahanan terakhir yang melindungi wilayah perkotaan dari ancaman banjir rob, erosi, tsunami, maupun sebagai penyaring air bersih, area pembibitan yang penting bagi ikan dan invertebrata, tempat persinggahan bagi burung-burung yang bermigrasi, serta menjadi sumber pangan maupun perekonomian masyarakat sekitarnya.
Sebagai catatan, Indonesia adalah negara dengan lahan mangrove terbesar di dunia. Luasannya mencakup 23 persen dari total mangrove di seluruh dunia dan memiliki peran penting dalam upaya mitigasi dampak perubahan iklim. Menghentikan laju kerusakan mangrove dapat memenuhi ¼ target Indonesia dalam mengurangi emisi 26% pada 2020. Ajang “I Like Monday, I Like Nature: Music for Conservation” pun menjadi upaya untuk menyadarkan masyarakat luas akan pentingnya ekosistem mangrove bagi kawasan pesisir maupun perkotaan.
Sejatinya, setiap individu dapat melakukan perubahan. “Alam seringkali menjadi inspirasi dalam berkarya. Kami pun percaya, musik dan kegiatan konservasi dapat berkolaborasi untuk menginspirasi dan mengajak semakin banyak lagi orang terlibat, berkontribusi langsung melestarikan bumi,” ungkap Ariyo Wahab, vokalis WOLFTANK.
Seluruh hasil pengumpulan dana dari kegiatan ini akan diperuntukkan bagi konservasi dan restorasi ekosistem mangrove di Jakarta. Setiap pembelian satu buah tiket “I Like Monday, I Like Nature: Music for Conservation” menandai satu buah bibit mangrove yang akan ditanam bersama-sama YKAN, Tony Wenas, WOLFTANK, Hard Rock Café Jakarta, dan media yang akan diselenggarakan pada November 2019.
Tentang YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara, afiliasi dari The Nature Conservancy (YKAN|TNC), adalah sebuah organisasi yang mempunyai misi melindungi daratan dan perairan yang menjadi penyangga kehidupan. YKAN|TNC merupakan organisasi berbasis ilmiah yang telah berpengalaman melakukan konservasi di seluruh dunia sejak 1951. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi sayasigap.org.