Kolom Farid Gaban
Oligarki ada di mana-mana, bahkan dalam gerakan koperasi. Kemarin, Nurdin Halid, residivis kasus korupsi, terpilih untuk ketiga kali berturut-turut sebagai Ketua Dekopin (Dewan Koperasi Indonesia).
Nurdin, seorang politisi Golkar, mendapat dukungan penuh dari dua menteri Golkar yang ada dalam Kabinet Jokowi: Airlangga Hartarto dan Agus Gumiwang.
Dia terpilih setelah merekayasa perubahan AD/ART Dekopin. Semula, seseorang hanya bisa menjabat ketua dua kali, kini menjadi tiga kali untuk memungkinkan Nurdin masuk lagi sebagai calon tunggal, dan tentu saja menang.
Ini tantangan berat bagi para pengurus koperasi di tingkat akar rumput, yang masih setia dengan prinsip-prinsip perkoperasian dan bertekad memperluas gerakan. Makin sulit mereka mengajak dan orang untuk bergabung dalam koperasi.
Bagaimana tidak? Bagaimana orang tidak sinis dan muak pada organisasi yang busuk?
Selama seperempat abad, pucuk lembaga koperasi dipimpin oleh seorang residivis yang mengkorup impor beras dan gula koperasi.
Kami tidak berharap Dekopin dibubarkan. Biarkan Nurdin Halid dan Dekopin-nya hidup seribu tahun lagi. Kami hanya tidak akan mengakuinya.
Lebih dari itu, kami mendesak agar UU Koperasi, yang dijadwalkan dibahas tahun depan, menghapus ketentuan Dekopin sebagai satu-satunya wadah tunggal organisasi koperasi nasional.
Kami juga mendesak agar UU itu melarang negara menyediakan anggaran (APBN) untuk Dekopin, yang pada dasarnya menghidupi koruptor cum politisi seperti Nurdin Halid.