Ada tiga hal yang ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang. Yakni, NEM, IPK, dan rangking.
Saya mengarungi Pendidikan selama 22 tahun. 1 tahun TK, 6 tahun SD, 6 tahun SMP-SMA, 4 tahun S1, dan 5 tahun S2 & S3. Kemudian, saya mengajar selama 15 tahun di Universitas di 3 negara maju: AS, Korsel, dan Australia. Juga di Tanah Air.
Saya menjadi saksi betapa tidak relevannya ketiga hal di atas terhadap kesuksesan. Ternyata, sinyalemen saya ini didukung oleh riset yang dilakukan Thomas J. Stanley.
Riset tersebut memetakan 100 faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan seseorang. Survei dilakukan terhadap 733 orang milyarder di AS. Hasilnya, ternyata nilai yang baik, yakni NEM, IPK dan rangking, hanyalah faktor sukses di urutan ke-30. Sementara faktor IQ pada urutan ke-21. Dan bersekolah di universitas atau sekolah favorit di urutan ke-23.
Jadi, sederhananya, saya ingin mengatakan bahwa jika anak Anda nilai raportnya rendah, tidak masalah. Apabila NEM anak Anda tidak begitu besar, paling banter akibatnya tidak bisa masuk ke sekolah favorit. Menurut hasil riset, itu tidak terlalu pengaruh terhadap kesuksesan
Lalu, apa faktor yang menentukan kesuksesan seseorang?
Menurut riset Stanley, berikut ini adalah 10 faktor teratas, yang mempengaruhi kesuksesan. Yaitu, (1) Kejujuran – being honest with all people, (2) Disiplin keras – being well-disciplined, (3) Mudah bergaul – getting along with people, (4) Dukungan pendamping – having a supportive spouse, (5) Kerja keras – working harder than most people, (6) Kecintaan pada yang dikerjakan – loving my career/business, (7) Kepemimpinan – having strong Leadership qualities, (8) Kepribadian kompetitif – having a very competitive spirit/personality, (9) Hidup teratur – being very well-organized, dan (10) Kemampuan menjual ide – having an ability to sell my ideas/products.
Hampir kesemua faktor ini tidak terjangkau dengan NEM, dan IPK. Di kurikulum sekolah, semua ini masuk dalam kategori soft skill. Biasanya, peserta didik memperolehnya melalui kegiatan ekstra kurikuler.
Jadi, jika anak mengejar kecerdasan akademik semata, maka hanya akan menjerumuskan dirinya.