Minggu, November 17, 2024

Catatan mengenang Arief Budiman

Must read

“Gerryyyy…”

Teriakan dari sebuah ruangan memecah hening malam di rumah unik di Jalan Kemiri, tak jauh dari kampus Satya Wacana, Salatiga. Malam itu, kami (Gerry van Klinken, Ward Berenschott, dan saya) mampir ke Salatiga.

Teriakan Arief Budiman begitu emosional, pertanda relasi dekat dan personal. Leila Ch. Budiman agak kaget, memori suaminya masih kuat terhadap sosok Indonesianis yang banyak menerbitkan buku dalam bahasa Indonesia, terutama di Obor itu.

Lalu, Arief dipapah Leila ke ruang tengah, menemui para tetamu. Leila menawarkan teh hangat, minuman kesukaan Arief. Rumah itu begitu nyaman. Dirancang oleh Romo Mangun yang arsitek. Bagi pasangan ini, rumah kayu dengan beberapa angsa ini banyak kenangan. Juga kenangan pahit ketika satu per satu ancaman dan teror terus berlangsung, utamanya sejak konflik internal di UKSW.

Leila bercerita, rumahnya pernah dilempari (maaf) kotoran manusia di zaman Orde Baru. Teror bergelombang, Arief berteguh. Ia tetap menemui tamu yang rerata aktivis. Ia juga terus menjadi narasumber yang dinanti.

Sepanjang percakapan 40 menit itu, memori Arief masih segar, terutama kalo kami memancing dengan menyebutkan nama-nama dan peristiwa yang identik dengannya. Leila bercerita ketika menikah, minta Mochtar Lubis, kebetulan sesama orang Padang, menjadi saksi pernikahan. Arief tersenyum mendengar nama pendiri Obor itu.

Namun tangannya tak tenang. Tak pernah stabil. Usia tak bisa membohongi tampilannya yang menua. Pun ringkih.

Kami dibagi buku kumpulan tulisan para tokoh dalam rangka ultah Arief ke-70. Ia tersenyum dan berlinang ketika menunjukkan buku itu.

Sesudahnya kami pamit, menuju ke Solo. Ketika mobil hampir meninggalkan halaman luas itu, saya mendengar teriakan, namun Gerry dan Ward tidak. Mobil berhenti lalu mundur. Arief dan istrinya di tubir pagar dalam rumah. Leila bilang, Arief minta tandatangan Gerry dan Ward di lembar depan buku. Memorabilia, katanya.

Gerry bilang, ketika masih di Semarang: It’s now or never. It could be my last meeting up with this good person.

Gerry benar, Arief menyelesaikan amanat hidupnya di kota yang ia cintai.

Selamat jalan, Arief Budiman.

Andre Obor

Dr. Arief Budiman, aktivis politik, intelektual publik, penulis dan sosiolog, meninggal dunia di rumah sakit dekat kediamannya di Salatiga, Jawa Tengah, pada Kamis hari ini, 23 April 2020.

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article