Ketika semua perusahaan adalah perusahaan media
Perkembangan dunia maya dan media sosial belakangan ini telah merombak definisi tradisional mengenai media. Sebelumnya, media diartikan sebagai media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, atau televisi yang memiliki kemampuan untuk menyebarluaskan sebuah informasi.
Namun, dengan adanya media sosial, kini semua bisa menjadi media dan menyebarluaskan informasi kepada publik. Oleh sebab itu, saat ini dapat dikatakan bahwa semua perusahaan bisa menjadi perusahaan media yang menyebarluaskan informasi dan memiliki subscriber atau follower yang tekun mengikuti kanal media sosial yang mereka bangun. Tren ini disebut sebagai brand journalism.
Bercerita melalui Brand Journalism
Singkat kata, brand journalism merupakan praktik suatu perusahaan untuk menggali ‘cerita’ mengenai diri atau seringkali industri mereka, serta mempublikasikan konten tersebut di kanal media sosial mereka.
Berbeda dengan press release yang dibuat untuk konsumsi wartawan dalam menulis cerita, brand journalism memberikan keleluasaan bagi perusahaan untuk menulis cerita mereka sendiri dalam bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat luas.
Selain bisa langsung menjangkau khalayak sasar, perusahaan juga bisa berinteraksi secara langsung dan mendapat masukan atas konten yang mereka salurkan lewat brand journalism.
Nissan Motor Co adalah salah satu contoh perusahaan yang sudah menjalankan brand journalism dan memutuskan untuk menceritakan kisah mereka sendiri dan memutus ketergantungan pada press release dan media massa.
Inisiatif Nissan dimulai dengan merekrut mantan koresponden Reuters, Dan Sloan, dan mengangkatnya menjadi pimpinan redaksi perusahaan Jepang tersebut.
Kepala Komunikasi Global Nissan, Simon Sproule, mengatakan, “Pada awalnya CEO kami ingin melakukan lebih banyak storytelling. Saat ini, kami menghasilkan sekitar satu cerita setiap hari dan kami baru saja meluncurkan sebuah acara siaran bernama The Dashboard di YouTube yang tidak hanya menceritakan mengenai Nissan namun juga keseluruhan industri otomotif. Kami memulai semuanya dengan menceritakan kisah kami sendiri.”
EC=MC: Every Company is a Media Company
Mengomentari tren brand journalism, Tom Foremski, mantan jurnalis The Financial Timesyang kini bekerja di Silicon Valley, menciptakan jargon EC=MC. Singkatan dari Every Company is a Media Company karena tidak peduli apapun jenis usahanya, semua perusahaan saat ini dituntut untuk bercerita.
Lebih lanjut, Foremski menuturkan, setiap perusahaan wajib menciptakan konten di berbagai saluran yang berbeda, baik media massa atau media sosial, agar ‘terlihat’ oleh publik. “Jika merek kita tidak pernah terlihat atau terdengar di media, maka publik akan menganggap merek kita tidak pernah eksis,” jelasnya.
Jika dilakukan dengan baik dan konsisten, brand journalism tak diragukan lagi akan memberikan dampak yang positif. Konsultan Lewis PR, Keith Beech, mengemukakan keuntungan brand journalism bagi public relations, yaitu:
Konten yang baik akan menciptakan goodwill, kepercayaan, serta nilai merek yang positif karena konsumen akan terus mengunjungi media kita untuk mencari insight dan informasi yang bermanfaat.
Membangun brand awareness, serta memposisikan merek sebagai yang terdepan di sektor kita sekaligus memantapkan perusahaan sebagai top-of-mind. Lengkapi konten dengan data yang bermanfaat dan kemas dalam format yang unik untuk menarik perhatian konsumen. Loyalitas konsumen pun pada akhirnya akan terbentuk.
Apabila dioptimalkan, konten yang kita ciptakan lambat laun akan membentuk komunitas bagi merek. Kanal-kanal media sosial akan membantu kita dalam memahami kebutuhan informasi konsumen, lalu tawarkan konten non-promotional kepada mereka.
Jika konten dirasa betul-betul bermanfaat bagi mereka, konsumen akan datang sendiri pada kita. Komunitas inilah yang nantinya menjadi penyokong merek dan pendukung perusahaan.
Konten sebagai respon atas tren terkini. Gunakan konten untuk merespon apa yang tengah ramai diperbincangkan di industri kita. Ingat, kecepatan dan responsivitas merupakan modal penting. Buktikan kepada konsumen bahwa konten kita adalah sumber yang selalu dapat mereka andalkan.
Sumber bagi media lain. Konten yang kita ciptakan dapat menjadi rujukan bagi media lain, terutama media massa. Karena itu, selalu gunakan kaidah-kaidah jurnalistik agar konten tetap dianggap layak dan menarik oleh media lainnya. Menyampaikan pesan yang ingin kita komunikasikan saja tidak cukup, karena kita harus membuat konten yang layak disebarluaskan oleh kanal media lainnya.
Kunci Sukses Brand Journalism
Agar dipandang kredibel, Beech juga menyarankan agar konten yang diciptakan harus mengikuti nilai-nilai jurnalisme, yaitu:
- Didasarkan pada fakta
- Cepat dan diangkat dari topik menarik
- Update konten harus dilakukan terus-menerus dan konsisten
- Memiliki nilai untuk pembaca
- Mencantumkan sumber berita
Perlu pula diingat, brand journalism merupakan suatu proses yang hasilnya tidak bakal muncul dalam satu kedipan mata. Karena itu, berikut beberapa tips bagi perusahaan dalam mengeksekusi brand journalism:
- Libatkan penulis andal. Jurnalis yang berpengalaman dan berwawasan jurnalistik luas akan menambah kredibilitas konten karena dia tahu bagaimana cara membuat konten yang menarik.
- Pahami komunitas kita. Pastikan bahwa konten yang kita kembangkan mengandung cerita menarik bagi komunitas. Karena itu, tanyakan dan dengarkan apa yang ingin mereka ketahui.
- Permudah akses. Konten yang dikembangkan harus mudah diakses melalui berbagai piranti dan saluran, entah itu Twitter, Facebook, Pinterest, YouTube, Flickr, dan sebagainya.
- Terbuka untuk diskusi. brand journalism juga membutuhkan banyak diskusi. Gunakan fitur websiteyang dapat melibatkan komunitas industri kita. Ambil bagian dari diskusi tersebut, lalu dengarkan dan pelajari masukan mereka.
- Berani beropini. Jangan takut menentukan sudut pandang untuk konten yang mengangkat isu yang berkaitan dengan merek kita. Semakin banyak debat yang terlibat, semakin tinggi kemungkinan kita akan diingat.
- Mudah dilacak. Pastikan bahwa konten kita mudah ditemukan oleh konsumen. Optimalkan strategi-strategi di mesin pencarian online dan promosikan konten di seluruh saluran milik kita. Gunakan kata kunci yang relevan dalam konten dan judul, libatkan blogger dan follower untuk membentuk diskusi dan turut mempromosikan link menuju konten kita.
Brand Journalism versus Traditional Journalism
Konten yang disediakan oleh suatu perusahaan memang menjadi sumber informasi sangat baik bagi konsumen. Brand journalism memungkinkan konsumen mendapatkan konten yang ingin mereka baca, dengar, dan lihat. Tidak melulu mengenai perusahaan. Tetapi, apakah benar hal itu lantas mematikan kerja jurnalisme tradisional?
Editor dari PBS MediaShift Mark Glaser mengemukakan, bagaimanapun juga, brand journalism tidak bisa menyediakan objektivitas semurni media profesional. Apalagi untuk isu-isu yang berkaitan erat dengan industri perusahaan tersebut.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Herbert Blankesteijn, jurnalis yang bekerja untuk koran Belanda NRC dan radio berita BNR, “Pembaca senantiasa mencari sumber berita objektif untuk memvalidasi dan menangkap informasi.”
Satu hal yang pasti, brand journalism tidak akan menggantikan peran media massa sebagai validator dan kurator informasi. Namun bagi konsumen, brand journalism adalah alternatif dalam mendapatkan informasi yang ingin mereka serap. Hal ini adalah peluang besar bagi merek untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menjadi dikenal, menciptakan komunitas yang loyal, serta membuktikan diri sebagai sumber informasi yang terpercaya.
Apabila memiliki kemampuan bercerita yang handal, bukan tidak mungkin jika kanal media sosial perusahaan mampu memiliki subscriber dan follower yang lebih banyak dari sirkulasi atau pemirsa media massa tradisional. (Oscar Prajnaphalla dan Putri Rizky Pramadhani)
Copyright 2012 PT Fortune Pramana Rancang