Apa contoh “disruption” paling radikal dalam dunia bisnis?
Mari saya berikan suatu kisah tentang Netflix, sebuah perusahaan yang bukan hanya sekali, tetapi dua kali melakukan disruption di bidang rental film, dan mengalahkan Blockbuster, sebuah perusahaan raksasa di industrinya. Namun, kisahnya mungkin sedikit berbeda dari yang biasa orang dengar.
Disruption 1: Netflix vs Blockbuster
Bagi yang sudah mengetahui atau pernah dengar tentang kisah yang cukup terkenal ini, mungkin akan gampang untuk berkata: “Netflix pintar, dan Blockbuster bodoh.”
Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Blockbuster adalah perusahaan penyewaan raksasa dan dipimpin oleh jenius di bidang retail, John Antioco, yang di masanya berhasil mengkali dua penjualan Blockbuster. Di masa kejayaannya Blockbuster mendominasi pasar dengan valuasi 8.4 miliar dolar tahun 1994, mempunyai ribuan lokasi di seluruh Amerika dan sangat menguntungkan.
Apa yang membuat Blockbuster begitu menguntungkan? Jawabannya adalah biaya keterlambatan. Blockbuster menagih pembayaran untuk langganan yang terlambat mengembalikan video yang disewa.
Di tahun 1997, seorang pemuda bernama Reed Hastings dengan mempunyai ide bisnis dengan konsep yang sederhana. Bagaimana bila kita membuat pembeli berlangganan bulanan, dan mereka bisa menonton semua video yang mereka mau? Kita akan mengirimkan video melalui surat. Di tahun itulah Netflix berdiri.
Awalnya, pembeli mereka ragu-ragu, karena Netflix tidak memiliki presence yang kuat di market seperti Blockbuster. Namun, setelah mencoba model bisnis Netflix, pelanggan mereka (yang sebagian besar juga pelanggan Blockbuster) ketagihan. Mereka dapat menyewa video selama apapun tanpa membayar biaya keterlambatan, hanya biaya bulanan.
Ini adalah disrupsi yang pertama, yang membuat valuasi Netflix menjadi 50 juta dolar di tahun 2000. Namun, sebagian pelanggan masih tetap suka dengan model bisnis Blockbuster, di mana mereka bisa dengan santai memilih video yang mereka suka dengan datang ke toko fisik.
Pada titik ini, Reed Hastings mencoba menjual Netflix dengan harga 50 juta dollar diatas ke John Antioco dan timnya. Mereka juga menawarkan untuk menjalankan merek Blockbuster secara online dengan cara Netflix. John Antioco menertawakan mereka. Mengapa?
Karena saat itu, keuntungan dari biaya keterlambatan Blockbuster saja mencapai 200 juta dolar. Tidak masuk akal untuk membeli suatu perusahaan seharga 50 juta dolar dan menghilangkan pendapatan dari biaya keterlambatan mereka di kanal online.
Disruption 2: Netflix & Blockbuster vs Diri Mereka Sendiri
Di tahun 2004, perkembangan Netflix dan teknologi semakin pesat. John Antioco merasakan bahwa bisnis model Netflix cukup memberi tekanan. Dia juga berpendapat bahwa masa depan Blockbuster ada di video streaming secara digital. Perlu dicatatat, YouTube didirikan di tahun 2005. Ini adalah waktu setahun sebelum YouTube ada. Pada titik ini, Blockbuster siap untuk men-disrupt dirinya sendiri dan bertranformasi mengikuti jaman.
Netflix pun berpendapat yang sama dan menggelontorkan investasi besar untuk men-disrupt dirinya sendiri. Perbedaannya adalah, Blockbuster mempunyai kanal penjualan retail, Netflix tidak. Bila disrupsi ini gagal, Blockbuster selalu bisa menjual secara retail, namun Netflix kemungkinan besar akan berhenti beroperasi.
Inilah disrupsi radikal yang diambil Netflix, untuk merubah bisnis modelnya sendiri, menghilangkan pengiriman film lewat surat.
Apa yang terjadi kemudian? Blockbuster memutuskan untuk menghilangkan biaya keterlambatan dan berinvestasi untuk membuat platform digital. Selama 6 tahun sebelum dia bangkrut di tahun 2010. Apa yang terjadi selama 6 tahun itu?
John Antioco dilengserkan wakilnya dan pemegang saham karena dia berniat menghilangkan pendapatan utama Blockbuster sebesar 200 juta dollar dari biaya keterlambatan dan juga menginvestasikan uang sebesar 200 juta dollar untuk membangun platform digital.
Akhirnya Blockbuster berhenti beroperasi di tahun 2010 karena gagal bertransformasi.
Mengapa disrupsi kedua ini sangatlah radikal?
Karena disrupsi kedua ini datang dari perkembangan jaman, dan mengharuskan kedua perusahaan diatas untuk mengubah diri sendiri seluruhnya. Bedanya, Netflix berani dan berhasil, di mana Blockbuster takut dan malah melepaskan John Antioco, CEO mereka karena hendak mengambil langkah visioner.
Netflix berhasil di mana Blockbuster gagal.
Pada Juni 2018, Netflix mempunyai valuasi sebesar 180 miliar dolar. Seandainya saja John Antioco tidak dilengserkan, mungkin Netflix yang akan berhenti beroperasi karena gagal bersaing dengan Blockbuster, karena pada posisi itu Blockbuster memilik sumber daya lebih banyak.
Kerap kali bisnis diharuskan untuk berubah karena tekanan zaman. Hanya bisnis yang mampu berpikir berani dan radikal yang benar-benar dapat berubah.
Bagaimana dengan bisnis Anda, atau tempat Anda bekerja?
Oleh Jason Santoso, Business Owner, Entrepreneur, Consultant (ASMEC®)