PT Yiho Jakarta Real Estate Development yang merupakan anak perusahaan dari New Yi-Ho Holding Group Co. Ltd., pengembang (properti) yang berkantor pusat di Hongkong hadir di Indonesia pertengahan tahun ini. Pengamat properti yang juga CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda melihat hadirnya investor asing di bidang properti, tidak saja menjadikan ekonomi jadi bertumbuh dengan masuknya investasi mereka, akan tetapi juga berdampak pada lebih bergairahnya pasar properti di tanah air.
Tranghanda mengungkapkan kondisi fundamental yang saat ini cukup terjaga, memposisikan Indonesia sebagai salah satu pasar besar bagi sektor properti. Hal tersebut sekaligus juga menunjukkan, masih tingginya minat properti asing masuk ke pasar Indonesia.
Bagi Indonesia, hal ini akan menjadi peluang yang menunjukkan, iklim investasi Indonesia masih sangat kondusif bagi masuknya investasi asing, khususnya bagi investor yang bercokol di wilayah Asia seperti dari Malaysia, Singapura, Tiongkok, dan Jepang.
Peluang inilah yang ditangkap oleh New Yi-Ho Group. Sebagai perusahaan internasional yang menjadikan pengembangan real estate sebagai bisnis utamanya.
Richard Oh, CEO PT Yiho Jakarta Real Estate Development di Cikupa – Tangerang, Banten, Kamis (20/8) mengatakan, dengan pengalaman perusahaan di global yang sudah mencapai lebih dari 20 tahun, dirinya optimis perusahaan dapat turut berkontribusi aktif pada industri properti di Indonesia.
“Saat ini lima negara dengan kekuatan GDP terbesar dunia antara lain adalah Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang. Besarnya jumlah penduduk usia produktif di Indonesia – usia 15 sampai 65 tahun, yang kini jumlahnya berkisar 185,2 juta jiwa meyakinkan kami Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia.”
Mereka akan menjadi pembeli potensial sejumlah proyek properti yang ada di tanah air. Apalagi saat ini rasio kepemilikan rumah di Indonesia dengan negara tetangga masih jauh, yaitu rasio Kredit Pemilik Rumah (KPR) mencapai 2,85% terhadap Produk Domestik Brutto (PDB).
BPS melaporkan rasio KPR di Indonesia jauh di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand yang masing-masing mencapai 46,8%, 38,8%, dan 22,6%. (sumber: Katadata).
Itu sebabnya papar Richard, perusahaan memperlebar sayapnya ke sejumlah negara di Asia termasuk Indonesia, juga Malaysia, Jepang, dan Laos.
“Sektor properti biasanya mengalami siklus setiap 10 tahun sekali, dan selama lima tahun ke belakang, sektor ini mengalami kondisi yang kurang menguntungkan sehingga kami optimis selama lima tahun ke depan kondisinya akan menjadi lebih baik. Situasi naik turun di bidang properti adalah kondisi yang biasa kami alami,” kata Richard yang sukses berpengalaman mengelola properti premium internasional seperti Verde, NavaPark BSD dan juga hotel bintang lima Banyantree Hotel and Resort Pte. Ltd. lebih jauh.
New Yi-Ho, Developer Besar Selesaikan Pembangunan Lebih dari 70 Proyek Properti
Di global, New Yi-Ho telah menyelesaikan lebih dari 70 proyek properti di berbagai provinsi di Tiongkok dan berbagai negara. Saat ini New Yi-Ho tengah menggarap satu proyek mahakarya dengan membangun sebuah kota baru di Henan Gushi City, Tiongkok, yang berpenduduk 140 juta jiwa. Terdapat mal, rumah tapak (landed houses), apartemen bertingkat, sekolah, hotel dan atraksi guna menarik wisatawan. Di dalamnya akan terdapat 23 projek dan 3,1 juta m2 luasan bangunan. Dari 910 ha lahan tersedia, 80% sudah mulai dibangun.
Selain properti, di Indonesia New Yi-ho juga melirik kemungkinan merambah pada sektor yang sejalan dengan bidang turisme, yaitu membangun hotel.
Daya Beli Masih Menjanjikan
Ali Tranghanda melihat, sampai saat ini posisi Indonesia kerap menjadi magnet tujuan investasi masuknya properti asing ke Indonesia. Selain faktor pendukung seperti kondisi ekonomi makro yang cukup stabil, bonus demografi penduduk Indonesia, memperbesar porsi kue yang akan dinikmati para pebisnis di sektor properti.
Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) melaporkan, pada kisaran tahun 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa.
Itu sebabnya menurut Tranghanda, di mata investor properti asing saat ini, posisi Indonesia masih memperlihatkan tren yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain. Kendati demikian ia mengakui, pertumbuhan pasar properti ‘sedikit terganggu’, khususnya di masa pandemi Covid-19 saat ini.
Bicara minat beli dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi, dirinya memandang sebagai fenomena cukup menarik, dimana saat ini pertumbuhan ekonomi terkontraksi di Q2-2020, pertumbuhan penjualan perumahan mengalami kenaikan hampir dua kali lipat dibandingkan Q1-2020. Hal ini memberikan gambaran, daya beli masyarakat Indonesia di sektor properti masih cukup tinggi.
“Jadi meskipun sempat anjlok di Q1-2020 50,1%, namun bertumbuh tinggi di Q2-2020 sejak pelonggaran PSBB akhir Mei 2020. Pertumbuhan terjadi di hampir semua segmen, baik yang harganya di bawah Rp300 jutaan/unit ataupun yang di atas Rp1 miliar/unit.
Sedangkan di segmen kelas menengah pada kisaran harga antara Rp300 juta – Rp1 miliar, diperkirakan masih menjadi pasar yang sangat berpeluang, namun saat ini masih terjadi mis-match, di mana pasokan rumah di segmen ini relatif semakin terbatas. Hal ini yang kemudian mendorong para pengembang meluncurkan produk di segmen harga tersebut, kendati dilakukan di masa pandemi Covid-19 saat ini.