Catatan Jumat Malam
Oleh Velix Wanggai
“Jangan bicara perdamaian, itu berat, biar aku saja memikulnya”, seperti penggalan kalimat Dilan, demikian jelas Diah Kusumaningrum, Pengajar Departemen HI, Fisipol UGM. Pernyataan itu menandakan generasi senior menegasi, memarginalkan peran pemuda untuk memikirkan peran pemuda dalam isu-isu strategis seperti perdamaian atau resolusi konflik.
Dari sharing yang disampaikan Dr Jaswadi (Kemenpora), Diah Kusumaningrum (DIHI Fisipol UGM), dan Nisrina Nadhifah (HIVOS Southeast Asia), pada Public Discussion, KAHIGAMA, 2 Oktober 2020, ternyata makna konflik dan bina damai (peacebuilding) berada di sekitar kita semua, mulai konflik pribadi, konflik relasi sosial, konflik ekonomi, konflik budaya, maupun konflik politik.
Spektrum yang luas dengan konteks yang beragam, termasuk alternatif pola penyelesaian konflik yang bersifat struktural dan kultural.
Sebenarnya, kita yang memastikan peran pemuda untuk berperan dalam berbagai isu strategis, ataukah kita tidak menyampaikan narasi sejarah yang berbeda, termasuk apakah kita telah menyampaikan pesan untuk merayakan keberagaman?
Pernyataan ini memberikan pesan kepada publik Indonesia bahwa perlu ada cara pandang baru dalam memaknai peran pemuda dalam pembangunan perdamaian, baik dalam konteks menyikapi kekerasan struktural dan kekerasan kultural.
Dalam perspektif Nisrina Nadhifah, yang menyoroti isu youth, peace and security. Di titik ini, saat ini generasi muda merupakan generasi yang jumlah banyak yang terkena dampak konflik, dan juga disrupsi akses kaum terhadap kesempatan ekonomi dan pendidikan karena dampak konflik.
Di sisi lain, sebenarnya, pemuda harus berperan dalam membentuk perdamaian, keadilan dan rekonsiliasi. Demikian pula, ada harapan peran kaum muda dalam ekonomi yang inklusif.
Selanjutnya, peran pemuda dalam siklus bina damai cukup menantang, tidak mudah. Ada ruang partisipasi bagi kaum muda, baik dalam hal mendorong cara berkonflik nirkekerasan, meningkatkan kapasitas, mengubah relasi, dan menghentikan kekerasan langsung.
Sebagai contoh, dalam peran pemuda dalam mengubah relasi, ada ruang kegiatan seperti trauma healing, transformasi konflik (dialog, negosiasi, mediasi), keadilan restoratif, keadilan transisional, dan governance dan pembuatan kebijakan. Ini merupakan bagi pemuda untuk merumuskan peran dalam siklus bina damai.
Dari sisi pendekatan, Nisrina Nadhifah menekankan pendekatan do-no harm, dengan melihat people belong at the center dan juga contex matters, untuk membaca konteks lokal konflik dan relasi antar faktor.
Dalam semangat penumbuhan peran pemuda dalam bina damai, Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga, mendorong literasi pemuda dalam berbagai isu, baik politik, pilkada, organisasi kepemudaan, promosi nilai-nilai perdamaian.
Dengan pendekatan ke simpul-simpul organisasi pemuda, baik di level pendidikan menengah atas, pramuka, badan eksekutif mahasiswa maupun organisasi kepemudaan, untuk memperkuat nilai perdamaian, kegiatan bina damai, dan bahkan peran pemuda dalam peace building di berbagai daerah konflik seperti di Aceh, Poso dan Maluku.
Dengan beragam intervensi Negara, baik peran pemuda dalam bidang ekonomi, wirausaha muda, peran sosial, dan karya-karya lain sesuai potensi diri dan konteks kebutuhan. Ada peran penting untuk menyelesaikan akar persoalan dari potensi konflik dan pembangunan literasi kesadaran kaum muda untuk memahami konteks yang dihadapi di Tanah Air.
Di tengah setting sosial yang masih “mengkerdilkan” peran kaum muda, menjadi tantangan bagi kaum muda untuk lebih aktif untuk membangun kesadaran kaum muda secara mandiri, dan peran-peran yang lebih strategis ketimbang peran teknis yang diberikan generasi yang lebih senior.
Akhirnya, mindset atau cara pandang menjadi faktor penting dalam memaknai peran kaum muda, dalam membaca konteks, dalam merumuskan langkah, secara tepat dalam bina damai di Indonesia. Diskusi menyimpulkan, berikan kepercayaan, akses dan kesempatan bagi kaum muda untuk mengambil peran strategis di pelbagai sektor, bidang, area, guna kebaikan Indonesia.
Percakapan pemuda dan bina damai yang dibangun KAHIGAMA ini dalam konteks Hari Perdamaian Dunia, World Peace Day, setiap 21 September, yang di tahun 2020 ini menggelar tema “Bersama-sama Membentuk Perdamaian”.
Langkah kecil KAHIGAMA ini menjadi sebuah kesadaran kolektif untuk mengkabarkan nilai kasih, damai, toleransi, harmoni, dan adil bagi terwujudnya perdamaian yang hakiki, sebagaimana janji kemerdekaan kita, Indonesia.
Jakarta, 2 Oktober 2020