- Setelah mengeluarkan pernyataan keras atas sikap Presiden Perancis Emmanuel Macron, DPR menunggu langkah strategis Presiden.
- Posisi Jokowi sebagai presiden negara Muslim terbesar di dunia, memungkinkan untuk berperan lebih sebelum diambil alih oleh negara-negara lain yang jumlah penduduk Muslimnya tidak sebesar Indonesia.
“Kalau Indonesia bereaksi, akan jauh lebih dipertimbangkan daripada negara-negara Arab atau Afrika yang lain. Jangan sampai peran ini diambil oleh mereka. Apalagi selama ini hubungan Indonesia dengan Perancis baik-baik saja, maka nasihat Presiden Indonesia akan dianggap sebagai masukan sportif tanpa tendensi apapun,” demikian KH Bukhori Yusuf, anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Rabu (03/11) di Jakarta.
Lebih dari sekadar Presiden Indonesia, menurut Bukhori, langkah strategis Jokowi selaku Pemimpin Negara Muslim terbesar di dunia akan sangat didengar oleh negara-negara di Eropa, khususnya Perancis.
Oleh karena itu, ia sangat berharap Presiden menindaklanjuti pernyataannya dengan langkah nyata. Misalnya dengan memanggil dutabesar kita di Perancis atau mengutus Menteri Luar Negeri untuk menyampaikan satu memori khusus kepada Pemerintah Negara Perancis. “Kalau Presiden Indonesia yang bicara, saya kira akan sangat didengar,” tambahnya.
Sabtu (31/10) lalu, siaran YouTube Sekretariat Presiden menyebarkan sikap Presiden Jokowi yang menyatakan Indonesia mengecam keras pernyataan Presiden Perancis yang menghina agama Islam dan melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia.
Didampingi Wapres Ma’ruf Amin dan perwakilan organisasi-organisasi keagamaan, Jokowi menilai penyataan Macron itu bisa memecah belah persatuan antar umat beragama. Padahal, menurut Jokowi, saat ini seluruh dunia memerlukan persatuan untuk menangani pandemi Covid-19.
Sikap Presiden RI dan Pemerintah Indonesia tersebut, menurut Tb. Ace Hasan Syadzily, Wakil Ketua Komisi VIII dari FPAN, secara diplomatik sangat tepat dan mewakili sikap Pemerintah maupun Muslim Indonesia.
Ace mengatakan, sikap Presiden tersebut setidaknya merupakan langkah protes atas pernyataannya yang tidak sensitif terhadap agama Islam. Menurutnya, Emmanuel Macron mestinya lebih sensitif terhadap pernyataannya terkait dengan karikatur Nabi Muhammad SAW.
“Kita tahu bahwa kebebasan pers itu sangat dijunjung tinggi dalam negara demokrasi, apalagi di Prancis yang sudah dikenal memiliki ideologi negara yang sangat sekuler. Namun kebebasan itu juga ada batas-batas tertentu yang seharusnya tidak boleh menyinggung hal yang sangat dihormati dalam ajaran Islam, yaitu menghormati Nabi Muhammad SAW, dan menjaga sakralitas agama yang kami yakini,” ujarnya.
Pernyataan Macron soal Islam, menurut Ace, terkesan mengeneralisasi ajaran Islam yang pada prinsipnya mengajarkan rahmatan lil alamin. Karena Islam, jelasnya, juga memiliki sikap yang tegas terhadap pihak-pihak yang melakukan kekerasan atas nama agama.
“Tentu sayapun mengecam tindakan main hakim sendiri atas nama agama dalam kasus pemenggalan guru yang memperagakan kartun Nabi Muhammad SAW. Tindakan tersebut juga tidak boleh dilakukan dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum,” tambahnya.
Akan halnya seruan pemboikotan terhadap produk-produk Prancis yang beredar di masyarakat, Ace mengembalikan kepada masyarakat sendiri. Namun soal aksi turun ke jalan, menurutnya tidak perlu dilakukan di masa pandemic Covid-19 saat ini karena dikhawatirkan menimbulkan kerumunan dan menjadi cluster penularan Covid-19 yang lebih banyak madharatnya.
Perihal boikot produk-produk Perancis sebagai respon atas pernyataan penghinaan Macron terhadap agama Islam, Sekjen MUI Anwar Abbas menjelaskan bahwa seruan itu bertujuan untuk menyadarkan Macron dan masyarakat Perancis bahwa pandangan mereka terhadap agama Islam adalah salah.
“Memang dalam ajaran agama, keburukan dibalas dengan kebaikan agar mereka berubah. Tapi kenyataannya mereka tidak berubah, malah semakin melunjak. Kalau sudah sombong seperti itu, mesti dilawan dengan kesombongan karena itu justru sedekah. Imam as-Syafii mengatakan, ‘Bersikaplah sombong dua kali bagi orang yang sombong.’ Jadi ini tujuannya bukan untuk kesombongan, tapi untuk mengubah orang tersebut,” papar Anwar.
Dan kalau pada akhirnya Perancis mengakui kesalahan mereka, lanjutnya, maka aksi boikot tidak boleh dilanjutkan. Karena kalau boikot dilanjutkan, hal itu sudah keluar garis.
Anwar yang ikut hadir dalam penyataan sikap Presiden di Istana Negara dalam posisinya sebagai PP Muhammadiyah menyatakan kegembiraan atas ketegasan Pemerintah dalam menyikapi persoalan ini.
“Presiden sudah mengecam keras, pakai kata keras, itu saya setuju sekali. Sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia, dan negara berpenduduk Muslim terbesar memang sudah seharusnya Presiden berbicara lebih keras dan lebih lantang ke dunia internasional. Ini momen bagi Indonesia untuk tampil membela kebenaran seperti halnya dulu Pak Karno juga tampil memimpin dunia di Gerakan Non Blok,” katanya.
Kendati Perancis menganut paham sekularisme, menurut Anwar, sikap dan pandangan mereka yang menjunjung tinggi kebebasan absolut untuk berekspresi dengan menghina agama/kelompok lain tidak bisa diterima. Karena pada dasarnya, fitrah manusia adalah tidak mau dihina.