Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengapresiasi kinerja Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), bahkan selama satu tahun masa kepemimpinan Presiden Jokowi – Ma’ruf Amin, Kemenlu dinilai sebagai salah satu kementerian yang kinerjanya bagus. Demikian menurut Wakil Ketua Komisi I DPR-RI Abdul Kharis Almasyhari di Jakarta Sabtu (7/11) saat diminta komentarnya perihal kinerja Kemenlu selama setahun ini.
“Kami menilai Bu Menlu Retno Marsudi sangat komit terhadap perjuangan Palestina. Sebagai mitra kerja kami di Komisi I DPR-RI, Kemenlu kami nilai bagus, baik dalam hal diplomasi, perlindungan warga negara di luar negeri, kendati diakui upaya yang dilakukan belum optimal.
Namun demikian Almasyhari mengakui, kalaupun dirasa ada yang belum optimal, hal tersebut disebabkan antara lain, saat ini seluruh dunia termasuk Indonesia tengah bergelut menghadapi pandemi Covid-19.
Selain itu harus diakui juga, Kemenlu mengalami keterbatasan anggaran, sementara tugas dan pekerjaan mereka harus mengcover (mencakup) seluruh negara di dunia. Kami melihat yang cukup mendesak (urgent) diperbaiki di Kemenlu, adalah dengan adanya beberapa perwakilan negara yang wilayah kerjanya cukup luas, sehingga mereka (para diplomat, red.) tidak bisa maksimal dalam memberikan pelayanan kepada warga negara kita di luar negeri, salah satunya karena keterbatasan anggaran.
Karenanya apabila ditanyakan, hal mendesak apa yang perlu ditingkatkan, Komisi I memberikan saran ke depannya, semua sisi atau bidang perlu ditingkatkan, artinya tidak hanya di bidang tertentu saja. Demikian juga dalam hal kemampuan diplomasi, di semua hal perlu ditingkatkan,” papar politisi dari F-PKS ini.
Terkait dengan perlindungan warganegara Indonesia (WNI) di luar negeri dalam kacamata Komisi I DPR-RI, diakui karena masa pandemi ini pada akhirnya menyebabkan semua hal menjadi terbatas, termasuk kendala yang dialami untuk mengadakan tatap muka (pertemuan), dan ini juga dialami semua negara di dunia.
“Seperti juga halnya kita mengalami kendala untuk bisa keluar dan masuk dari satu negara ke negara lainnya, sehingga kondisi pandemi ini pun jadi dianggap juga membatasi ruang gerak, termasuk kinerja para diplomat,” tukas Almasyhari.
Mengapreasi Kinerja Kemenlu sekaligus Memberi Catatan
Dihubungi secara terpisah, anggota Komisi I DPR-RI Muhammad Farhan mngemukakan, kendati Komisi I memberi catatan dalam hal perlindungan WNI di luar negeri, terutama di India dan sejumlah negara di Timur Tengah yang sedang berperang seperti Syria (Suriah), Irak, dan Yaman, namun secara umum DPR mengapresiasi kinerja Kemenlu.
Sementara itu, Farhan yang mewakili Fraksi Nasdem di Komisi I DPR-RI menyatakan dalam upaya perlindungan WNI di luar negeri, DPR mendorong lebih besar lagi peran negara dalam melindungi para Anak Buah Kapal (ABK) WNI, terutama yang berada di kapal nelayan milik Tiongkok dan Malaysia.
“Bahkan ada ancaman perlakuan tidak manusiawi oleh kapal nelayan Tiongkok dan ancaman penculikan perompak Filipina di atas kapal nelayan Malaysia, harus ditekuni sebagai gangguan serius juga terhadap para ABK WNI,” jelasnya pada Minggu (8/11).
Guna lebih meminimalisir gangguan yang muncul di kemudian hari, Kemenlu yang bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) diharapkan mampu memastikan, Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) selaku penyedia jasa TKI, memiliki tanggung jawab besar terhadap TKI yg mereka salurkan ke luar negeri.
Ke depannya diharapkan Kemenlu juga perlu lebih banyak memperluas lagi wawasan dalam perlindungan karya budaya dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) milik WNI di luar negeri, karena pada akhirnya, hal tersebut juga mempengaruhi diplomasi yang dilakukan melalui aspek pendekatan kebudayaan.
Perlindungan WNI di luar negeri juga menjadi concern anggota Komisi I DPR-RI dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha. Dalam kesempatan berbeda ia menyatakan, penanganan masalah WNI di luar negeri, juga menjadi salah satu indikator ukuran kesuksesan diplomat yang ditugaskan di luar negeri.
Menurut Tamliha, keterbatasan anggara, diakui menjadikan pemerintah tidak dapat berbuat maksimal. Kembali pada masalah perlindungan WNI di luar negeri, ini adalah aspek yang perlu ditegakkan, karena menjadi satu dari tiga kriteria atau indikator yang menjadi tugas dan fungsi Kementerian Luar Negeri.
“Jadi kalau upaya perlindungan terhadap WNI di luar negeri tidak bagus, maka juga akan berdampak kurang baik terhadap kinerja Kementerian Luar Negeri. Salah satunya adalah dalam hal penanganan WNI yang melebihi masa tinggal dari yang seharusnya (overstay).
Karena itu salah satu aspek yang perlu ditingkatkan dalam perlindungan WNI di luar negeri adalah mencakup semua segi, baik termaktub pada segi hukum, politik, dan juga konstitusional. Saran kami dari DPR adalah semua WNI di luar negeri harus benar-benar dilindungi, kendati dengan anggaran yang terbatas,” jelasnya pada Minggu (8/11).
“Jadi perlindungan bagi para WNI di luar negeri, tidak hanya ditujukan bagi WNI yang ada di ibukota negara, namun berlaku juga bagi WNI yang bekerja di pinggiran kota. Semua tetap perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Termasuk soal WNI yakni para TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dalam sistem pengupahannya, bagaimana mereka memperoleh hak-hak mereka. Kami juga concern salah satunya adalah bagaimana ‘memberangus’ mafia tenaga kerja,” papar Tamliha lagi.
Ia menambahkan penting bagi Indonesia menjaga pertahanan dunia dan mewujudkan keamanan yang abadi. Dalam kapasitas peranan Indonesia sebagai anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB menambah peran penting Indonesia di kancah perdagangan dan dunia internasional.
Meningkat Tiga Kali Lipat
Di lain sisi, selama periode Januari – Oktober 2020, Perlindungan Warganegara Indonesia (PWNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) telah menangani hampir 88 ribu kasus, yang puncaknya terjadi saat dimulainya pandemi Covid-19 bulan Maret 2020 sampai saat ini.
Saat dihubungi Jumat (6/11), Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, Andy Rachmianto mengemukakan, jumlah kasus yang ditangani Direktorat PWNI dan BHI tahun ini meningkat tiga kali lipat dibanding tahun 2019. “Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kasus yang ditangani mencapai 27 ribu kasus selama Januari – Desember 2019.
Yang menjadi magnitude dari penanganan kasus PWNI di luar negeri, terutama dalam hal penanganan warganegara Indonesia yang dievakulasi selama masih berada dalam masa pandemi Covid-19, apakah terkena dampaknya secara langsung maupun tidak langsung, papar Mantan Dubes RI untuk Yordania dan Palestina ini.
Andy yang baru saja menduduki posisi Dirjen sejak dilantik bulan Juni 2020, ini mengatakan, peningkatan penanganan kasus PWNI di luar negeri ini, terutama sebagai dampak adanya kebijakan locked down, dan juga pembatasan sosial, akibat diterapankannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah negara.
“Maka sesuai arahan Presiden RI dan Menlu, seluruh perwakilan Republik Indonesia di luar negeri telah melakukan refocusing, yakni sesuai tugas dan fungsi Kemenlu, agar berfokus pada upaya perlindungan WNI yang terdampak Covid-19.
Karena itu misi semua perwakilan sesuai fungsi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di luar negeri yang mengurus seluruh fungsi mulai dari urusan perdagangan sampai promosi, di masa awal yakni pada bulan-bulan pertama terjangkitnya Covid-19, semua potensi di KBRI dan Konsulat Jenderal RI di luar negeri, difokuskan kepada perlindungan WNI.”
Dalam hal ini pemerintah melalui perwakilan kita di luar negeri, melakukan langkah-langkah pelayanan dan perlindungan. Awalnya kita melakukan langkah-langkah mitigasi, antisipasi, sekaligus juga membuat contingency plan (rencana kontijensi), dengan membentuk satgas sebagai bagian perwakilan negara kita di luar negeri, karea negara berperan dan harus hadir saat terjadinya kondisi emergency dan extra ordinary.
Selain menangani masalah akibat pandemi Covid-19, Kemenlu melihat perlindungan warganegara kita di luar negeri bagi WNI yang bermasalah, tidak sampai mengganggu hubungan diplomatik kita dengan negara-negara tersebut.
Ini terjadi sebagai dampak hubungan yang sudah sedemikian kuat antara Indonesia dengan Saudi Arabia, atau antara Indonesia dengan Malaysia, karena kita bertetangga sesama negara ASEAN dengan Malaysia. Jadi fondasi hubungannya sudah demikian kuat, sehingga kalaupun ada kasus-kasus high profile, terkait dengan warganegara, dapat diselesaikan tanpa harus mengorbankan hubungan baik dengan negara-negara tersebut.
Dalam hal penanganan kasus-kasus yang high profile, seperti pengenaan hukuman mati warganegara Indonesia di Saudi Arabia dan Malaysia, maka pemerintah melakukan upaya pendampingan, khususnya pendampingan hukum, sampai berhasil membebaskan WNI dari hukuman mati.
Antisipasi Kemenlu secara Preventif
Lebih lanjut Andy menegaskan, guna mencegah atau meminimalisir masalah-masalah yang terjadi atau yang menimpa warganegara kita di luar negeri Kemenlu memandang perlu melakukan langkah preventif, dibanding menempuh langkah perbaikan (kuratif).
Salah satunya Kementerian Luar Negeri melakukan inovasi baru, yakni mengembangkan platform digital, Menuju Pelayanan Publik 4.0. Platform ini sudah diterapkan pada Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler, berupa sistem pelayanan digital.
Contoh antisipasi lainnya, sejak lima tahun terakhir ini Kemenlu juga mengembangkan Portal Peduli WNI. Portal Peduli WNI ini menghubungkan (link) antara Kemenlu Pusat dengan perwakilan kita di luar negeri. Aplikasi web ini, ditujukan bagi WNI yang masa tinggalnya lebih dari enam bulan di luar negeri.
Jadi ada dua fungsi dari aplikasi Portal Peduli WNI, pertama untuk mendata warga negara kita di luar negeri. Data ini penting sebagai profil WNI yang menjadi dasar penyusunan kebijakan tentang Perlindungan WNI.
Kedua, portal ini menjadi platform pelayanan. Jadi WNI yang sudah mendaftar melalui aplikasi ini, dapat mengajukan pelayanan secara online tanpa harus datang ke perwakilan yakni ke kedutaan besar. Banyak warganegara kita yang tinggal di daerah yang jauh letaknya dari ibukota negara ataupun juga jauh dari Konsulat Jenderal kita.
Aplikasi ini sudah bisa digunakan sejak lima tahun terakhir, dan berfungsi membantu warganegara kita. Antara lain untuk memperpanjang paspor atau melegalisasi dokumen yang membutuhkan pelayanan karena menghadapi masalah seperti kriminal, hutang piutang, dapat disampaikan ke perwakilan negara kita, ataupun ke Konsulat Jenderal, tanpa harus datang. Aplikasi ini sudah diterapkan di lebih dari 130’an negara seluruh dunia.
Selain itu, Kemenlu juga sudah menerapkan aplikasi Safe Travel. Tujuannya memberikan kemudahan bagi warga negara kita yang sedang bepergian ke luar negeri, baik saat menjadi turis ataupun para pelajar dan mahasiswa yang sedang studi.
“Di dalam aplikasi ini ada fitur panic button yang fungsinya sebagai tombol darurat. Aplikasi safe travel ini bisa diakses dari masing-masing perangkat ponsel. Apabila tombolnya ditekan, maka akan tersambung langsung dengan KBRI terdekat. Sehingga misalnya warga negara kita sedang liburan, berada dalam tugas pekerjaaan, ataupun sedang tugas belajar, dalam kondisi darurat jika terkena bahaya lain yang mengancam jiwa, bisa langsung terdeteksi.
Di luar program tersebut, Kemenlu juga sudah bekerjasama dengan salah satu provider nasional, mengembangkan sistem informasi nomor-nomor telepon penting apabila kita berada di luar negeri, dan dinamai sms (short message service) blast.