Paruh besar burung pemangsa memahkotai tubuhnya yang terbalut jubah hitam panjang. Di balik jubah, kemeja bulu kuda menyisik kulitnya.
Murka Tuhan meraung dalam khutbah-khutbahnya. Pendeta Girolamo Savonarola menakuti, mengancam, menghukum. Kefasihan lidahnya membakar gereja-gereja Florence: ia mendorong anak-anak melaporkan dosa-dosa orang tua mereka, ia mencela homoseksual dan perempuan-perempuan pezina yang bersembunyi dari Inkuisisi, dan ia menuntut agar karnaval diubah menjadi acara penebusan dosa.
Mimbar-mimbar menyala oleh kegusaran sucinya, dan di selasar para bangsawan berkobar api unggun keangkuhan, dipermarak siang dan malam oleh kata-katanya. Para nyonya bangsawan menghentikan pelesiran dan melempar perhiasan, wewangian, dan berbagai ramuan ke nyala api, bersama lukisan-lukisan yang mengundang nafsu birahi dan buku-buku yang mengagungkan kehidupan bebas.
Di akhir abad limabelas, Savonarola juga dilempar ke kobaran api. Tak bisa mengontrolnya, Gereja membakarnya hidup-hidup.
Eduardo Galeano