Sabtu, November 16, 2024

Ketika kapal-kapal berlayar di darat

Must read

Kaisar Konstantinus memberikan namanya untuk menyebut Byzantium, dan titik temu strategis Asia dan Eropa itu pun menjadi Konstantinopel. Seribu seratus tahun kemudian, ketika Konstantinopel menyerah kepada kepungan tentara Turki, kaisar yang lain, Konstantinus yang lain, mati bersama kota itu, bertempur bersamanya, dan Kristiani pun kehilangan pintu terbukanya ke Timur.

Kerajaan-kerajaan Kristen menjanjikan bantuan, tetapi di saat kritis yang menentukan, terkepung, Konstantinopel tercekik dan mati sendirian. Meriam-meriam raksasa berukuran delapan meter yang dijuluki peremuk tembok dan pelayaran ajaib armada Turki, menjadi penentu jatuhnya kota itu. 

Kapal-kapal Turki tak bisa memutus rantai-rantai bawah air yang menghalangi laju mereka. Sultan Mehmet memberikan perintah sangat aneh: berlayar di daratan. Dengan ditempatkan di landasan beroda dan ditarik banyak lembu, kapal-kapal itu meluncur melewati bukit-bukit yang memisahkan Bosporus dan Tanduk Emas, mendaki dan menuruni satu bukit ke berikutnya di kesunyian malam. 

Saat fajar penjaga di pelabuhan dengan penuh ngeri mendapati armada Turki, entah dengan sihir bagaimana, sedang mengarungi perairan laut di depan mata mereka.

Dari titik itu, pengepungan yang telah berlangsung di darat, berlangsung juga di laut, dan pembantaian terakhirnya membuat air hujan merah.

Banyak orang Kristen berlindung di Katedral Santa Sofia, yang sembilan abad sebelumnya muncul dari igauan Permaisuri Theodora. Kumpulan orang-orang Kristen itu berharap malaikat berpedang api turun dari langit menghalau penyerbu.

Tiada malaikat turun.

Sultan Mehmet yang turun. Dengan menunggang kuda putih ia memasuki katedral, dan mengubahnya menjadi masjid kota yang sekarang bernama Istanbul.

Eduardo Galeano

“Mirrors”

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article