Jumat, Desember 6, 2024

Sistem pendidikan Indonesia perlu desain besar

Must read

Komisi X DPR mengharapkan Pemerintah RI menyusun grand design (desain besar) maupun peta jalan (road map) sistem pendidikan di Indonesia. Selama ini setiap pergantian pemerintahan, menteri dan kurikulumnya ikut berganti, sehingga belum terlihat orientasi pendidikan Indonesia.

“Perlu ada orientasi yang jelas arah pendidikan, apakah ke arah pendidikan akademik, vokasional, profesional, atau bertujuan menumbuhkan jiwa wirausaha (entrepreneur), papar Wakil Ketua Komisi X DPR-RI Dr. Abdul Fikri Faqih, MM di Jakarta, saat dihubungi Sabtu (21/11).

Politisi dari PKS tersebut menyatakan, Indonesia sudah memiliki UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sistem ini dianggap sudah mewakili secara menyeluruh.

Yang diperlukan oleh Dewan adalah semacam grand design, ataupun blue print (cetak biru) Rencana Induk Pendidikan, yang menjelaskan arah pendidikan Indonesia ke arah mana. 

Misalnya Indonesia menganut campuran (mixed) antara akademi vokasi dan  profesi, juga entrepreneur misalnya. Ini di-mixed berapa persen yang vokasi, berapa persen akademik, dan berapa persen entrepreneur.

Misalnya bobot untuk akademi vokasi 70%, profesi 20%, dan entrepreneur 10%. Kita sepakati munculnya angka tersebut, menjadi alasan yang tepat sesuai dengan kondisi Indonesia.

Bicara tentang vokasi, sudah ada gambaran sebagai benchmarking sejumlah negara industri seperti Jerman dan Jepang. Untuk itu konsep yang dipakai di sini, adalah gambaran pada masa Mendikbud Wardiman Djojonegoro, yang dikenal dengan konsep link and match antara dunia pendidikan dan dunia kerja,” kata Abdul Fikri. 

Program SMK ke desa di era industri 4.0

Perbedaan kerangka berpikir masa beberapa puluh tahun silam dengan perkembangan di masa kini adalah, karena pendidikan vokasi yang kita kenal sekarang, tidak seperti dulu lagi. 

Menurut Abdul Fikri,” Kita bukan lagi berada di era mekanik dan era produksi massal, tetapi sudah berada pada era industri 4.0. Ini adalah era inovasi dan kreasi. Dengan demikian ada sejumlah pekerjaan yang dulunya bukan menjadi pekerjaan atau profesi, sekarang muncul menjadi pekerjaan.”

Begitu juga dengan Program Studi (Prodi) di SMK, kini  tidak seluruhnya compatible dengan jenis pekerjaan yang tersedia. “Kami masih mengharapkan, ada rumusan arah Prodi di SMK bentuknya seperti apa. Mungkin saja di SMK saat ini, mereka belajar tentang elektronika, komputer, dan juga komunikasi visual,” terangnya. 

Di era disrupsi ini perlu juga perlu dirumuskan, seperti apa bentuk sistem vokasional yang mengikat antara SMK dengan kebutuhan dunia usaha. Jadi sistemnya akan mengikuti kebutuhan dunia industri dan dunia usaha.

Dirinya kembali mengingatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ke depan, harus mampu memprediksi dan bersifat fleksibel. Jika nantinya sudah ada peta jalan atau cetak biru maupun grand design yang berisi Rencana Induk, harus dapat mencakup dinamika yang terjadi. 

Karena itu kreasi penuh inovasi, perlu diberi ruang bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam Rencana Induk, yang saat ini tengah disusun peta jalannya oleh Pemerintah.

Sesuai UU No. 23 tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah, pendidikan menjadi urusan wajib yang menyangkut kebutuhan dasar. Untuk itu perlu ada pembagian wewenang yang lebih jelas, Pemerintah Kabupaten/Kota mengadakan pendidikan pada tingkatan SMP (Sekolah Menengah Pertama) sampai ke PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). 

Sedangkan Pemerintah pusat berkonsentrasi mengadakan perguruan tinggi. Pemikiran ini dianggap cukup proporsional, kendati kami dari Dewan juga setuju, jika vokasi memperoleh porsi besar sampai 70%.

Maka yang diperlukan adalah bentuk kebijakan umum yang ditentukan dari Pemerintah Pusat, sambil memberi kelonggaran kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, agar mereka dapat melakukan kebijakan yang lebih detail.    

Sampai saat ini sejumlah SMK itu baru ada di tingkat kabupaten/kota. Namun demikian kebutuhan vokasi jangan hanya disandarkan kepada pihak industri. Mengapa demikian, sebab situasi dalam negeri ataupun dunia dan situasi global kita juga belum menggairahkan. 

Karena itu sebaiknya, kita semua memanfaatkan potensi lokal desa, kendati belum ada acuan (tuntunannya). Apalagi SMK yang orientasinya kepada desa hanya SMK Pertanian.  

Berorientasi pada desa itu bagus, mengingat ada anggaran yang bergulir ke desa, yang nilainya lebih dari Rp1 miliar untuk satu desa. Karena itu pemanfaatannya harus diikuti dengan program pemberdayaaan desa, yang diikuti juga dengan peningkatan kapasitas SDM. 

Dalam upaya mendorong inovasi di bidang pertanian, menurut Abdul Fikri, di era pandemi ini sektor pertanian termasuk salah satu bidang yang potential winner dan sanggup bertahan (survive). Sektor pertanian mampu bertahan di tengah pandemi, bersama sektor industri makanan dan minuman (food and beverage). 

Langkah yang perlu dilakukan di era digital ini adalah bagaimana melink-kan (menghubungkan) antara para pedagang sayur atau petani sayur secara daring (online), yang difasilitasi aksesnya dengan pengusaha yang membutuhkan pasokan mereka, seperti pengusaha makanan dan minuman.

Jadi orientasi pendidikan tidak hanya ditujukan bagi siswa (pelajar) dan mahasiswa, tetapi perlu juga mengedukasi tentang bisnis digital kepada para petani dan pedagang bidang pertanian.  

SMK bangun desa berkonsep digitalisasi dan sinergi kementerian 

Pengembangan konsep ‘Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bangun Desa’ yang tengah digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan siap diimplementasikan tahun 2021, merupakan konsep berpikir membawa desa pada proses akses digital (digitalisasi ke desa-desa), dan melibatkan juga sinergi dengan sejumlah kementerian terkait.

Menurut keterangan Direktur Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Dr. Ir. M. Bakrun, MM, sebenarnya ini merupakan perluasan juga dari sistem vokasional yang selama ini digarap bersama dengan dunia usaha.

Disadari oleh para pembina SMK, kondisi yang tidak mudah sedang dialami oleh hampir semua jenis industri yang terdampak oleh pandemi Covid-19, termasuk di dalamnya industri otomotif dan juga industri pariwisata dalam arti luas. 

“Untuk mengatasi hal tersebut sejak 2017 pemerintah aktif mendorong program vokasional melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia. Sejak saat itu penyerapan kebutuhan lulusan SMK pada dunia industri, dirasa sudah cukup bagus. 

Namun kondisi saat ini banyak sektor industri yang mengalami PHK, selain banyak juga di antara mereka yang masih diterima bekerja di sektor industri, ketika industri tersebut mulai bertumbuh lagi di satu daerah tertentu.

Untuk itu saya mendorong agar anak didik, para lulusan SMK tersebut mampu berwirausaha secara mandiri. Tetapi harus diakui, pendidikan wirausaha juga tidak mudah bagi anak-anak. Kami  selalu berusaha terus-menerus, salah satunya dengan mengadakan Sekolah Pencetak Wirausaha.”

Sedangkan untuk Program SMK membangun pedesaan, tidak harus spesifik ke bidang pertanian. Sebagai salah satu penyumbang tertinggi  pertumbuhan ekonomi nasional, di mana pada kuartal II tahun ini dengan 16,24%, bidang pertanian ini tidak terdampak pandemi corona covid-19. 

Saat membangun desa, tidak spesifik bermakna pertanian dalam arti budidaya. Tetapi SMK juga bisa mempercepat proses digitalisasi yang ada di pedesaan. Termasuk juga bidang pemasaran, sehingga secara daring bisa lekas diketahui, harga komoditi di pasaran ini saat ini juga. 

“Untuk membangun dapat saja dilakukan melalui berbagai macam keterampilan, di mana salah satu aspek yang disentuh adalah pertanian. Secara implementasi, banyak dilakukan inovasi agar masyarakat desa juga mampu menguasai teknologi.

Menyadari yang diperlukan bagi mereka adalah pemanfaatan market place, sehingga para siswa SMK yang melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) selama minimal 6 bulan bersama bimbingan para guru, diharapkan mampu memanfaatkan peluang tersebut. 

Selama ini kami mulai sinergi bersama dengan sejumlah kementerian terkait antara lain Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Pertanian; Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil – Menengah; Kementerian Dalam Negeri; serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.

“Sebagai bagian dari program pilot project untuk 500 desa yang akan mulai diimplementasikan tahun depan, saat ini direktorat kami sudah mulai menerapkannya di sejumlah provinsi di Pulau Jawa, termasuk pengembangan tanaman padi dengan pengembangan sentra pertanian yang ada di Kalimantan Tengah,” papar Bakrun.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article