Armando, Menotti, Diaz: Jalan Panjang Diego
Oleh Sabpri Piliang, wartawan senior
Diego Armando Maradona bukan bintang biasa. Percaya diri yang tinggi pada dirinya, membuat pelatih terkadang harus mengalah. Di kemudian hari, salah satu arsitek Timnas Argentina, Carlos Bilardo merasakan itu. Cesar Luis Menotti, bidan Timnas Argentina yang ditugasi negara merebut ‘World Cup” (FIFA Cup) 1978, mengabaikan hukum itu.
Saat menyusun skuad Timnas 1978, Mennoti walau tidak menampik memasukkan Diego ke dalam, skuad. Namun, Argentina 1978 penuh dengan ‘seniman’.
Diego yang masih belia (18 tahun), dan sudah memiliki bakat besar, pada waktunya dianggap Menotti, akan menjadi maestero yang mumpuni. Namun, sang ‘coach’ melihatnya saat itu seperti ‘tunas’ yang kelak akan di panen Argentina, tapi bukan tahun 1978.
Bintang ‘jatuh’ bertebaran di Timnas Argentina 1978, tombak kembar: Mario Kempes dan Leopoldo Luque, lalu ada trio di lini pertahanan Daniel Passarella dengan wibawanya, Alberto Tarantini, Daniel Bertoni. Ditambah lagi Noberto Alonso, Galvan, dan Olguin.
Juga tak kalah fenomenal, gelandang tak tergantikan Osvaldo Ardilles. Sementara di bawah mistar gawang Ubaldo Fillol yang ‘dingin’, terlalu lengket tangannya untuk ditembus lawan.
Diego Armando Maradona adalah bagian dari Timnas Argentina, saat Cesar Luis Mennoti mempersembahkan Piala Dunia 1978 kepada rezim Junta Jorge Rafael Videla. Andai saja, Mennoti saat itu memberi kesempatan kepada Diego, maka ‘sinar bintang’ Maradona akan bersinar lebih awal.
Inilah awal kemarahan Maradona terhadap Cesar Luis Mennoti. Maradona pun membalas Mennoti di tahun 1982, saat World Cup berlangsung di negara Matador, Spanyol. Semangat Maradona yang tidak semenggebu 1978, memberi hasil tidak maksimal. Di sinilah berlaku hukum timing dan momentum. Tahun Maradona ada di tahun 1978, di mana Menotti tak memberinya jalan.
Bersama dengan bintang muda bersinar hebat lainnya, Ramon Diaz, Maradona tak menapak hal baik tahun 1982. Italia yang saat itu tidak di-favoritkan, ternyata sudah melihat Maradona sebagai ancaman untuk mereka bisa mulus ke babak semifinal dan seterusnya.
Dialah Claudio Gentile yang membuat Maradona tak berkutik, dan 99,9 persen gagal memperlihatkan kebintangannya. Pelatih Italia Enzo Bearzot memang melatih Claudio Gentile untuk tak usah bermain dalam sistem, tapi cukup “bermain berdua” dengan Maradona. Berintikan 90 persen veteran 1978, Maradona kecewa. Italia juara 1982.
Masa Puncak
Gagal mengulangi sukses 1978, Cesar Luis Mennoti lengser, dan digantikan oleh Carlos Bilardo. Bilardo merombak total skuad 1982, dan tentu saja menyisakan 3-4 veteran 1982: Maradona, Ramon Angle Diaz, Jorge Valdano, serta kiper Nerry Pumpido.
Sayangnya Maradona berulah, dan saat-saat terakhir menolak masuk Tim Argentina 1986, bila Ramon Diaz juga dipanggil. Carlos Bilardo mengalah, karena tumpuan harapan Tim 1986 World Cup Mexico, adalah Maradona.
Tidak ada konfirmasi yang membenarkan, kabar tersingkirnya Ramon Diaz, karena penolakan Diego Armando Maradona. Apalagi Ramon Diaz dan Maradona, pernah bersama-sama mereguk mahkota juara Piala Dunia di bawah U-20-1979, di mana Indonesia dengan Ricky Yakob, Catur Sudarmanto dkk juga menjadi peserta.
World Cup Mexico 1986, Maradona benar-benar telah menjadi ‘maha’, sekaligus ‘balerina ‘ yang meliuk-liuk bagai bola bekel. Kelincahannya sebagai target man, yang didukung oleh bintang muda: si gondrong Claudio Cannigia, Jorge Burruchaga, si tampan Fernando Redondo, Oscar Ruggiery, Jose Luis Brown, ditambah kiper Nerry Pumpido, benar-benar racikan tango yang asyik dipandang.
Semasa itu, pula Maradona menciptakan gol yang terkenal sebagai gol “tangan Tuhan”, yang kemudian menjebol gawang Peter Shilton (Inggris). Andaikan, gol itu “dianulir”, maka ceritanya akan lain, dan bandul sejarah pun bakal berubah.
Singkat kata, Maradona berhasil membawa Timnas Argentina menjadi Juara Piala Dunia 1986, dan sekaligus melengkapi pencapaian Timnas Argentina 1978.
Diego adalah magnet, Maradona adalah sihir yang tak ada habisnya. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, Maradona adalah aktor yang telah membuat Dunia tersenyum, sekaligus menangis melepas kepergiannya. Selamat jalan, Sang Maha….
Cibubur, 27 November 2020