Kamis, Desember 19, 2024

Motivasi berwisata dan faktor penarik Indonesia

Must read

Catatan Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku

Mestinya pada tahun 2021 ini dengan program vaksinasi Covid-19, boleh diartikan Indonesia masuk status terkendali. Kemudian action plan proyek recovery pariwisata bisa diimplementasikan secara nasional sesuai pemetaan skala prioritas.

Saya hendak menyumbang pemikiran dari sudut pandang branding marketing terhadap program pemulihan dan pengembangan Pariwisata Indonesia masa depan.

Apa sebenarnya motivasi berwisata kita sebagai individu traveler? Apa pula faktor penarik destinasi-destinasi pariwisata di Indonesia untuk mendatangkan wisatawannya?

Baik, mari saya ajak mencari referensi terlebih dahulu supaya lebih afdol dan terhubung.

Nomer 1, mari kita tinjau Korea Selatan di wilayah Asia.

Pada tahun 2019, Korea Selatan mampu mendatangkan 17.5 juta orang turis asing dengan usia rata-rata di-bawah 30 tahun – generasi milennial.Sedangkan turis lokal domestik Korea Selatan sendiri rata-rata 3 juta orang per tahun. Dari sajian data yang saya pelajari, sangat menarik karena turis Indonesia ada dalam urutan teratas disusul Filipina dan Jepang – dari 12.7%  yang mempunyai alasan ke Korea Selatan untuk mendapatkan experience K-pop dan Hallyu. 

Hallyu atau bahasa Inggrisnya Korean wave adalah produk ekspor ekonomi budaya Korea Selatan yang mencapai popularitas global. Mengenai produk ini, kita semua sudah tahu. Bahkan terutama pegiat di rumah segala generasi menjadi penikmat sampai mencandu musik K-Pop dan drakor yang jajaran artis penampil semua cantik rupawan dibalut busana trendi, fashionable.

Duta seni Korea Selatan ini dikelola menjadi trend setter. Dan ada satu lagi. Korea Selatan boleh dibilang sukses juga dengan gastrodiplomasi. Sudah pernah dengar kata kimchi dan memakannya?

Nomer 2, mari kita menelaah Amerika Serikat.

Data perihal turisme AS ini sangat menarik. Demikian statistik perbandingannya pada 2019. Wisatawan Internasional yang masuk AS sebanyak 79.6 juta orang dengan lima urutan teratas dari Meksiko (19.1 juta), Kanada (12.3 juta), Inggris (4.9), Jepang (3.4), China (2.9).

Kota-kota yang paling banyak dikunjungi adalah New York (9.8 juta), Miami (5.38 juta), Los Ageles (4,98 juta), Orlando (4.47 juta), San Francisco (3.57 juta), Vegas (3.33 juta).

Kemudian pada tahun 2019, populasi AS adalah 328.2 juta orang. Dengan catatan wisatawan domestiknya adalah 2.29 miliar perjalanan. Artinya, rata-rata per orang dalam satu tahun melakukan perjalanan 6 – 7 kali.

Dari jumlah keseluruhan tersebut 80% dari semua perjalanan domestik AS adalah untuk perjalanan liburan pada tahun 2019. Sedangkan perjalanan bisnis domestik pada 2019 menyumbang 464 juta perjalanan.

Image by Gerd Altmann from Pixabay

Lalu apa alasan orang-orang berwisata di AS?

Kalau kita mengenal nama-nama kota paling populer yang dikunjungi, kita pasti sudah langsung memahami landmark-nya. Yang paling gampang adalah Las Vegas. Area padang pasir yang dibangun menjadi kosmopolitan wilayah Kasino dan hiburan non-stop 24 jam.

Kemudian Los Angeles dengan Beverly Hills area shopping barang bermerek kelas atas dan Hollywood pusat perfilman dengan deretan nama-nama artisnya yang go global.

Ya, survey menunjukkan para wisatawan mengunjungi Amerika Serikat untuk menyaksikan dan menikmati keajaiban alam – Niagara Falls salah satunya, pariwisata perkotaan, bangunan bersejarah, dan tempat hiburan.

Mengacu terhadap hiburan, ternyata tokoh-tokoh yang mampu mendatangkan turis ke AS adalah para artis papan atas yang popularitasnya menembus seluruh dunia. Bisa saya sebutkan Elvis Presley yang masih banyak duplikasinya/ impersonator di berbagai negara sampai sekarang.

Kemudian rumah dan makam Elvis di Memphis menjadi museum yang masih masuk program “places of interest” pariwisata AS. Lalu yang must visit selanjutnya termasuk Universal Studio, Disneyland. Sampai disini kita semakin paham bahwa pariwisata di Amerika Serikat sudah mapan baik sebagai aktivitas budaya maupun sebagai industri.

Sekarang bagaimana dengan persiapan Indonesia dalam menyongsong traveler masa depan yang bisa diperhitungkan mayoritas dari generasi milenial?

Pada tahun 2019, dari berita resmi BPS (Badan Pusat Statistik) kunjungan wisman (wisatawan mancanegara) ke Indonesia mencapai 16,11 juta orang. Sedangkan Jumlah Perjalanan Wisatawan Nusantara sebesar 282. 925.854 orang.

Merujuk pada hasil sensus penduduk Indonesia 2020, artinya setiap orang Indonesia pernah melakukan perjalanan domestik paling tidak satu kali dalam setahun.

Sudah diakui dunia, bahwa Indonesia mempunyai kekayaan alam, kebudayaan, juga beragam suku dan bahasa yang sangat luar biasa.

Tetapi, mengacu pada kesuksesan dua negara yang saya sampaikan datanya, ternyata Korea Selatan dan Amerika Serikat mampu menjadi magnet pariwisata budaya melalui karya seni industri kesenian dan budaya mereka dengan menggunakan industri seniman-keartisan sebagai brand ambassador negara atau sekarang kita lebih sering menggunakan kata Influencer.

Photo by Alexandr Podvalny from Pexels

Saat ini, thanks to the technology, Indonesia mempunyai ratusan talent ready untuk diangkat, dibina dan dipopulerkan go international.

Saya pikir negara melalui sinergi Departemen Pariwisata, Budaya dan Pendidikan harus mengadopsi mereka sebagai duta-duta bangsa untuk mengangkat popularitas Indonesia yang secara tidak langsung menuju ke target peningkatan wisman. 

Lalu bagaimana dengan kualitas industri musik, drama TV, perfilman juga seni pentas Indonesia yang bisa menjadi alasan wisatawan internasional memilih Indonesia sebagai destinasi kunjungan wisata masa depan?

Turis zaman now kalau diperhatikan melakukan perjalanan karena “ada siapa”-nya di destinasi yang dituju. Bukan melulu karena keindahan alam dan budaya lokal. Urusan eksistensi meng-upload foto dan video di media sosial mereka.

Satu fakta orang Indonesia ramai-ramai berangkat ke Singapura untuk menonton pentasnya Red Hot Chili Peppers dan Gwen Stefani yang juga menjadi bagian acara night race party Formula 1 Singapore Airlines Singapore Grand Prix pada 2019. 

Simpulnya sekarang untuk Indonesia adalah bagaimana cara para negarawan Indonesia menggunakan selebriti Indonesia dalam bersinergi, berkolaborasi dengan para empresario dan pengusaha international. Aksi ekspor – impor industri pentas seni dan budaya perlu dipertajam guna memagnetisasi industri pariwisata Indonesia.

Semua orang perlu hiburan selain NKRI menjalankan misi gastrodiplomasi yang tepat. Seniman bukan lagi diterima sebagai seseorang yang berkarya tergantung mood, inspirasi dan musiman, tetapi 100% dijadikan bagian dari komitmen industri yang berkualitas.

Satu lagi yang perlu dipertimbangkan adalah the power of modern architectures.

Dubai, menggantikan padang pasir menjadi kompleks hunian, perkantoran dan hotel-hotel mewah. Mulai dari Jumeirah Palm hasil reklamasi laut sampai Burj Al Arab yang tinggi menjulang menembus awan. Saat ini Dubai menjadi destinasi pilihan para jetset untuk pentas, berbisnis maupun tinggal dan berinvestasi.

Kemudian Cina. Tentang Cina ini sangat spesifik dalam tujuannya membangun segala infrastruktur canggih, mewah, unik, hi-tech. Kembali saya teringat kalimat “belajarlah sampai negeri Cina”. Pada awal 2000-an, Cina memulai membangun gedung-gedung futuristik dan membuat masterplan di Pudong, Shanghai.

Ya, persis, pemerintah Cina daratan menumbuh kembangkan semua itu untuk menjadi parameter negara-negara lain. Kerjasama internasional bukan lagi sekadar meningkatkan kunjungan wisatawan, tetapi sekaligus memberlakukan hukum dagang. 

Mantap? 

Bali, 28 Januari 2020

  • Penulis adalah Praktisi Pariwisata di Bali
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article