Senin, Desember 9, 2024

Jaket merah di Asabri

Must read

Oleh Eddy Herwanto

Tahun 2014, Mayjen (purn) Adam Damiri, direktur utama PT Asabri, dinobatkan sebagai the best CEO of the year. PT Asabri tahun itu juga merebut penghargaan sebagai the best IT. Manajemen dan karyawan perusahaan asuransi jiwa itu boleh bangga. 

Tahun 2021, kebanggaan itu menjadi noda. Adam Damiri bersama sejumlah pengurus Asabri dan swasta keluar dari gedung Kejaksaan Agung pada 1 Februari 2021 mengenakan jaket merah dalam status sebagai tersangka, dan ditahan. Korupsi yang diduga merugikan keuangan negara lebih dari Rp23,7 triliun mengharuskan mereka kelak maju ke meja hijau. 

Modus kebusukan pengelolaan dana prajurit TNI dan Polri di PT Asuransi ABRI (Asabri) itu serupa dengan Jiwasraya: persekongkolan antara oknum pengurus Asabri dengan manajer investasi (MI) melalui peranan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Sejumlah 8 (delapan) orang ditahan.  

Selain Mayjen (purn.) Adam Damiri (direktur utama 2011-2016), Letjen (purn.) Sonny. Widjaja (dirut Maret 2016 – Juli 2020),  kemudian BE (direktur keuangan Oktober 2008-Juni 2014), HS (direktur 2013-2014, 2015-2019), dan IWS atau Ilham W Siregar (kepala Divisi Investasi Juli 2012-Januari 2017) juga ditahan.

Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi, yang diduga mengendalikan dan memanipulasi saham milik Asabri, ikut ditahan. Benny dan Heru sedang menjalani hukuman seumur hidup dalam kasus korupsi Jiwasraya. Benny adalah pemilik sekaligus direktur utama Hanson International, sedang Heru direktur PT Trada Alam Minerba dan Maxima Integra

BS dan IWS bertanggung jawab dalam perencanaan, pengelolaan investasi dan keuangan, serta dianggap berwenang menyetujui pengaturan serta pengendalian investasi Asabri yang dilakukan Benny Tjokro dan Heru Hidayat. Kata Kejagung, investasi saham dan reksa dana Asabri dilakukan tanpa landasan analisa fundamental dan teknikal.

Akibatnya potensi kerugian Negara, menurut audit BPK, bisa lebih dari Rp23,7 triliun.  

Photo by Anete Lusina from Pexels


Didirikan 1 Agustus 1971, Asabri merupakan persero yang mengelola tabungan dan asuransi prajurit TNI, Polri, dan pegawai sipil di lingkungan Kementrian Pertahanan TNI/Polri. Semula asuransi jiwa untuk anggota TNI, Polri, dan PNS Kemhan ditampung di PT Taspen bersama dengan PNS.

Tapi karena perbedaan batas usia pensiun, dan pemerintah mulai memgurangi jumlah prajurit TNI secara besar-besaran maka pada 1971 dibentuk Perum Asabri. Tahun 1991 jadi persero, 100% saham dipegang negara.

Tidak banyak informasi diperoleh dari situs Asabri yang hanya menyajikan laporan keuangan terakhir 2017 silam. Pada laporan terakhir dari assets Rp44,8 triliun yang diinvestasikan pada surat surat berharga Rp14,971 triliun, naik dari sebelumnya yang Rp12,031 triliun.

Tidak ada catatan keuangan, apakah investasi dilakukan melalui pihak ketiga lewat beauty contest; juga tidak ada catatan berapa dimasukkan ke saham (kelompok LQ 45), dan berapa ke reksa dana.

Yang perlu diingat, angka investasi 2017 yang Rp14,971 triliun dicatat berdasarkan harga akuisisi tahun itu, saat harga saham atau nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana masih tinggi. Tahun 2020, setelah pandemi Covid 19 harga saham, bahkan yang masuk dalam kelompok LQ 45, berguguran. NAB reksa dana juga melorot.

Tak jelas apakah, manajer investasi melakukan switching portfolio saham, cut loss, atau top up lagi dengan premi anggota.

Kuat dugaan Asabri melakukan top up membeli saham yang likuid pada harga rendah pada saat pandemi Covid-19 untuk melakukan average cost down atas harga pokok akuisisi saham semula. Tapi ibarat menggarami laut, top up itu di masa kacau pasar modal justru akan menyebabkan kerugian (unrealized loss) lebih parah. Kecuali Asabri lincah melakukan trading harian atau mingguan untuk mendapatkan capital gain.   

Jika dilihat pada catatan arus kas, investasi pada efek efek di 2017 itu ternyata hanya memberikan return Rp362,12 miliar, sedang sebelumnya (2016) hanya Rp113,6 miliar. Pada tahun berikutnya Asabari tampaknya mengalami missmatch karena pada tahun 2017 itu, harus membayar klaim Rp1,349 triliun.

Jelas tidak akan bisa ditutup dengan hasil investasi. Untung Asabri menerima setoran premi anggota Rp1,394 triliun sehingga klaim itu bisa dibayarkan. Kas di tangan tipis hanya Rp119 miliar.

“Kegagalan” investasi di surat surat beharga itu rupanya menyebabkan manajemen tergantung pada kelancaran pembayaran premi untuk memenuhi kewajiban membayar klaim. Sudah mulai gali lubang tutup lubang. Tidak jelas mengapa lubang menganga sejak 2016 itu tidak dilihat Otoritas Jasa Keuangan selaku pengawas lembaga keuangan nonbank, dan Kementrian BUMN selaku pemegang saham. Mestinya mereka sudah meniup peluit lebih dini.

Apalagi dalam penyajian laporan keuangan juga terjadi perubahan. Dalam laporan keuangan 2014 ada akun Aset Keuangan Tersedia untuk Dijual (2014: Rp8,77 triliun, 2015: Rp16,243 triliun), dan akun Aset Keuangan Dimiliki hingga Jatuh Tempo (2014: Rp14,651 triliun, 2015: Rp7,739 triliun).

Tapi pada laporan keuangan 2016, kedua akun pada baki Asset Tidak Lancar itu hilang, sementara pada Assets Lancar muncul akun baru bernama Efek-efek.

Tidak ada penjelasan untuk peruabahan itu. Situs Asabri sendiri hanya memberikan laporan keuangan singkat sepanjang 5 halaman, tanpa memberikan catatan dalam laporan keuangannya sejak 2006. Rada aneh. Mengingat Asabri meraih banyak penghargaan dan sertifikat.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article