Senin, Desember 30, 2024

Hak WNI bipatride menjadi bupati

Must read

Oleh Bahrul Ilmi Yakup

Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi dan Pengajar Ilmu Perundang-Undangan

Terpilihnya, Orient P Riwu Kore sebagai Bupati Kabupaten Sabu Raijua, memantik heboh, oleh karena sesuai keterangan dari Kedubes Amerika Serikat, dia memiliki status warga negara Amerika Serikat, selain WNI. Selain memantik heboh, tak pelak, kasus tersebut juga menciptakan kekisruhan sekaligus kebingungan tersendiri bagi pemerintah dan penyelenggara Pilkada.

Munculnya kekisruhan serta kebingungan tersebut mencerminkan salah satu perilaku buruk birokrat dan rakyat   Indonesia yang cenderung bersikap reaktif serta non rasional, mungkin sebagai dampak serbuan  berita media sosial yang memang bersifat informatif namun sering kali asal bunyi, tidak menyajikan kebenaran yang  mencerdaskan.

Indikator  kesalahan Orient P Riwu Kore

Secara indikatif, pemerintah dan penyelenggara Pilkada menduga Orient P Riwu Kore telah salah, oleh karena menyandang status sebagai warga negara Amerika, selain Indonesia, yang dalam termonilogi hukum disebut bipatride atau dwikewarganegaraan. Benarkan itu suatu kesalahan dalam rezim hukum Pilkada?

Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, warga negara Indonesia (WNI) adalah orang bangsa Indonesia asli dan orang asing yang disahkan menjadi warga Indonesia, yang  secara umum dikenal melalui proses pewarganegaraan atau naturalisasi.  

Untuk kategori orang Indonesia asli, UU No. 12 Tahun 2006 mengatur bahwa  seseorang menjadi WNI  berdasarkan garis keturunan yang dikenal berdasarkan asas ius sanguinis (law of the blood) maupunius soli (law of the soil).

Seseorang menjadi WNI berdasarkan garis keturunan bersifat mutlak, sedang seseorang menjadi WNI berdasarkan tempat kelahirannya sesuai asas ius soli bersifat relatif. Artinya, seseorang dapat  untuk tidak menjadi WNI, meskipun dia dilahirkan di Indonesia.

Aturan yang mutatis mutandis juga ada dalam Undang-Undang  Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang diubah dengan UU No. 24 tahun 2013.

Menurut Pasal 23 UU No.12 Tahun 2006, ada 9 kausa  seseorang kehilangan status sebagai WNI, antara lain, (1) memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri; (2) tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu.

Berdasarkan keterangan Kedubes Amerika dan passport yang dimilikinya, memang diketahui Orient P Riwu Kore berstatus sebagai warga negara Amerika. Namun demikian, apakah berarti dia kehilangan status sebagai WNI?

Meskipun norma Pasal 23 huruf a UU No.12 Tahun 2006 memberi kesan seolah-olah seorang otomatis kehilangan status WNI manakalah memperoleh kewarganegaraan asing, namun ternyata makna yuridis norma tersebut tidaklah demikian.

Sebab, ada norma pengecualian yang diatur Pasal 24 sampai dengan Pasal 27, serta norma prosedural yang diatur Pasal 29 dan 30 UU No.12 Tahun 2006, dan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007.

Prosedur Kehilangan status WNI.

Norma Pasal 23 huruf a UU No.12 Tahun 2006 memang mengatur seseorang kehilangan status WNI manakalah memperoleh kewarganegaraan negara asing.

Namun norma tersebut tidaklah berlaku dan  bersifat otomatis. Sebab, ada prosedur hukum tertentu yang harus ditempuh dan dipenuhi untuk menyatakan sesorang kehilangan status WNI.

Pasal 30 UU No.12 Tahun 2006, mengatur  prosedur seorang kehilangan status WNI diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yaitu No.12 Tahun 2007. PP No.12 tahun 2007  mengatur 2 mekanisme seseorang kehilangan status WNI, yaitu berdasarkan tindakan aktif melalui  permohonan, atau berdasarkan pengguguran status WNI karena adanya sikap pasif, melalui laporan pejabat berwenang atau masyarakat.

Pasal 32 PP No.12 Tahun 2007 mengatur, seseorang kehilangan status WNI berdasarkan pengguguran karena sikap karena adanya pasif harus berdasarkan adanya laporan  masyarakat atau pejabat daerah kepada pejabat pusat. Selanjutnya, pejabat pusat yang mengetahui adanya sesorang kehilangan status WNI harus mengkoordinasikannya   dengan menteri terkait.

Menteri yang berwenang memeriksa kebenaran laporan adanya sesorang yang kehilangan status WNI yang dengan cara melakukan klarifikasi kepada pelapor, terlapor, dan instansi terkait.

Hanya setelah menteri yakin bahwa benar seseorang telah kehilangan status WNI, menteri menerbitkan Keputusan Menteri bahwa orang tersebut telah kehilangan status WNI. Ujung dari proses tersebut adalah, menteri mengumumkan nama orang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut dalam Berita Negara RI sebagaimana ketentuan Pasal 29 UU No.12 Tahun 2006.

Dengan demikian, sepanjang belum terbit Keputusan Menteri bahwa seorang telah kehilangan status WNI dan Pengumuman nama orang bersangkutan telah kehilangan status WNI dalam Berita Negara RI maka seseorang tetap sah sebagai WNI. Apalagi secara faktual masih memegang dokumen kepedudukan sebagai WNI sebagaimana diatur UU 23 Tahun 2006 yang diubah dengan UU No.24 Tahun 2014 tentang Administrasi Kependudukan.

Sebaliknya Potentially Expatriating Acts Amerika mengatur bahwa seorang warga negara Amerika otomatis kehilangan kewarganegaraannya apabila menyatakan kesetiaan kepada suatu negara asing, atau  warga Amerika yang telah berumur 18 tahun bekerja sebagai keryawan negara asing.  Mekanisme kehilangan warga Amerika nyatanya lebih simpel dibandingkan dengan kehilangan WNI.  

Tanpa kewajiban full disclosure

Pasal 7 ayat (1) UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota hanya mengatur bahwa setiap WNI memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai calon kepala daerah (Cakada), tanpa memuat larangan atau pengecualian terhadap WNI bipatride, bahkan tanpa mengatur kewajiban Cakada melakukan  full disclosure akan  status kewarga-negaraannya. Dengan demikian, status WNI cukup dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Oleh karena itu, secara jelas rezim hukum Pilkada membolehkan WNI bipartide berhak menjadi calon serta terpilih untuk menjadi Gubernur, Bupati, atau Walikota, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan 28D ayat (3) UUD 1945.

Bahwa ke depan WNI bipartide hendak  dilarangan atau dikecualikan, atau dengan kewajiban melakukan full disclosure atas status WNI, haruslah diatur dalam undang-undang berdasarkan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang vide Pasal 20 ayat (1) UUD 1945.

Hal demikian sangat perlu dilakukan, agar memberi kepastian hukum dan keadilan kepada warga negara serta guna melindungi  suara rakyat sebagai konstituen.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article