Jumat, Oktober 4, 2024

Sebuah prolog Revolusi Prancis

Must read

Prosesi bergerak sepanjang jalan Abbeville.

Setiap orang di pinggir jalan membuka topi ketika tokoh utama, tegak tinggi di atas salib dan para santo, lewat. Setiap dan semua orang, kecuali tiga anak muda yang tidak memperhatikan, lebih sibuk mengamati gadis-gadis di kerumunan penonton.

Mereka dijadikan terdakwa. Tidak hanya mereka menolak membuka tutup kepala di depan penampilan fisik Yesus, mereka bahkan melecehkannya. Para saksi mata menambahkan beberapa bukti memberatkan: sang tokoh dipatahkan sehingga berdarah, dan sebuah salib kayu dipuntungi dan dibuang ke selokan. 

Pengadilan memfokuskan kemurkaannya kepada salah satu dari tiga anak muda itu, Jean-François de La Barre. Walaupun umurnya baru duapuluh, anak muda besar mulut itu menyombongkan diri bahwa ia telah membaca Voltaire, dan ia menantang para hakim dengan kesombongan yang bodoh.

Di hari eksekusi, sebuah pagi yang cerah di tahun 1766, tak seorang pun ketinggalan untuk hadir di alun-alun kota. Jean-François menapaki tangga perancah, berbagai tulisan bergantungan di lehernya: “Tak beriman, penghina Tuhan, asusila, menjijikkan, memuakkan.”

Algojo merobek lidah terhukum dan memotong kepalanya. Ia memotong-motong tubuhnya dan melemparkan potongan itu ke api unggun. Bersama potongan tubuh, ia lemparkan juga buku-buku Voltaire, supaya pengarang dan pembaca dibakar bersama-sama.

Eduardo Galeano

“Mirrors”

Penerjemah: Wardah Hafidz

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article