Kamis, November 28, 2024

Mempercepat vaksinasi Covid-19

Must read

Di tengah kekhawatiran adanya varian baru virus dan isu penggumpalan darah.

Sampai sekarang sekitar 40 juta dosis sudah masuk ke Indonesia, baik dalam bentuk dosis  maupun berbentuk bulk atau bahan baku. Tentu saja dengan jumlah dosis sebanyak itu diharapkan proses vaksinasi Covid-19 berjalan lancar.

Terlebih lagi berbagai fasilitas dan akses vaksinasi makin bertambah banyak, seperti bertambahnya lokasi vaksinasi dan adanya vaksinasi drive thru yang melibatkan usaha swasta.
 
Menanggapi hal itu, Profesor Sri Rezeki Hadinegoro, ahli vaksin pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan bahwa program vaksinasi yang sudah dijalankan pemerintah sudah berjalan baik. “Aksesnya dan sarananya sudah bagus. Di kota-kota besar seperti Jakarta, bandung, dan Surabaya), sudah berjalan lancar. Pemda-pemda juga sudah menjalankan dengan baik,” ujarnya.
 
Masalahnya terletak pada warga masyarakat. Masih banyak warga yang masih malas dan memilih menunggu dipanggil untuk menjalani vaksinasi. Padahal sekarang sudah tersedia jalur untuk pendaftaran. Begitu pula pada lansia.

Sejauh ini masih banyak lansia yang belum divaksin.  Ini karena lansia belum banyak mendapatkan bantuan agar bisa divaksinasi. “Ngga ada yang bantu ngurus dari keluarganya,” tambah Sri Rezeki.

Padahal di luar negeri, vaksinasi lansia dibantu oleh swasta. Maka, anggota keluarga yang lebih muda sebaiknya membantunya, karena vaksinasi lansia hanya berlangsung dua hari saja: pada saat suntikan dosis pertama dan kedua.
 
Masyarakat pun tak perlu kawatir adanya varian-varian baru virus Covid-19 yang sudah ditemukan di Indonesia. Sebab, semua virus pasti akan bermutasi. “Dampak varian baru itu terhadap efek vaksin baru diketahui dalam jangka panjang,” sambung Sri Rezeki. Yang jelas adanya varian tersebut jangan sampai menunda dan menghambat vaksinasi.
 
Begitu pula mengenai adanya penangguhan sementara penggunaan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca yang ditunda sementara gegara isu penggumpalan darah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menurut Sri, sudah menyatakan aman. Kecuali , penggumpalan darah itu merupakan gejala yang kerap terjadi pada lansia dan penderita penyakit komorbid, seperti penyakit jantung, diabetes dan hiperkolesterol. Tidak divaksin saja, penderita berisiko mengalami penggumpalan darah. “Vaksin apa saja (bukan hanya vaksin Covid-19) juga punya risiko tromboemboli,” tuturnya.

Ia meminta jangan sampai vaksinasi jadi tertunda-tunda akibat isu penggumpalan darah. Angka kasus penggumpalan akibat vaksin Covid-19 juga terbilang sedikit, sekitar 1%. “Lain halnya jika  kasus penggumpalan darah meningkat dua kali setelah divaksinasi. Kita perlu kawatir,” katanya.

Mempercepat capaian herd immunity

Sementara itu dokter Made Cock Wirawan, dokter umum yang berpraktek Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar, Bali, mengatakan bahwa vaksinasi yang sudah dilakukan pemerintah sejauh ini sudah berjalan baik. Tenaga vaksinator juga jauh dari mencukupi, karena ada ribuan tenaga kesehatan yang diperbantukan dari TNI dan Polri.

Namun, Made menilai vaksinasi ini masih jauh dari harapan, karena jumlah vaksin yang sudah digunakan masih terbatas. Begitu pula proses vaksinasi yang relatif lambat bila dibandingkan dengan besaran sasaran yang ingin dicapai dan kecepatan yang diharapkan. Ia melihat pada waktu vaksinasi tahap pertama, sempat terhambat, tetapi sekarang sudah lancar.

Ia menekankan perlunya “Karena lama kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin ini belum diketahui, maka dibutuhkan kecepatan proses pencapaian herd immunity,”  ucap dokter yang terkenal dengan akun Twitter @blogdokter yang memiliki 1,8 juta pengikut.

Ia meminta temuan varian baru virus Covid-19, seperti varian B1.1.7,  mempengaruhi percepatan vaksinasi. “Sebab dari beberapa penelitian dan pendapat ahli, vaksin yang saat ini dipakai masih bisa digunakan untuk (mencegah) varian baru Covid-19. (Jadi) Belum dperlukan penghentian vaksinasi,” sambung Made, yang pernah bekerja sebagai dokter umum di Atambua, Nusa Tenggara Timur.
 
Sedangkan mengenai vaksin AstraZeneca, Made memandang perlu dilakukan review ulang terhadap studi klinis yang dilakukan AstraZeneca.

“Langkah BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang melakukan review pemakaian vaksin AstraZeneca sudah benar,” katanya. Namun ia mengakui bahwa WHO dan AstraZeneca sudah memberikan penjelasan tentang kasus-kasus yang terjadi.
 
Sejauh ini menurut Kemenkes RI, data per 17 Maret 2021, menunjukkan bahwa 1.431.713 dari 1.468.764 tenaga medis sebagai penerima vaksinasi tahap pertama, sudah mendapatkan vaksinasi tahap pertama atau sekitar 97,48%.

Sedangkan yang sudah disuntik dosis kedua sebanyak 1.208.113 tenaga medis (82,25%). Kemudian lansia yang menjadi penerima vaksin kedua berjumlah 21.553.118 orang. Namun yang sudah divaksin dosis pertama 836.628 (3,88%) dan yang menerima dosis kedua sebanyak 6.600 orang (0,03%).

Sementara itu, penerima vaksin tahap kedua yang berasal dari kelompok pekerja publik ditargetkan sebanyak 17.327.169 orang. Dari jumlah tersebut 2.436.907 orang sudah divaksin dosis pertama (14,06%) dan sebanyak 661.427 orang yang baru divaksin dosis kedua (3,82%).

Bila ditotal, dari tiga kelompok tadi yang berjumlah 40.349.051 target, baru 4.705.248 orang yang sudah disuntik vaksin dosis pertama (11,66%) dan 1.876.140 orang (4,65%) yang sudah diinjeksi vaksin dosis kedua.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah orang divaksinasi terus dilakukan, seperti dengan memperbanyak lokasi vaksinasi dan menggandeng dunia usaha untuk melakukan vaksinasi drive thru.

Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara

Selain itu juga pemerintah dan dunia usaha mendatangkan sejumlah vaksin Covid-19 dari luar negeri, baik melalui bilateral maupun multilateral seperti lewat lembaga internasional.

Antara lain, dari Sinovac dan Sinopharm (Cina), Moderna dan Pfizer (Amerika Serikat), dan AstraZeneca (Inggris). Belum lagi ada berbagai tawaran dari beberapa produsen vaksin lain, seperti vaksin Sputnik V dari Rusia.
 
Sementara dari dalam negeri, sejumlah peneliti kini mengembangkan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara yang bertujuan membantu pemerintah dalam penyediaan vaksin sehingga dapat mempercepat penanggulangan pandemi Covid-19.

Sejauh ini kedua calon vaksin itu masih menjalani ujicoba untuk melihat efektivitas, efikasi, dan keamanan. Meskipun kedua vaksin tersebut buatan dalam negeri, bukan berarti mendapatkan pengecualian dalam pemenuhan kajian ilmiah yang telah ditentukan oleh Badan POM.

Semua itu dilakukan agar masyarakat yang natinya menggunakan vaksin tersebut merasa nyaman dan aman. 
 
Di luar itu, pemerintah terus menegakkan pentingnya mematuhi 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker), dan gencar melakukan 3T (test, tracing dan treatment).

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article