Kamis, Desember 19, 2024

Kiamat pertanian

Must read

Catatan Farid Gaban

Presiden Jokowi akhirnya bicara menyusul kontroversi luas rencana impor beras.

“Saya perlu tegaskan,” kata Presiden, “bahwa tidak akan ada impor komoditas beras hingga bulan Juni mendatang.”

Perlu dicatat, Presiden Jokowi hanya sedang menunda impor beras (sampai Juni).

Presiden juga mengatakan “hampir tiga tahun belakangan ini, Indonesia tidak mengimpor beras.”

Data BPS menunjukkan pernyataan itu keliru, kita masih mengimpor beras dua tahun lalu (2019), meski cuma 445.000 ton.

Pada kenyataannya, menurut data BPS, rata-rata impor beras per tahun pada era Jokowi periode pertama lebih tinggi dibanding masa pemerintahan presiden-presiden sebelumnya.

Bagaimana pun, kontroversi impor beras yang terjadi hampir setiap tahun, juga perseteruan antara Kepala Bulog dan Menteri Persagangan, sebenarnya menutupi soal yang lebih mendasar: yakni buruknya kebijakan pertanian dan pangan kita.

Indonesia tak hanya mengimpor beras. Dari segi nilai, bahkan impor beras termasuk kecil. Indonesia makin tergantung pada impor untuk berbagai produk pangan: gandum, gula, kedelai, susu, daging dan bawang.

Impor gandum (yang tidak pernah kita tanam) menggerus devisa terbesar dari sektor pangan. Dan jumlahnya terus meningkat.

Sektor pertanian dan pangan kita terus-menerus merosot. Lahan pertanian menipis. Kerusakan lahan dan alam membenamkan produktivitas serta memicu ketidakpastian panen.

Tapi, lebih dari segalanya, merosotnya pertanian ditunjukkan oleh ambyarnya kesejahteraan petani. Dari tahun ke tahun, jumlah petani terus turun. Sektor pertanian ditinggalkan orang.

Pekan ini, Kantor Bappenas menyatakan, dalam kurun 40 tahun Indonesia akan kehilangan petani sama sekali.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Trend itu sudah berlangsung sejak kegagalan “Revolusi Hijau” zaman Orde Baru. Tapi, pemerintah dari presiden ke presiden tidak serius membenahinya.

Bahkan cenderung salah arah. Kebijakan food-estate (pertanian korporasi skala besar), misalnya, yang dicanangkan baik oleh Soeharto, SBY maupun Jokowi, bukanlah solusi. Justru makin membuat petani kecil terpuruk, mempercepat kepunahannya.

Hobi mengimpor juga jalan pintas, menghibur kita akan ketersediaan pangan, tapi membuat kita lupa menyelesaikan masalah dasarnya.

Tanpa ada solusi radikal, mendasar dan menyeluruh, kiamat pertanian hanya menunggu waktu saja.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article