Jumat, November 15, 2024

Teror, hantu, dan motifnya

Must read

Catatan Farid Gaban

Per definisi, terorisme adalah kekerasan dengan motif politik (termasuk ideologi, agama). Teror dilakukan untuk mencapai sasaran politik: misalnya menuntut kemerdekaan atau mendirikan negara baru.

Tanpa motif politik, itu kejahatan biasa. Tindakan seorang psikopat, yang tidak punya motif politik, bukanlah terorisme.

Karena merupakan kekerasan bermotif politik, solusi terorisme ya politik. Bernegosiasi tentang tuntutan politik.

Kita tak akan bisa membasmi terorisme tanpa mengudari motif atau mengetahui motif politik sebenarnya dari pelaku.

Motif politik menuntut adanya organisasi/gerakan, yang sekaligus menjadi wahana negosiasi politik.

Dulu Gerakan Aceh Merdeka juga disebut teroris oleh Pemerintah Indonesia. GAM sebaliknya menuduh TNI/Polri sebagai teroris.

GAM ingin Aceh menjadi negeri merdeka. Indonesia bersikeras “NKRI Harga Mati”. Negosiasi politik berlangsung belakangan, kompromi ditemukan dan sekaligus menghentikan teror kedua pihak.

Yang menjadi soal, terorisme di Indonesia belakangan ini ajaib: motif politik mereka tidak jelas dan tidak koheren.

Dalam banyak kasus, seperti dua aksi mutakhir di Makassar dan Mabes Polri, tuntutan politik justru absen.

Motif politik tindakan terorisme lebih sering diungkapkan polisi dan para analis/pengamat dibanding oleh tersangka teroris sendiri.

Terus, gimana, dong?

Kalau tidak ada tuntutan politik dan tidak jelas motif politiknya, serta tak diketahui lawan negosiasi politiknya, ya artinya kita sedang melawan hantu.

Dan hantu bisa diciptakan oleh siapa saja, untuk tujuan apa saja.

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article