Oleh Anang A. Yaqin
Sudah lama pikiran dan batin saya berusaha keras menebak-nebak apa sebenarnya yang dimaksud dengan kehendak Tuhan. Bagaimana sebenarnya tangan Tuhan menyentuh wilayah kehidupan makhluk ciptaannya. Apakah keterlibatan Tuhan dalam dunia keseharian makhluk itu bisa ditangkap secara indrawi? Bagaimana Tuhan mengabulkan doa-doa dan hal-hal yang lain bersifat duniawi belaka yang diisyaratkan dalam firman?
Sejujurnya pertanyaan-pertanyaan ini muncul dari sebuah proses dialektis keimanan yang saya jalani. Proses keimanan yang dimiliki berdasarkan pewarisan juga berdasarkan proses belajar secara jalur akademis maupun non-akademis.
Proses keimanan yang dihadapkan pada dunia keseharian manusia yang dipenuhi silang sengkarut antara das sein dengan das solen. Keadaan yang seringkali membuat jati diri kemanusiaan tergagap-gagap untuk menentukan sikap hidupnya. Karena itu butuh bantuan kehadiran Tuhan yang diyakini sebagai sumber yang selalu ada dan tersedia untuk makhluk ciptaanya.
Namun begitu, ketersambungan antara khalik dan makhluk menjadi masalah. Betapa tidak tersambungnya kita dengan yang menciptakan alam raya ini. Padahal, Tuhan dipersepsi bersifat ghaib, tidak nampak, tapi ketidaknampakannya diyakini menentukan setiap sesuatu yang nampak dan yang tidak nampak. Bagaimana sesuatu yang tidak nampak dan tidak terbayangkan itu terlibat bahkan menentukan irama kehidupan ini.
Causa Awal
Keyakinan akan adanya Tuhan sebagai sebab awal dari sebab kehadiran lain, didapat atas dasar firman maupun penelusuran logika manusia (filsafat). Ke-ada-annya sebagai penyebab ada yang lain menjadi wajib. Keteraturan sistem makro kosmik dan keselarasan hidup di alam mikro dipercayai ada rancangan sebelumnya. Rancangan yang dilakukan oleh maha perancang yang sempurna.
Tuhan sebagai causa awal. Karena segala sesuatu yang ada di alam raya ini terjadi dan mengacu pada prinsip sebab akibat. Sesuatu ada karena ada yang lain yang menjadi penyebab ada-nya. Terus berurut sampai pada sebab awal. Sebab awal ujung dari sebab sehingga tiada sebab lain. Kesebabannya merupakan wajib sebab.
Dalam menciptakan alam raya ini, Tuhan menjadi sebab yang merancang dan menyebabkan hadirnya alam raya. Saya memilih berkeyakinan Tuhan merancang alam raya ini dalam dua tahap. Tahap pertama merancang sistem utama yang disebut alam makro (makro kosmik).
Di alam makro ini, prinsip-prinsip, hukum alam, dasar keteraturan merupakan satu kesatuan sistem baku yang menjadi dasar bagi bekerjanya alam mikro (mikro kosmik). Semacam software (perangkat lunak) seluruh tatanan jagat raya. Untuk tahap kedua berupa alam raya dalam bentuk fisik tempat makhluk segala ciptaan menjalankan amanah dirinya. Alam raya berwujud fisik inilah yang disebut mikro kosmik. Mikro kosmik tidak akan keluar dari prinsip makro kosmik yang terkumpul dalam satu kesatuan sunatullah.
Di alam mikro itu, sesuatu akan terjadi berdasarkan prinsip-prinsip alamiah yang menjadi wajib terjadi jika syarat-syarat untuk terjadinya terpenuhi. Bisa menjadi separuh (cacat) bila tidak semua syarat alamiahnya tidak terpenuhi.
Untuk dapat lebih mudah dibayangkan, Tuhan menciptakan alam raya dalam dua tahap seperti manusia menciptakan mesin. Pertama “dibuat” dulu sistem prinsip-prinsip bekerjanya mesin tersebut. Setelah semua prinsip dan hukum bekerjanya mesin tersebut siap, baru dibuat mesinnya.
Tentu saja akan sulit dibayangkan bagaimana bekerjanya Tuhan dalam menciptakan dua hal tersebut. Mir Damad filsuf yang sering disebut sebagai “guru ketiga” menyebut, proses ini semacam percikan api dari sumber maha energi. Percikan ini mememiliki perbedaan jarak waktu proses penciptaan alam raya sebagai sistem dan penciptaan alam fisik.
Saya termasuk yang berkeyakinan Tuhan sebagai Maha Energi. Kenapa maha energi? Energi bersifat kekal tidak bisa dihancurkan. Energi membuat gerak untuk seluruh tatanan kehidupan.
Dan hanya energi yang dapat tersambung secara langsung dengan sumbernya yakni maha energi. Energi juga dapat berubah bentuk dalam waktu sangat cepat. Energi tidak hanya dalam bentuk tenaga (power), tetapi satu kesatuan daya yang menggerakkan.
Menggerakkan seluruh makhluk ciptaanya secara simultan dengan simpul penghubungnya adalah ruh. Darah dalam tubuh manusia yang memompa ke seluruh bagian tubuh tidak akan terjadi bila tidak ada energi di dalamnya. Bekerjanya energi dalam darah bukan peristiwa yang kasat mata.
Begitu juga perputaran makhluk-makhluk Tuhan penghuni alam raya ini, seperti bumi yang berputar dan matahari yang terus menerus memancarkan sinar adalah peristiwa bagaimana energi bekerja. Energi bekerja kosntan selama sumber-sumber energi tetap terhubung.
Energi Ilahiah
Meskipun tetap mempertimbangkan firman, mengerti kehendak Tuhan sejatinya tidak bisa didekati melalui pendekatan syariat. Jalan syariat sudah selesai dan hanya membuat manusia berhenti untuk berpikir. Berhenti berpikir artinya kita menyangkal anugerah yang diberikan kepada kita yakni akal.
Karena kita berakal maka kita mengerti dan meyakini adanya Tuhan sebagai causa awal. Inilah jalan yang harus kita telusuri sebagai makhluk yang dibekali peralatan lengkap untuk mengerti secara utuh secara keseluruhan apa-apa yang berada di sekeliling dunianya. Dunia badag dan dunia alusnya.
Jalan filsafat dan jalan tasawuf adalah dua jalan yang tersedia sesuai dengan bekal kodrati yang ada pada manusia. Dengan jalan filsafat kita akan mengerti urutan logikanya. Dengan jalan tasawuf kita akan merasakan kehadirannya.
Ada banyak tokoh filsuf yang berupaya menggabungkan dua jalan ini. Mir Damad (1588 -1629) yang disebut juga guru dari Mulla Shadra. Dan tentu saja Mulla Shadra. Meskipun pada awalnya mereka disebut sebagai Aristotelian seperti Al Farabi dan Ibn Sina yang sering disebut kalangan Paripatetis. Tetapi, sebagai filsuf muslim, mereka berusaha mempersandingkan antara pendekatan akal positif dengan pendekatan ruhani (tasawuf) atau sering disebut juga dengan pendekatan metafisika esensial. Bisa dipahami, kenapa mereka mempersandingkan dua hal tersebut, karena dua hal itu yang secara alamiah melekat pada manusia.
Dengan menggunakan dua pendekatan ini, kita menemukan Tuhan adalah sumber energi tanpa batas. Sang Maha Energi ini dapat tersambung dengan seluruh kehidupan di alam makro kosmik maupun mikro kosmik.
Di alam makro, kehadiran energi ini ditunjukkan dengan kepatuhan sistem alam raya pada prinsip-prinsip tak terbantahkan. Keteraturan, ketaatan sebagai satu kesatuan sistemik alam raya adalah akibat dari ketersambungannya dengan Maha Energi. Maka sistem itu dengan sendirinya berjalan menggerakan alam mikro.
Pada alam mikro (jagat alit) yang berwujud fisik, planet dan seluruh tata surya, energi keTuhanan adalah sumber kehidupan. Energi ini terhubung dengan simpul ruh pada masing-masing makhluk ciptaan itu.
Oleh karenanya setiap makhluk hidup memiliki ruh. Ruh ini yang menangkap gelombang energi dari maha energi sehingga dia bisa hidup dan menjalani amanah kehidupan. Dalam proses ini, hukum-hukum alamiah berlaku. Ada kelahiran, ada tumbuh, ada bencana, ada kerusakan. Semua yang ada di jagat alit itu terhubung atas dasar sebab dan akibat belaka. Keterkaitan satu materi dengan materi lain menyebabkan hadirnya materi lain.
Sperma yang bertemu dengan sel telur pada rahim, melahirkan makhluk baru. Biji yang mendapatkan pupuk dan air serta tumbuh menjadi tunas. Terus tumbuh menjadi batang dan daun atas causa-causa yang terpenuhi prinsip-prinsip alamiah. Daun menua dan layu sampai kering. Akhirnya luruh ke tanah menjadi pupuk baru. Perputaran kehidupan berlangsung secara alamiah. Spesies baru hadir berdasarkan bertemunya materi-materi baru pembentuk kehidupan. Tetapi semuanya terhubung dengan energi utamanya.
Singkatnya, proses keterlibatan Tuhan dengan kehidupan ciptaannya sebenarnya telah selesai ketika Tuhan menciptakan alam raya ini. Alam raya memikul amanah kehidupan dengan prinsip causalitas. Alam raya menyajikan kehidupan secara rigid dengan tatanan yang baku. Pelanggaran atas prinsip-prinsip alamiah itu akan menghadirkan bentukan yang sifatnya baru.
Dengan sistem ini tidak heran ada perbedaan warna kulit, ada perbedaan ukuran bahkan ada yang kaya dan ada yang miskin. Semuanya berlangsung dalam kerangka sebab-akibat yang nyata. Bahwa jika seseorang bekerja keras dan efisien maka dia suatu saat akan menikmati hasil kerja kerasnya. Jadi yang ada di alam raya berada dalam hukum alamiah seperti ini sebagai kehendak awal yang diamanahkan Tuhan.
Keterhubungan makhluk dengan khaliknya sebatas hubungan gerak energi yang disambungkan oleh ruh. Ketika kita memohon, berdoa dan meminta kepada Tuhan, sesungguhnya, selama permintaan itu memiliki jalan alamiah dimana kaidah sebab akibatnya terpenuhi, maka bisa jadi yang kita mohonkan terjadi.
Tetapi sejatinya bukan keterlibatan Tuhan di dunia hari-hari manusia (makhluk hidup). Hal itu semata karena tercukupinya prinsip causalitas untuk terjadi yang kita mohonkan. Tidak ada ada sesuatu yang tiba-tiba terjadi hanya karena Tuhan berkehendak hal tersebut terjadi. Yang membuat hal tersebut terjadi karena tercukupinya syarat sebab-akibatnya atas keadaan alam raya.
Termasuk di dalamnya, kelahiran, kematian dan segala dimensi kehidupan makhluk, sejatinya proses alamiah belaka yang selararas dengan hukum sebab akibat yang dinisbatkan Tuhan pada sistem alam raya. Tidak ada kelahiran atau kematian tanpa sebab, kecuali tercukupi hukum causalitasnya. Dan juga kejadian-kejadian lain seperti bencana, kecacatan, rejeki dan sebagainya. Semua pasti ada jalan sebab untuk terjadinya hal tersebut. Karena itulah kehendak sejati Tuhan yang diamanahkan.
Dengan memahami keherndak Tuhan seperti ini, maka kita mengerti dzat agung dari Tuhan sebagai causa utama sekaligus dapat menyelaraskan seluruh tatanan kehidupan yang diciptakannya tanpa ada satupun logika yang tumpang tindih. Pun juga pada aspek ruhaninya, alam metafisisnya, kita secara langsung dapat merasakan kehadiran-Nya baik melalui ciptaan maupun melalui ketersambungan secara energi yang memang hadir pada kehidupan ini.