Oleh Abduh Hisyam
Ketika menyebarkan gagasan Tauhid di tengah masyarakat Quraish, Muhammad saw mendapatkan resistensi dan penolakan yang sangat kuat dari kaumnya. Padahal pada zaman itu, tidak sedikit tokoh dan pendeta yang anti penyembahan berhala dan berusaha mengikuti ajaran nabi Ibrahim yang hanif.
Di antara para tokoh yang hidup sezaman dengan Rasulullah dan dikenal gigih mencari ajaran tahuhid adalah Waraqah ibn Naufal, Ubaydillah ibn Jahsy, Usman ibn Alhuwairits, dan Zaid ibn Amr ibn Nufayl. Namun, hanya Muhammad saw yang dihalang-halangi dakwahnya.
Penyebabnya adalah Muhammad saw mengaitkan tauhid dengan komitmen kepada kepedualian sosial: memberi makan orang miskin dan mengasuh anak-anak yatim.
Nabi Muhammad sendiri terlahir sebagai anak yatim. Sang bapak, Abdullah meninggal dunia saat ia masih dalam kandungan. Nasib pun tidak memihak kepadanya.
Saat ia masih bayi dan harus disusui, tak ada seorang pun ibu yang mau menerima seorang yatim. Apa yang dapat diharap dari seorang bayi yang sudah tak berayah? Hingga, akhirnya ia disusui oleh seorang Halimah Sa’diyah, seorang perempuan miskin bertubuh kurus.
Muhammad kecil tumbuh tanpa kedua orang tua kandung, dan hanya diasuh oleh kakek dan diteruskan oleh pamannya. Muhammad kecil harus pindah dari satu keluarga ke keluarga lain.
Saat ia dewasa dan meminang anak gadis sang paman Abu Thalib, ia ditolak. Sebagai anak yatim ia dianggap tidak punya masa depan. Betapa perih nasib seorang yatim.
Dalam fikih klasik, yang disebut yatim adalah seseorang yang ditinggal mati sang bapak. Ketiadaaan sang bapak berarti ketiadaan figur yang akan menuntun sang anak menghadapi masa depan.
Tidak ada orang yang memotivasi, tidak ada seseorang yang menjadi andalan, dan tidak ada seseorang yang mendukungnya.
Untuk itu, kitab suci memerintahkan kita peduli kepada masa depan anak yatim. Memperjuangkan masa depan anak yatim adalah pekerjaan berat, maka kitab suci menyamakan itu dengan mendaki gunung Aqabah yang terjal.
ف َ َلَ ٱ ق ت َ ح م ٱ ل ع ق َ ب ة و م ا ٓ أ د ر ٰى َك م ا ٱ ل ع ق َ ب ة ف َ ُّك ر ق َ ب ٍة أ ۡو إ ط ٰع م ِف ي ي ۡو م ِذ ي م ۡس غ َ ب ٖة ي ِت ي م ا ذ ا م ق ر ب ٍة أ ۡو ِم ۡس ِك ي ن ا ذ ا م ت ر ب ٖة
“Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Apakah jalan mendaki dan sukar itu? Yaitu membebaskan manusia dari jerat perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan: kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat atau orang miskin yang absolut.” (Albalad/90:11-16)
Keyatiman akibat meninggalnya sang bapak adalah konsep lama. Kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan motivasi hidup dan tidak jelas masa depannya semakin bertambah banyak. Kini, muncul yatim baru, yaitu yatim sosial dan yatim politik. Anak-anak yang masih punya orang tua, namun kedua orangtuanya tidak memedulikannya, maka ia tergolong yatim.
Seorang anak punya orangtua, namun orang tuanya pengangguran, tak punya penghasilan, maka sang anak adalah yatim. Atau sang anak dititipkan kepada neneknya yang miskin, sementara kedua orangtuanya merantau ke negeri jiran sebagai TKI. Adakah masa depan bagi sang anak? Mereka itu tergolong anak yaitm.
Kelompok masyarakat yang tidak memiliki pelindung adalah masuk dalam kategori yatim. Para petani yang nasibnya tidak menentu. Mereka bekerja keras untuk mewujudkan panen raya, tapi saat musim panen tiba, harga hasil pertanian mereka merosot. Siapa yang memperjuangkan kaum petani? Kaum petani adalah komunitas yatim.
Para pengungsi, baik pengungsi korban perang maupu pengungsi karena diskriminasi politik. Mereka acapkali tidak mendapatkan perlindungan hukum. Mereka ini juga termasuk yatim.
Masyarakat adat yang tanah ulayat mereka digusur oleh korporasi besar demi perkebunan sawit, banyak yang tidak mendapatkan pembelaan. Mereka memprotes, tapi justru dikriminalisasi. Masyarakat adat nun di Kalimantan dan di Sumatra adalah yatim, karena mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum. Negara yang diharapkan membela justru berpaling dari mereka.
Orang dengan HIV AIDS dan individu LGBT yang acapkali diasingkan oleh lingkungannya dapat pula kita sebut yatim. Demikian pula anak keturunan mereka yang dicap pengikut atau simpatisan PKI, dan anak- anak yang orangtuanya ditangkap Densus 88 karena tuduhan teroris. Mereka dikucilkan masyarakat dan barangkali juga oleh negara. Merak adalah yatim politik. Mereka adalah orang-orang yatim, dan mereka harus dilindungi.
Mereka yang tidak peduli kepada kelompok sosial yang dalam keadaan yatim pasti dikutuk oleh Alquran sebagai orang yang mendustakan agama dan menyia-nyiakan kitab suci.
أرءۡيَتٱلِذييَُكِذُببٱلِدينفَذِلَكٱلِذيَيُدُّعٱلَيِتيموَلََيُح ُّضعلىطعامٱلِمۡسِكينفَوۡيٞلِللمصِليَنٱلِذيَن
هُ ۡم عن ص َلَ ِته ۡم ساهُو َن ٱل ِذي َن هُ ۡم ُيرآءو َن و َي ۡمنَعو َن ٱلما ُعو َن
“Tahukah kamu siapakah orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak berusaha memberi makan orang miskin. Ceakalah orang-orang yang salat, yaitu orang-orang yang lali dari salatnya. (Mereka itu) orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan sesuatu yang berguna.” (Almaun/107:1-7)
Rasulullah mengadu kepada Tuhan:
َ و ق ا َ ل ٱ ل َّ ر ُ س و ُ ل َ ي َ ر ِب ِ إ ن ق ۡ و ِ م ي ٱ ت َ خ ذ و ا َ ه ذ ا ٱ ل ق ۡ ر َ ء ا َ ن َ م ۡ ه ُ ج و ر ا
“Dan berkata sang utusan Allah, ”Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Alquran ini sia- sia.”
Siapakah yang disebut kelompok yang menyia-nyiakan Alquran?
Ibnu Taymiyah menjawab: mereka yang menyia-nyiakan Alquran adalah 1) orang yang sama sekali tidak pernah membaca Alquran, 2) orang yang membaca alquran, tapi tidak mau memahaminya, dan 3) orang yang membaca dan memahami alquran, tapi tidak mengamalkannya.
Kita sudah membaca bahkan hafal dan memahami surat Almaun, namun jika kita tidak pernah mengamalkannya, berarti kita termasuk mereka yang mendustakan agama dan menyia-nyiakan Alquran.
Memberikan bantuan hukum kepada mereka kelompok yang yatim secara sosial dan memperjuangkan hak-hak mereka adalah bagian dari memuliakan agama dan memuliakan kitab suci.
Keimanan dan keislaman tidak cukup ditunjukkan dengan salat, puasa, dan haji saja. Keimanan harus dibarengi dengan komitmen memperjuangkan hak-hak asasi manusia, terutama manusia-manusia yang yatim secara sosial dan politik.
- Khutbah Jumat virtual oleh Abduh Hisyam, alumni pondok Gontor, ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kebumen (23/04/2021)