Sabtu, November 16, 2024

Wow, 8 jam 52 menit. Waktu digitalan masyarakat Indonesia tiap hari

Must read

Kementerian Kominfo dan Debindo mengusung tema “Peran Literasi Digital dalam Komunikasi Publik” pada webinar literasi digital yang diselenggarakan untuk masyarakat Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Senin (7/6/2021). 

Dimulai pukul 09.00 WIB, webinar yang dipandu entertainer Thommy Rumahorbo ini menghadirkan lima narasumber utama: Lestari Nurhajati (anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital-Japelidi, dosen London School of Public Relations), Yolanda Presiana Desi (dosen Sekolah Tinggi Multimedia MMTC), Muhammad Arwani (pegiat medsos-Kemendes), Sri Astuty (dosen Universitas Lambung Mangkurat) dan Fahri Azmi (Content Creator) sebagai key opinion leader

Dalam paparan yang mengupas tema Budaya Digital dan Digitalisasi Budaya, Lestari Nurhajati antara lain mengatakan, saat ini masyarakat pengguna internet Indonesia sudah mencapai 73,7 persen atau sejumlah 196,7 juta dari total penduduk sebanyak 266,901 juta jiwa.

”Peningkatannya sangat tajam. Apalagi di masa pandemi Covid ini, semua aktivitas mayoritas memakai online. Termasuk sekolah online, yang dulu hanya dilakukan oleh Universitas Terbuka,” katanya. 

Lebih mendalam Nurhayati membeberkan, waktu penggunaan media digital oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah 8 jam 52 menit atau hampir 9 jam. ”Dan itu lebih banyak daripada penggunaan digital masyarakat global dunia yang hanya 6 jam 54 menit,” kata dia.

Dari 9 jam waktu yang digunakan masyarakat Indonesia untuk media digital, jika ditambah waktu 8 jam tidur sehari, maka praktis hanya 7 jam saja sisa waktu luang yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas lainnya. Namun di masa pandemi ini, sisa waktu itu pun membuat segala aktivitas berhubungan dengan media digital.

”Bisa dibayangkan, itu artinya dari pagi bangun tidur sampai tidur lagi kita terus pegang gadget. Tapi apakah seperti ini akan meningkatkan literasi digital kita? Itu yang menjadi pertanyaan besar,” kata Nurhayati.

Ia menambahkan, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah menggunakan media digital secara bertanggung jawab. Dalam artian, bukan hanya untuk kepentingan kita sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Dari media sosial yang paling banyak kita gunakan masyarakat yaitu WhatsApp, Instagram, Facebook dan Twitter, yang perlu dicermati juga adalah data di tahun 2020/2021 d mana tidak banyak berbeda peringkat 5 besarnya. Hanya, kalau dicermati, terkait penggunaan medsos tahun 2020 Indonesia baru di peringkat 14 namun tahun 2021 sudah berada di peringkat kesembilan dunia.

“Masyarakat Indonesia misalnya, sekarang semakin banyak yang menggunakan aplikasi Tiktok dalam keseharian mereka, dan tidak hanya untuk video-video yang have fun tapi sudah mulai digunakan untuk iklan, pembelajaran, dan sebagainya,” tutur Nurhayati. 

Jadi, yang terjadi di dunia maya dalam 1 menit ini sungguh luar biasa. 

Ada berapa juta postingan yang di-share di Facebook, ada sekian ratus ribu postingan yang di-share di Instagram Feed, kemudian ada 200 ribu orang melakukan tweet setiap menit, dan kemudian hal itu juga berlaku di media-media sosial yang lain. 

”Hal ini menunjukkan komunikasi publik kita semakin kompleks dan dinamis yang menjadikan akses informasi masyarakat semakin beragam dan personal, karena masing-masing memiliki karakteristik,” lanjutnya.

Dalam situasi ini, menurut Nurhayati, seorang komunikator publik harus bisa mencuri perhatian audience. Harus bisa mendapatkan sikap aktif di antara sekian juta masyarakat pengguna media digital yang sudah bebas memilih mana yang dia suka.

”Tentu saja tidak bisa didapatkan secara instan ilmu menjadi komunikator digital yang baik. Seorang komunikator publik harus juga seorang content creator yang baik, karena dia bersaing dengan berbagai macam pesan yang sangat menarik dan atraktif,” ujarnya.

Pegiat medsos-Kemendes Muhammad Arwani mengatakan, kesabaran dan kebijaksanaan penting dimiliki pengguna media sosial. Ini untuk memutus rantai penyalahgunaan media sosial yang belakangan kian marak. ”Misalnya ada kasus bullying pada sosok tertentu, tak perlu dibalas dengan sikap bully namun direspon secara bijak dengan jawaban-jawaban seperti ‘Oh ya?’ atau ‘Cek dulu bro’, dan lainnya,” kata dia.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article