Selasa, November 19, 2024

Urgensi menegakkan etika dalam pergaulan di dunia maya

Must read

Empat narasumber dan satu key opinion leader kembali hadir dalam webinar literasi digital yang digelar untuk masyarakat Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (8/6/2021). Mereka adalah Bevaola Kusumasari (dosen MKP Fisipol UGM), Burhan Abe (pegiat digital dan founder Start Up Resep Coffee), Ilham Fariz (Kaizen Room), dan Saeroni (dosen Universitas Nahdlatul Ulama, Head of Studies Center for Family and Social Welfare), ditambah enternainer Mohwid sebagai key opinion leader. Dipandu moderator Nabila Nadjib, webinar kali ini mengusung tema, ”Menegakkan Etika dalam Pergaulan di Dunia Maya”.

Sesuai tema, dalam paparannya, Ilham Fariz banyak mengupas soal etika dan pergaulan dalam dunia maya. Ia berangkat dari hasil survei Microsoft pada April-Mei 2020, yang menyebut netizen Indonesia sebagai yang paling tidak sopan di ASEAN. Hal itu tentu tidak lepas dari perilaku netizen kita yang kelewat berlebihan dan menerabas sopan santun.

Menurut Ilham, hal itu tidak sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia sendiri yang dikenal santun dan ramah. Bahkan, lima sila dalam Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sendiri telah mengajarkan kepada kita bagaimana mestinya bersikap dalam pergaulan keseharian maupun di ruang digital.

Nilai utama pada sila pertama Pancasila, kata Ilham, adalah cinta dan saling menghormati. Sila kedua, nilai utamanya adalah kesetaraan, disusul sila ketiga: harmoni untuk kepentingan Indonesia. Lalu, sila keempat, demokratis, memberikan kesempatan kepada siapa pun untuk bebas berekspresi dan berpendapat. ”Sedangkan sila kelima, nilai utamanya adalah gotong royong, membangun ruang digital yang aman dan etis bagi setiap pengguna,” urainya. 

Lantas, apa sebenarnya keuntungan dari orang-orang yang membikin website atau akun penyebar hoaks? Menurut Ilham, ada banyak kepentingan. Di antaranya, meninggikan pengunjung website, memperbanyak pengikut sosmed, menjatuhkan pihak tertentu, mengubah pola pasar dan memperbanyak fans atau pengikut sosmed.

Sementara, tujuan orang menyebar hoaks, masih kata Ilham, biasanya karena merasa menang lantaran memiliki berita yang membenarkan langkahnya, ingin terlihat lebih mengerti dari yang lain, terbawa emosi karena informasi yang dibaca pernah dilalui, dan memiliki lawan yang sama (common enemy). ”Sampai saat ini, hoaks yang paling sering adalah menyangkut masalah sosial politik, selebriti, agama, bencana dan ras,” tutur Ilham. 

Hoaks itu sendiri, lanjut Ilham, mempunyai berbagai dampak. Di antaranya, membuat orang tidak percaya dengan kita, susah untuk mempercayai informasi yang sebenarnya, memutus silaturahmi dengan orang sekitar, membuat orang lain merasa direndahkan, dan dampak terkait sanksi hukum (UU ITE).

Terkait itu, Ilham kemudian mengajak peserta untuk mengenali kesalahan informasi tyang biasa terjadi di jagad digital. Di sini, ada tiga istilah yang harus dibedakan, yakni: misinformasi, disinformasi dan malinformasi. Yang dimaksud misinformasi, kata Ilham, adalah informasinya salah tapi tidak sengaja menyebabkan kekacauan. Lalu disinformasi, yakni infomasinya salah, tapi memang sengaja dibuat untuk menimbulkan kekacauan. Sedangkan malinformasi adalah suatu peristiwa benar terjadi, namun digunakan untuk menimbulkan kekacauan.

Burhan Abe (Dok. Pribadi)

Narasumber lain, Burhan Abe, menyampaikan materi tak kalah menarik. Yakni, seputar pentingnya memiliki kemampuan digital (digital skills) di era new normal seperti sekarang. ”Di Indonesia, digitalisasi berkembang sangat luar biasa. Pengguna internet sudah mencapai 132 juta atau lebih separo dari jumlah penduduk. Dari jumlah itu, 60 persen di antaranya adalah pengguna ponsel pintar. Artinya, digitalisasi adalah realitas yang tak bisa dihindari. Di situ digital skills diperlukan,” kata Abe. 

Abe berpendapat, kemampuan digital mutlak mesti dimiliki di era sekarang, terutama di era new normal. ”Kurangnya skill dalam bidang digital akan memperlambat pertumbuhan perekonomian di sebuah negara,” ujarnya. Abe lantas menyebut beberapa skill yang mesti dimiliki di bidang digital. Yang utama adalah media sosial. Yakni,media daring yang digunakan satu sama lain di mana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berinteraksi dan berbagi.

Menurut Burhan Abe, saat ini terdapat 2,7 miliar pengguna aktif media sosial di seluruh dunia. Dari jumlah itu, 2,5 miliar di antaranya adalah pengguna yang aktif memakai ponsel. Fakta lain, semua bisnis sudah menggunakan media sosial untuk pemasaran dan menjangkau pembeli. ”So, Anda harus memahami cara menggunakan media sosial secara efektif, terutama di new normal ini,” kata Abe, seraya menegaskan: hidup kita akan lebih refresh dengan digital.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article