Selasa, November 19, 2024

Kini, manusia mati meninggalkan jejak digital

Must read

Tentunya kita pernah mendengar peribahasa “Gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang, Manusia mati meninggalkan nama”. Namun di era digital saat ini peribahasa tersebut bisa jadi tidak berlaku. 

“Perlu ditambahkan ‘Manusia mati meninggalkan jejak digital,” kata Agus Supriyo, direktur Marketing PT Bernas Jogja dalam webinar di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Senin (14/6/2021).

Peribahasa di atas membuat kita berpikir ke dalam diri kita. Jejak digital apakah yang sudah kita tinggalkan di media sosial? Kalau jejak digital yang kita tinggalkan mengandung konten positif, mungkin karya-karya kita bisa menginspirasi banyak generasi berikutnya. “Tapi kalau sebaliknya, akan diingat anak cucu kita nanti,” ujarnya. 

Hal ini berbanding lurus dengan perilaku netizen Indonesia di media sosial. Baru-baru ini Microsoft merilis “Indeks Keberadapan Digital” yang menunjukkan tingkat keberadaban pengguna internet sepanjang tahun 2020. Hasilnya mengejutkan: tingkat keberadaban (civility) netizen indonesia sangat rendah.

“Dari 32 negara pada 16.000 responden periode April sampai Mei 2020 , Indonesia menempati peringkat 29,” kata Anang Dwi Santoso pemateri digital ethics yang juga dosen Universitas Sriwijaya.  

Survei Microsoft ini juga menujukkan bahwa tingkat keberadaban netizen saat ini berada di titik rendah atau paling tidak sopan se Asia Pasifik, jika dibandingkan dengan survei tahunan yang sama sejak 2016. Survei ini dilakukan guna mendorong netizen melakukan interaksi yang lebih sehat, aman dan saling menghormati.

Lantas apa saja yang disurvei ia merinci, risiko terjadinya penyebarluasan berita bohong, ujaran kebencian, diskrimasi, cyberbullying, troling atau tindakan yang  sengaja memancing kemarahan. 

Selanjutnya, Anang menyebutkan, Twitter menjadi medsos dengan konten yang paling banyak diblokir oleh Kominfo. Pada 2017-2019 terdapat 613 ribu konten negatif atau meningkat 88 ribu dari tahun 2017. Disusul Facebook dengan 20.950, YouTube 5.342, Telegram 846 dan line 20 konten negatif.

Jika tidak ada kehati-hatian, netizen pun dengan mudah termakan konten negatif dan hoaks tersebut bahkan ikut menyebarkan, tentunya akan sangat merugikan banyak pihak.

Lantas, bagaimana caranya membendung peredaran hoaks?

Anang merinci dengan menerapkan 6P,  yakni: perhatikan hati dan pikiran, hati-hati pesan berantai, periksa sumber informasi, hoaks adalah penyakit kambuhan, periksa keredaksian situs penyedia informasi dan pakai akal sehat jika informasi terlalu aneh dan mustahil. 

Anang mengajak peserta webinar agar tidak segan melaporkan jika menemukan konten negatif melalui kanal aduankonten.id. Setelah aduan diterima konten akan dianalisa, jika ditemukan konten negatif pemilik situs akan diminta untuk menghapus konten tersebut. 

Webinar di Kabupaten Kendal mengangkat tema ”Menyikapi Ruang Bebas Dunia Digital”, keempat narasumber yang mengisi adalah Anang Dwi Santoso (dosen Universitas Sriwijaya), Agus Supriyo (dirut Marketing PT Bernas Jogja), Riri Khoiriah (aktivis perempuan), Delly Maulana (dosen Universitas Serang Raya), dimoderatori Mafin Rizki dan Billy Wardana Fahreza sebagai key opinion leader.  

Selain di Kabupaten Kendal, Kementerian Kominfo juga menyelenggarakan berbagai kegiatan webinar literasi digital di semua kabupaten/kota di 34 provinsi se-Indonesia. Program Indonesia Makin Cakap Digital dilaksanakan mulai Mei hingga Desember 2021. 

Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital agar masyarakat semakin cakap digital dalam memanfaatkan internet untuk menunjang kemajuan bangsa.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article