Minggu, November 17, 2024

Panik dan takut berlebihan picu infodemik covid-19

Must read

Kementerian Kominfo bersama Debindo menggelar acara webinar literasi digital dengan topik ”Infodemik Bagi Pencegahan Covid-19″ untuk masyarakat Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (18/6/2021). 

Dimulai pukul 13.30 WIB, webinar yang dipandu presenter TV Parlemen Subki Abdul ini menghadirkan narasumber utama Mohammad Naufal Izul (Kaizen Room), Bondan Wicaksono (pegiat Masyarakat Digital), Ahmad Ibrahim Badry (dosen SKSG UIN Jakarta), Rika Iffati (pendiri dan Tim Redaksi Neswa.id), dan Neshia Sylvia (Host TV) sebagai key opinion leader

Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Literasi Digital Nasional: Indonesia Makin Cakap Digital yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2021 lalu. Setiap narasumber webinar menyampaikan materi dari sudut pandang empat pilar utama literasi digital, yakni budaya bermedia digital (digital culture), aman bermedia digital (digital safety), etis bermedia digital (digital ethics), dan cakap bermedia digital (digital skills).

Dalam paparannya, pegiat masyarakat digital Bondan Wicaksono menyebut sejumlah hal yang perlu dicermati terkait infodemik Covid-19. ”Infodemik adalah kondisi berkembangnya informasi terkait suatu fenomena tanpa mempertimbangkan unsur kebenaran dan fakta,” ujarnya.

Infodemik terjadi pada fenomena yang menjadi perhatian bersama, misalnya tentang wabah Covid-19 itu. Lantas, apa faktor pendukung infodemik?

Bondan menjawab, faktor itu terletak pada kepanikan dan ketidaktahuan masyarakat tanpa mempertimbangkan sumber informasi. Juga, minimnya literasi penggunaan internet dan media sosial serta kurangnya informasi terpercaya yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah dan lembaga setempat.

”Akibat adanya kepanikan di lingkungan sekitar, muncul kemudian rasa takut berlebihan. Muncul juga rasa benci dan stigma pada kelompok tertentu dan perselisihan tetap berlanjut walau fenomena itu sudah berlalu,” tuturnya.

Untuk menghindari infodemik ini, masyarakat disarankan memilih dan memilah sumber informasi yang terpercaya. ”Pilih informasi dari lembaga resmi atau berita terpercaya yang melakukan verifikasi,” kata Bondan.

Bondan menyarankan pula, periksa berita atau informasi yang sumbernya dari media sosial. ”Selain itu, jangan sembarangan menyebarkan informasi jika belum mendapat dari sumber asli,” jelasnya.  

Di sesi berikut, Mohammad Naufal Izul dari Kaizen Room mengatakan pentingnya seluruh generasi memahami mindfull communication di dunia digital. ”Kompetensi dasar budaya komunikasi digital yang perlu dipahami adalah cakap paham, cakap produksi, cakap distribusi, cakap partisipasi, dan cakap kolaborasi,” tuturnya.

Menurut Naufal, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika juga bisa diimplementasikan dalam ruang digital. Misalnya, di Sila 1  Ketuhanan Yang Maha Esa, terkandung makna cinta kasih. Ini merupakan nilai yang utama, di mana di dalamnya ada unsur menghargai dan menghormati perbedaan kepercayaan di ruang digital.

Selanjutnya pada Sila Kedua, mendorong terwujudnya kesetaraan dan sikap adil kepada diri sendiri dan kepada orang lain sebagai kunci saling menghargai dan menghormati di ruang digital.

Sedangkan pada Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, harmoni mengutamakan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan di ruang digital.

Sementara melalui Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, tercermin sikap demokratis, memberi kesempatan pada setiap orang untuk bebas berekspresi dan berpendapat di ruang digital.

Adapun dari Sila Kelima, Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, terkandung makna gotong royong, membangun ruang digital yang aman dan etis bagi setiap penggunanya.

”Dampak rendahnya pemahaman Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di ruang digital memang cukup beragam,” tambah Naufal. Di antaranya, orang menjadi tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, hingga provokasi yang mengarah ke perpecahan di ruang digital.

”Dampak negatif lainnya, orang jadi tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi ruang digital,” ujarnya. Selain itu, orang tidak mampu membedakan mana misinformasi, disinformasi dan malinformasi.

Naufal Izul kemudian menawarkan tiga opsi langkah menuju budaya digital. Pertama, sampaikan perubahan yang diperlukan (seberapa baik hal tersebut); kedua, aktifkan karakter kepemimpinan dan kolaborasi (bagaimana merealisasikannya); dan ketiga, sejajarkan posisi bersama untuk membentuk budaya baru (bagaimana memperkuat perilaku yang diinginkan).

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article