Bidang pembangunan yang ingin diperbaiki kualitasnya oleh pemerintah secara kesinambungan adalah pelayanan publik. Sesuai UU No. 25 Tahun 2009, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang dan jasa untuk masyarakat, baik yang dikelola pemerintah atau lembaga independen atau badan hukum yang ditunjuk pemerintah sesuai undang-undang untuk menyelenggarakan pelayanan tersebut.
Salah satu wujud kemajuan dari peningkatan layanan publik, oleh pemerintah maupun swasta, adalah dengan digitalisasi layanan. ”Pesan tiket kereta api, buka rekening bank, bikin paspor dan bayar beragam pajak kini bisa secara online, bahkan dengan hitungan jam bisa tuntas. Ini sangat membantu masyarakat menghemat waktu dan efisien,” kata key opinion leader Sisca Septiyani, dalam webinar literasi digital yang dihelat Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, 11 Juni lalu.
Salah satu kemajuan penting dalam transformasi pelayanan publik berbasis digital dewasa ini adalah hadirnya Desa Digital. Ini berkah dari pemerintah, sebagai tindak lanjut dari lahirnya Undang-Undang Desa No. 6 tahun 2014. Di situ, ada tiga kewenangan kepada desa yang diberikan oleh undang-undang tersebut, yakni kewenangan untuk mengatur pemerintahan, keuangan dan merekognisi pembangunan desanya.
Kewenangan tersebut kemudian dijabarkan dengan Peraturan Menteri Desa (Permendes) No. 13 tahun 2020 tentang Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. ”Hal itu dimanifestasikan dengan membentuk Desa Digital sebagai wujud transformasi sistem layanan publik pedesaan berbasis digital,” ungkap M. Arwani, Korwil P3MD (Program Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Desa), yang juga ikut tampil dalam webinar di Boyolali yang diikuti 175 peserta lintas profesi dan lintas generasi.
Tindak lanjut ke depan dari Desa Digital, menurut Arwani, bukan hanya memudahkan sistem informasi pelayanan pemerintahan dan melibatkan pastisipasi publik desa untuk mengawasi keuangan desa. ”Yang lebih penting adalah untuk memberi peluang lebih kolaboratif, menggerakkan ekonomi desa untuk berkembang. Bukan hanya gagasan one village one product, tapi dirangsang untuk bisa menciptakan one village multiproduct. Tidak hanya di bidang pertanian, tapi juga ragam kerajinan dan kuliner untuk dipasarkan dengan marketplace, sehingga bisa lebih luas pasarnya,” ungkap Arwani, antusias.
Selain Arwani dan Sisca, tampil juga sebagai narasumber webinar yang mengusung tema ”Pelayanan Masyarakat yang Prima Melalui Perangkat Digital”: Bondan Wicaksono (akademisi dan pegiat literasi digital), Agus Supriyo (manager Marketing Bernas Media Jogja), Sopril Amir dari Tempo Institute dan moderator Dwiky Nara.
Dalam kesempatan itu, Bondan Wicaksono antara lain menyampaikan bahwa seriusnya peningkatan akses digital oleh masyarakat Indonesia bukan hanya terjadi di perkotaan. Pemerintah juga tengah mengejar target membangun akses internet di 12.500 titik desa dan kawasan terluar Indonesia. ”Target tersebut akan dicapai secara bertahap dengan memperbaiki Indeks Persepsi Publik pada pelayanan publik oleh pemerintah. Mengutip data, selama kurun 2017 s.d. 2019 terjadi kenaikan indeks dari 3,28 menjadi 3,63. Cukup signifikan,” kata Bondan.
Tantangan ke depan adalah perlunya pendampingan kelompok terdidik pada masyarakat di pedesaan agar bisa melihat dan meraih peluang baru untuk membuat kehidupan perekonomian desa terdongkrak dengan akses digital. ”Seperti kata Bapak Presiden, ini kerja merupakan bersama. Kerja besar, kolaboratif lintas lembaga dan masyarakat,” ujar Bondan.