Laporan hasil survei Digital Safety Index (DSI) oleh Microsoft 2020, menempatkan Indonesia sebagai negara paling tak beradab dalam berinternet se-Asia Tenggara. Indonesia mengalami kenaikan dalam hoaks dan penipuan 13 persen (menjadi 47 persen), naik 5 persen (menjadi 27 persen) dalam perkara ujaran kebencian, dan hanya dalam hal diskriminasi angkanya turun 2 persen (menjadi 17 persen).
Fakta cukup memprihatinkan itu diungkap oleh mantan anggota Dewan Pers Imam Wahyudi pada webinar literasi digital bertema ”Menegakkan Etika dalam Pergaulan di Dunia Maya”, yang dihelat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (30/6/2021).
Interaksi di dunia maya baik ’one to one’ maupun ’one to many’, menurut Imam bisa dilakukan tanpa mengenal batas-batas teritorial dan tidak ada keharusan membuka identitas asli. Meski begitu, patut diingat, interaksi tersebut akan meninggalkan jejak digital bagi penggunanya.
Agar memiliki rekam jejak baik, Imam meminta para pengguna internet mesti mematuhi norma etika dalam beraktivitas digital. Etika dalam menggunakan internet atau berinteraksi di dunia maya meliputi aturan, kebiasaan, adab atau tata krama, yang berlaku umum di seluruh dunia.
”Etika sangat diperlukan karena mereka yang berinteraksi di internet bisa anonim dan memiliki latar belakang beragam mulai dari agama, suku bangsa, budaya, negara, tingkat pendidikan,” jelas Imam.
Sementara itu pegiat literasi digital Riant Nugroho melihat etika dari tiga perspektif yang berbeda. Pertama, etika dapat menjaga orang tetap menjadi orang baik; Kedua, etika membuat orang mempunyai early warning system; dan ketiga, etika menyelamatkan orang pada kehidupan di dunia maya.
Dalam paparannya, Riant juga menyinggung soal perbedaan ’etika’ dengan ’etiket’, yang oleh sebagian besar orang dianggap sama. Padahal, menurut Riant, etika berbeda dengan etiket. Jika etika terkait dengan kebaikan, etiket adalah kesantunan.
Riant menambahkan, etika tidak berbeda di dunia nyata maupun di dunia maya. Yakni, hanya melakukan segala sesuatu yang baik untuk sesama. Etika dapat mewujud dalam respect, responsibility, integrity hingga akhirnya menjadi profit.
”Tanpa menguasai dan memiliki etika, maka kepatuhan hukum, etiket dan profesionalitas yang ada hanyalah sesuatu yang semu atau kepura-puraan belaka. Sewaktu-waktu dapat digunakan oleh yang bersangkutan untuk melakukan kejahatan,” tegas Riant, yang juga dikenal sebagai ahli kebijakan publik.
Dipandu oleh moderator Mafin Rizqi, webinar juga menghadirkan narasumber Muhammad Bima Zanuri (Co-Founder Locallin), Muhammad Ilham Nur Fatah (Kaizen Room), dan Oka Fahreza selaku key opinion leader.