Kemajuan teknologi seharusnya dapat mendukung kebudayaan tradisional lebih dikenal secara mendunia. Untuk mewujudkannya, tentu dibutuhkan partisipasi dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat.
Pembahasan pertemuan budaya tradisional dengan kemajuan teknologi disuguhkan dalam kegiatan webinar literasi digital untuk masyarakat Kota Pekalongan hari ini, Kamis (1/7/2021). Kegiatan ini merupakan rangkaian dari program nasional literasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dalam menciptakan masyarakat yang cakap digital.
Pada webinar ini hadir para pemateri dari berbagai bidang, yakni: Muhammad Adnan (konten kreator), Gilang Jiwana Adikara (dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta), Muhammad Achadi (CEO Jaring Pasar Nusantara), Krisno Wibowo (Pemred Media Online Swarakampus.com). Webinar dipandu oleh entertainer Bobby Aulia serta menghadirkan key opinion leader Niya Kurniawan (blogger).
Menyinggung soal budaya di Indonesia, Krisno Wibowo, mengatakan, sebagai negara multikultur Indonesia sudah mampu bersatu bahkan sejak era pra digital. Bukti konkretnya adalah saat peristiwa Sumpah Pemuda di mana berbagai pemuda dari berbagai penjuru negeri bersatu menjunjung Indonesia.
“Kita perlu merawat budaya ini. Karena nilai budaya tradisi adiluhung, kemanusiaan, etika dan tata krama menjadi modal dan identitas jati diri dan karakter bangsa,” ujar Krisno.
Jika pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab merawat budaya, teknologi memiliki peran untuk memperluas jangkauan sosialisasinya.
“Bisa melalui virtualisasi gelaran budaya. Digitalisasi juga dapat menyimpan arsip-arsip sejarah dan seni budaya. Lalu, media sosial bisa berperan sebagai stimulan untuk melibatkan generasi muda dalam pelestarian budaya tradisional, misalnya dengan pembentukan komunitas budaya di medsos, atau gelaran lomba dan festival dengan melibatkan pemuda,” lanjut Krisno.
Sementara itu Gilang Jawana Adikara menitikberatkan ajaran falsafah Jawa dalam menggunakan media sosial di ruang digital.
Ada sejumlah budaya beretika yang bisa dipraktikkan saat bermedia, di antaranya adalah nrimo. Yaitu menerima kondisi yang ada, tidak mudah iri, sebab kita tahu konten media sosial bisa menimbulkan perasaan iri jika tidak disikapi dengan bijak. Lalu, eling atau selalu mengingat bahwa di era digital kita harus selalu waspada dan penuh pertimbangan.
“Hal ini berhubungan dengan keamanan digital serta jejak digital yang kita buat saat bermedia. Ajaran lainnya adalah alus, yaitu santai saat menerima informasi. Tidak kemrungsung atau buru-buru dalam menyebarkan informasi. Tepo sliro atau saling menjaga keamanan orang lain serta ngalah atau menjaga perasaan orang lain saat berada di dunia digital,” jelas Gilang.
Prinsipnya, tegas Gilang, untuk menciptakan lingkungan yang aman adalah dengan berpartisipasi menciptakan ruang yang nyaman di dunia digital.