Salah satu kunci sukses mengikuti kultur tren di dunia digital adalah menjaga nama baik. Apalagi kalau kita sedang merintis upaya menaikkan jangkauan penjualan lebih luas lewat beragam toko digital atau platform lain seperti marketplace atau Instagram.
”Berterus teranglah, foto dan video produk yang apa adanya di dunia digital lebih disukai daripada malah ditutupi dan belakangan jadi komplain dan diviralkan, itu malah langsung merusak nama baik rintisan usaha Anda,” tutur Dr. Ahmad Ibrahim Badri, dosen SKSG Universitas Indonesia.
Bang Aim – sapaan karib Ibrahim – menyampaikan hal itu saat tampil dalam Webinar Literasi Digital yang digelar Kementerian Kominfo dengan Debindo untuk warga di wilayah Kabupaten Bantul, DI Yogjakarta, 14 Juni lalu. Webinar yang mengusung tema ”Kultur Tren pada Era Digital” tersebut berlangsung semarak, diikuti tak kurang dari 200 peserta lintas usia dan profesi.
Aim mengatakan, pentingnya keterbukaan terkait kondisi dan kualitas barang itu penting, karena tidak semua orang mencari barang mesti yang mulus. Banyak juga penggila buku lawas, buku Babad Jawa, literatur kuno, motor dan mobil kuno. ”Seperti juga barang antik, lebih suka kalau foto dan videonya ditampilkan citra ’old’. Jangan kelihatan mulus, karena malah tak dipercaya,” ingat Bang Aim.
Selain Bang Aim, ikut tampil dalam webinar kali ini: Krisna Murti, dosen Universitas Sriwijaya Palembang; Imam Wicaksono, CEO Sempulur Craft; Murni Andhani Ayusari, content writer dari Jaring Pasar Nusantara Sogiftu, dimoderatori Zacky Ahmad dan Rany Ranch berperan sebagai key opinion leader.
Dari perspektif digital ethic, Krisna Murti mengatakan, niat baik itu penting. Sebab, menurut versi Siberkreasi dan Delloitte yang dilansir pada 2020, niat baik itu merupakan etika yang menunjukkan kemampuan individu dalam menyadari, menyesuaikan, dan mempertimbangkan tata kelola etika digital atau tata krama yang disebut netiquette dalam kehidupan sehari-hari.
”Digital ethic itu mencakup aspek integritas, kesadaran, tanggung jawab dan nilai kebajikan. Kunci kesadaran, itu poin pentingnya. Dia menggunakan platform digital dengan sadar dan punya tujuan jelas, di samping mestinya bersifat positif dan bermanfat buat orang banyak. Bukan sebaliknya,” ungkap Krisna Murti.
Sementara itu, Rany Ranch menyebut, salah satu kunci untuk bisa mengikuti tren digital marketing adalah mau belajar dan mendengar beragam masukan atau informasi baru untuk mengikuti selera pasar.
”Jangan kekeuh maksain produk yang kita buat tapi tak disukai pasar lagi. Jaman dan selera digital gampang bosan konsumennya. Jangan mau tergerus selera pasar digital. Mari belajar dan ikuti perubahan transformasinya. Nikmati perubahannya agar kita bisa maju dan berkembang, begitu juga bisnisnya,” ujar Rany serius.
Dalam pengalaman Murni Andani dan Imam Wicaksono selaku entrepreneur digital, pastikan bisnismu dilakukan latihan dulu dari bawah. Apakah mau jadi dropshit atau reseller. Sesudah itu, belajar posting foto dan bikin video yang menarik, juga bikin Instastory. ”Lalu, latihan sabar melayani DM pelanggan. Lama-lama, citra positif bisa dikembangkan. Lama-lama, pelanggan semakin banyak bisa dijaring lewat dunia digital,” ujar Murni.
Yang tidak kalah penting, menurut Imam Wicaksono, kalau punya ide segera dieksekusi. Jangan kelamaan itang-itung, tak juga berani beraksi. ”Ini problem klasik calon pengusaha: kelamaan itung, enggak juga beraksi nyata, keburu peluangnya disamber orang karena di dunia digital persaingannya serba cepat,” jelas Imam.