Senin, November 18, 2024

Jadilah netizen yang demokratis dan toleran

Must read

Kebebasan berekspresi dan menyuarakan pendapat saat ini telah mendapatkan dukungan fasilitas dari sumber-sumber komunikasi informasi, seperti media massa dan media sosial. 

Sejak momentum sejarah dan reformasi pecah pada 1998 silam, alam demokrasi di Tanah Air seperti hidup lagi dan partisipasi publik salah satunya di bidang politik terus berkembang. Semua orang kini boleh bicara perspektifnya, baik di forum apa pun, entah di dunia maya atau dunia nyata.

“Namun kebebasan berpendapat saat ini hendaknya juga dibarengi dengan sikap demokratis dan toleran, terutama bagi netizen yang sering mengakses media sosial,” kata dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Taufiqur Rachman saat mengisi webinar literasi digital dengan topik ”Media Sosial sebagai Sarana Meningkatkan Toleransi dan Demokrasi” bagi warga Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Jumat (2/7/2021).   

Dalam webinar yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo itu, Taufiq mengungkap akses kebebasan informasi saat ini membuat pengguna digital cenderung memilih informasi yang disukainya saja. Dan berpotensi mengabaikan kebenaran di balik informasi ini. “Jadi audiens seolah dimanjakan serta memilih informasi yang disukainya saja, bukan informasi yang ia butuhkan,” kata Taufiq.

Ia pun mencontohkan polarisasi pemilihan media yang terjadi pada dua kali pemilu presiden Indonesia yakni 2014 dan 2019. Dengan informasi seputar pemilihan presiden itu, tak hanya media massa yang heboh, namun juga media sosial antara pendukung satu calon presiden dengan pendukung calon presiden lainnya. “Hingga muncul istilah cebong dan kampret, ini satu dampak the filter buble saat menggunakan internet,” ujar Taufiq.

Taufiqur Rachman menjelaskan filter bubble menunjuk istilah yang menggambarkan bagaimana algoritma menentukan informasi apa saja yang akan kita temukan di internet. “Prinsipnya filter bubble ada di mana-mana, terutama pada mesin pencari dan media sosial. Dengan adanya gelembung ini, kita akan disuguhi informasi yang terkait dengan apa yang biasa kita klik atau cari,” kata Taufiq.

Oleh sebab itu, Taufiq menyarankan netizen tidak gampang terpolarisasi dan mengedepankan semangat demokratis dan toleran saat menggunakan internet.

“Bukalah cakrawala seluasnya, pahami argumen dan bangun empati kepada kelompok yang berbeda pendapat. Sebaiknya juga hindari pertemanan yang terlalu hegemoni pada satu pandangan, agar kita bisa demokratis dan toleran,” ujar Taufiq.

Narasumber lain, dosen Universitas Jember Selfi Budi Helpiastuti mengatakan, media sosial telah memberikan dampak luar biasa pada tatanan masyarakat.

“Tidak terkecuali dampaknya pada pola keberagaman,” kata Selfi. Selfi mencontohkan di dunia maya atau media sosial, satu individu bisa saja tampil dengan beragam karakter personalisasi. Ini karena satu individu bisa memiliki lebih dari satu akun media sosial untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya. “Contoh paling gampang kita sendiri, berapa jumlah akun sosial media yang kita miliki di hape kita,” kata Selfi.

Webinar kali ini turut menghadirkan narasumber Rheza Radyan dari Kaizen Room dan Khelmy Kalam Pribadi selaku pegiat literasi digital. Tampil sebagai moderator MC Oony Wahyudi dan Putri Tenun Songket Indonesia Julia RDGS sebagai key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article