Senin, Maret 10, 2025

Jadi generasi muda keren, tenggelam atau berenang di era digital

Must read

Generasi muda Indonesia menjadi salah satu golongan yang berpengaruh di media sosial, sebab sejak awal mereka sudah kenal dengan teknologi. Tetapi mereka juga perlu diberikan literasi digital agar mampu bereksplorasi secara bijak.

Tema diskusi tersebut dibawakan dalam webinar literasi digital yang dipandu oleh Niken Pertiwi untuk masyarakat Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu 7 Juli lalu. Literasi digital merupakan program nasional pemerintah Indonesia dalam mendukung percepatan transformasi digital untuk menghasilkan sumber daya masyarakat yang cakap menggunakan teknologi, informasi, dan komunikasi digital. 

Hadir sebagai pemateri dalam diskusi virtual ini adalah Muhammad Mustafid (Ketua LPPM UNU Yogyakarta), Suwoko (Pimred Betanews.id), Muhammad Thobroni (dosen Universitas Borneo), Suharti (konselor LKP2A), dan key opinion leader Neshia Sylvia (TV host). Masing-masing pemateri menyampaikan tema diskusi terkait dengan empat pilar literasi digital: digital ethics, digital skill, digital safety, dan digital culture. 

Muhammad Mustafid dalam penjelasan terkait digital culture dan generasi muda mengatakan, generasi muda yang keren adalah mereka yang melek digital, yang mampu beradaptasi mengikuti transformasi.

Tapi, melek digital saja tidak cukup. Ada kompetensi yang harus dimiliki untuk menjadi generasi muda yang keren. “Caranya agar jadi keren dengan memperkuat sisi substansi penggunaan media digital, media sosial. Generasi muda dalam menyikapi konten atau informasi harus mampu mengevaluasi dan mengelaborasi. Jadi bukan sekadar paham cara mengaksesnya tapi juga mengelola informasi,” jelas Mustafid.

Selain itu, muda-mudi juga perlu memahami budaya bermedia digital atau digital culture. “Dalam bermedia juga harus mempunyai perspektif kebudayaan, keindonesiaan. Mampu mengaplikasikan nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika,” tambahnya. 

Mustafid menyebutkan sejumlah kriteria budaya yang harus diterapkan sebagai warga digital. Nilai Pancasila dan kebhinekaan tentu harus turut dibawa ke ruang digital. Bukan hanya sebagai dasar kemanusiaan, tetapi juga sebagai identitas. 

“Memakai produk dalam negeri dan kemampuan digitalisasi kebudayaan. Langkah ini merupakan gerakan kecil bagi generasi muda dalam melestarikan budaya, supaya eksplorasi di digital ini tidak melulu main-main saja. Paham akan hak intelektual atau copyright juga penting, sebab di dunia digital hal ini sering luput. Khususnya ketika mengunggah atau menyadur konten orang lain, menghargai hak cipta sangat penting diterapkan. Yaitu dengan mencantumkan sumber aslinya,” jelas Mustafid. 

Di media sosial, lanjut Mustafid, banyak sekali ruang untuk dieksplorasi sesuai kebutuhan penggunanya. Berbagai jenis platform seperti Youtube, Instagram, Facebook bisa dimanfaatkan untuk memperluas jejaring. Jika ingin menyalurkan ide melalui tulisan bisa dengan blog atau jurnal. Untuk menyalurkan karya kesenian karikatur, desain bisa dengan Pinterest, Instagram dan aplikasi lainnya. 

“Sejatinya dalam arus budaya digital hanya ada dua pilihan. Yakni, berenang atau tenggelam. Tenggelam ketika hanya menggunakan media sosial sebagai sarana, bukan untuk hal produktif. Sedangkan berenang berarti ia mampu dan mau mengikuti transformasi dan berpartisipasi aktif di dalamnya,” imbuhnya.

Hanya saja, timpal Suwoko sebagai narasumber di pilar digital safety, bebas bereksplorasi itu juga harus memahami keamanan dalam penggunaan media digitalnya. Ia mengatakan, penduduk dunia digital juga harus mampu melindungi data pribadinya. 

“Kita pasti menyimpan dan mengelola identitas digital ke dalam platform digital yang kita gunakan. Persoalannya, perlindungan terhadap identitas digital dan data pribadi masih jadi persoalan di semua belahan dunia. Tidak ada platform digital yang benar-benar aman sebenarnya,” jelas Suwoko. 

Meski demikian, pengguna tetap bisa menjaga keamanannya dengan memasang kata kunci akun yang kuat di setiap platform berbeda. Tidak asal membagikan data pribadi dan mengaktifkan pengaturan privasi. Melakukan pembaruan perangkat untuk peningkatan keamanan. 

“Tidak berbagi info yang bersifat rahasia seperti PIN, kode OTP. Tidak melakukan transaksi yang bersifat penting dan rahasia ketika menggunakan jaringan internet publik, serta waspada jika ada komunikasi atau aktivitas mencurigakan,” pungkas Suwoko.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article