Sabtu, Desember 21, 2024

“Menghidupkan” sejarah dan budaya lewat konten digital

Must read

Jas Merah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Karena sejarah merupakan fondasi kekuatan sebuah bangsa. Kata-kata presiden RI pertama Ir. Soekarno yang disampaikan saat pidato peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-21 (1966) itu begitu melegenda hingga kini.

Muhammad Achadi sengaja menyitir ucapan Proklamator Indonesia untuk mengawali paparannya dalam webinar literasi digital bertema ”Sejarah dan Budaya Lewat Konten Digital” yang diselenggarakan Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, 7 Juli lalu.

Achadi menyatakan, digitalisasi sejarah dan budaya “menghidupkan” kembali sesuatu yang diam dalam berbagai platform digital dan memberi “ruh” agar tercipta pendidikan, pemahaman, solidaritas, cinta bangsa dan negara.

”Digitalisasi bisa berupa museum, artefak, peninggalan sejarah, candi, gedung, monumen, hingga digitalisasi arsip, naskah, manuskrip, maupun produk kebudayaan,” ujar CEO Jaring Pasar Nusantara itu.

Sampai saat ini, kata Achadi, kita mengenal sejarah dan budaya dalam media digital berupa; film dokumenter, film layar lebar, youtube, media sosial, animasi, infografis, virtual reality (vr), dan sebagainya.

Kepada peserta webinar Achadi berpesan untuk memperhatikan etika yang berlaku dalam membuat sebuah karya. ”Jangan lupa cantumkan sumber asal, dan berkreasi dan berinovasilah tanpa mengurangi esensi,” jelasnya.

Sementara itu, Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia Rizqika Alya Anwar menyatakan, era globalisasi dan kecanggihan teknologi yang futuristik ini, tidak seharusnya menjadikan generasi milenial lupa akan pentingnya memahami perjalanan sejarah dan budaya Indonesia. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta sejarah salah satunya dengan memanfaatkan daya kreativitas di media sosial.

Menurut Alya, ada beberapa platform media sosial yang cocok untuk mengekspresikan konten sejarah dan budaya. Mulai dari facebook, Tik Tok, Youtube, Linkedin, twitter, Instagram, hingga sportify, semuanya memiliki fasilitas video maupun fitur foto.

”Contoh konten sejarah dan budaya di media digital misalnya unggahan acara ritual budaya dan keagamaan, masakan tradisional, ritual dan foto-foto pusaka, pakaian adat nusantara, dan sebagainya,” tutur Alya.

Adapun sarana untuk membuat konten, lanjut Alya, saat ini ada banyak sekali: misalnya canva, snappa, wepik, desygner. Untuk mengedit foto bisa menggunakan aplikasi snapseed, LR, VSCO, dan VN, PR untuk edit video.

Alya menambahkan, dunia digital tak hanya menyediakan cara membuat dan mengedit konten. Cara agar apa yang kita buat itu bisa disaksikan orang lain berikut cara mengunggahnya ke platform media sosial pun tersedia.

”Yang perlu diperhatikan dalam membuat konten, di antaranya: aware (visible) agar konten bisa dilihat, Appeal (relatable) apakah konten berhubungan dengan keinginan konsumen, Ask (searchable) apakah konten mudah ditemukan saat dicari, Act (clickable) apakah konten mudah diklik, Advocate (searchable) apakah konten menginspirasi orang,” papar Alya.

Webinar yang dipandu oleh moderator Dimas Satria juga menampilkan narasumber Denik Iswardani Witarti (dosen Komunikasi Universitas Budi Luhur), Ahmad Ghozi (Social Worker), dan Astira Vern selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article