Dunia digital sudah sangat akrab bagi ratusan juta penduduk Indonesia di tahun 2021 ini. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 250 juta jiwa menjadi pasar menjanjikan. Terbukti dari pengguna smartphone Indonesia yang terus bertumbuh dengan pesat dari tahun ke tahun.
Saat ini, digitalisasi seluruh lini bisnis dan pemerintahan pun nyaris merata karena pemakaian sistem digital terbukti lebih baik, hemat dan lebih murah.
“Hanya saja, perlu diingat di balik kemajuan digital ini, literasi digital penting juga digalakkan. Setiap subjek dan kelompok masyarakat butuh pendekatan digital yang beragam, tergantung usianya, geografisnya, kebutuhannya,” kata dosen Universitas Negeri Jakarta Dr. E. Nugrahaeni Prananingrum dalam webinar literasi digital bertajuk “Pendidikan dan Penyebaran Informasi dalam Dunia Digital Masa Kini” yang dihelat Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (12/7/2021).
Dalam webinar yang dipandu moderator Ayu Perwari dan Ajun Perwira sebagai key opinion leader itu, Nugrahaeni mengatakan rekomendasi literasi pada kelompok usia anak tentu berbeda dengan lanjut usia.
Anggota Komunitas Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital) itu mengungkap jika kepada anak di bawah umur, rekomendasi pendekatannya dengan beberapa cara seperti install aplikasi sesuai umur mereka dan terus diawasi serta dibimbing agar benar benar mendapat konten sesuai. “Anak anak juga perlu dikenalkan dengan bahasa yang sederhana, soal aturan dan konsekuensi bermedia digital,” katanya.
Sedangkan rekomendasi untuk kalangan lansia, ujar Nugrahaeni, pendekatannya untuk mengenalkan literasi digital bisa dengan mengajak diskusi terkait aktivitasnya memakai media digital.
“Kepada kalangan lansia ini kita yang muda bisa membantu mengarahkan karena tak jarang mereka bergabung dengan grup-grup yang sering membagikan informasi hoaks,” kata Nugrahaeni dalam webinar yang juga menghadirkan narasumber Fransiska Desiana Setyaningsih (dosen Unika Widya Mandira Kupang), Budhi Hermanto (peneliti media) dan Purnawan Basundoro (Dekan FIB Unair) itu.
Selain itu, pada kalangan lansia ini, jika mereka mendapatkan konten-konten negatif maka bisa memberi tahu melalui komunikasi yang tepat. Yaitu dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan sesuai untuk mengajak mereka memahami aturan dan konsekuensi dalam bermedia digital.
Selain anak dan lansia, berbeda pula pendekatan literasi bagi penyandang disabilitas dalam memahami etika digital. Nugrahaeni mengatakan, kepada kalangan difabel, literasi bisa dengan memberikan pelatihan terkait cara berinteraksi, berpartisipasi dan berkolaborasi di ruang digital.
“Pada difabel kita pun bisa memberikan pendidikan berupa pengetahuan kepada mereka terkait peraturan yang berlaku ketika berinteraksi partisipatif dan kolaboratif di ruang digital,” ujarnya.
Sedangkan untuk kelompok masyarakat 3T yakni tertinggal, terdepan, dan terluar, pendekatan literasi digital bisa dilakukan melalui pelatihan bersama cara berinteraksi, partisipasi dan kolaboratif.
Sementara itu Dekan FIB Unair Purnawan Basundoro mengatakan, di tengah pesatnnya pengguna digital, yang dibutuhkan masyarakat adalah kecakapan digital. “Namun belum semua akses internet ini merata ke daerah pelosok, sehingga kecakapan digital juga belum bisa dicapai sepenuhnya,” kata dia.
Purnawan menambahkan, yang perlu didorong di tengah kemajuan digital ini salah satunya kemampuan berpikir kritis tentang media dan data. Sebagai indeks informasi dan literasi data, masyarakat Indonesia dinilai perlu dalam mengakses, mencari dan menyaring serta memanfaatkan setiap data dan informasi yang diterima dan disistribusikan dari dan ke berbagai platform digital yang dimilikinya.