Senin, November 18, 2024

Era digital: hadapi netizen sebagai teman atau tetangga

Must read

Transformasi digital mengubah perilaku dan interaksi sosial manusia. Dulu interaksi sosial dilakukan dengan cara bertemu langsung (berkumpul) atau melakukan permainan bersama-sama, kini untuk berinteraksi sosial dan melakukan permainan bersama mereka tak harus berkumpul. Dengan gawai di tangan, interaksi sosial terus berjalan.

”Sekarang mereka secara fisik berkumpul, tapi semua perhatian diarahkan pada gawai di tangan. Interaksi sosial telah berpindah ke gerakan jari-jemari tangan,” tutur dosen FISIP Unsoed Dr. Tobirin pada acara webinar literasi bertajuk ”Transformsi Digital: Era Baru Interaksi Sosial” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (16/7/2021).

Menurut Tobirin, ada yang menyatakan komunikasi elektronik beserta fenomena sosial media bawaannya itu bersifat adiktif. Sama bahayanya dengan kecanduan narkoba. Namun, kekhawatiran itu tak perlu terjadi mengingat pentingnya transformasi digital yang hadir sebagai sebuah keniscayaan.

”Saat ini kita berada dalam sebuah proses transformasi digital. Saat situasi berubah menjadi situasi yang lebih menitikberatkan pada pemanfaatan teknologi digital, maka transformasi digital (digital transformation) merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari,” tuturnya.

Tobirin menambahkan, ada empat faktor pendorong transformasi digital, yakni: perubahan regulasi, perubahan lanskap persaingan, pergeseran industri ke bentuk digital, dan perubahan perilaku harapan konsumen.

Transformasi digital ke depan, imbuh Tobirin, akan terfokus pada pemanfaatan internet of things (IoT), artificial intelligence (AI), human-machine interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D printing.

Narasumber yang lain, kolumnis Iqbal Aji Daryono mengungkapkan keraguan sekaligus kegelisahannya terhadap dunia digital, di samping sebagai upaya menjaga sikap kritis menyikapi kemajuan dan perkembangan dunia digital. 

Transformasi digital dengan media sosialnya, menurut Iqbal, seringkali juga diikuti dengan jebakan informasi di ruang digital. Jebakan informasi itu bisa berwujud sekat interaksi yang kian lesap, imajinasi nir-identitas, gampang bicara, dan sifat impulsif.

”Ekses medsos dan media digital berupa: obsesi kecepatan, reaktif, rentan hoaks, parsial, echo chamber dan filter bubble, serta kehilangan stamina berpikir,” tutur alumni Sastra Jepang UGM itu.

Ada yang hilang dari kita, lanjut Iqbal. Misalnya, sikap tenang, sistematis, menyeluruh, penuh pertimbangan, kritis, kritis-dialektis, reflektif, adem, dan wisdom.

Hidup di era digital, masih kata Iqbal, tak ubahnya hidup di dunia nyata. Hadapi sesama netizen sebagai teman atau tetangga kita. ”Bayangkan kepada tetangga sebelah rumah, Anda melakukan ini: ngumpat, asal nuduh sembarangan, mengancam, melecehkan (personal, seksual), dan menyebarkan isu tanpa dasar,” pungkasnya.

Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator content creator Mafin Rizqi itu, juga menampilkan narasumber Firmannamal (praktisi kehumasan, Kementerian Sekretariat Negara RI), Farid (dosen Informatika Universitas Sahid Surakarta), dan musisi Sherrin Tharia selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article