Sebagai pengguna platform digital, kita pasti menyimpan dan mengelola identitas digital dan data pribadi ke dalam platform tersebut. Persoalannya, perlindungan terhadap identitas digital dan data pribadi ini masih jadi persoalan. Apalagi, belum semua negara, termasuk Indonesia, mempunyai regulasi yang mengatur perlindungan data pribadi supaya hak warga negara di dunia digital bisa dijamin aspek hukumnya.
Pengamat Kebijakan Publik Digital Razi Sabardi bicara tentang keamanan digital, khususnya perlindungan identitas digital berikut pemahaman kejahatan penipuan dan cara menghindarinya, pada webinar literasi digital yang dihelat Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, 18 Juni lalu.
Dalam acara virtual bertema ”Webinar Menjadi Pengguna Internet yang Aman, Positif dan Kreatif”, Razi mengajak peserta webinar untuk memahami jenis-jenis penipuan yang banyak dikenal di dunia maya: Scam, Spam, Pishing, dan Hacking.
Scam, kata Razi, ialah penipuan dengan memanfaatkan empati dan kelengahan pengguna. Metodenya beragam, bisa menggunakan telepon, SMS, WhatsApp, email, maupun surat berantai.
Adapun Spam, bisa terjadi dalam beragam bentuk informasi yang mengganggu seperti berupa iklan secara halus. Informasi dapat menjadi titik masuk bagi kejahatan siber seperti pemalsuan data, penipuan atau pencurian data. Ini bisa melalui pesan berantai, email, telepon, dan sebagainya.
Pishing, lanjut Razi, merupakan istilah penipuan yang menjebak korban dengan target menyasar kepada orang-orang yang percaya bahwa informasi yang diberikannya jatuh ke orang yang tepat. Biasanya, pishing dilakukan dengan menduplikat situs web, aplikasi bank, atau
provider. Ketika kita memasukkan informasi rahasia, uang kita akan langsung dikuras oleh cracker tadi.
Berikutnya Hacking, ialah tindakan dari seorang yang disebut sebagai hacker yang sedang mencari kelemahan dari sebuah sistem komputer.
”Di mana hasilnya dapat berupa program kecil yang dapat digunakan untuk masuk ke dalam sistem komputer ataupun memanfaatkan sistem tersebut untuk suatu tujuan tertentu tanpa harus memiliki user account,” jalas Razi.
Di akhir paparannya, Razi mengingatkan pengguna media digital memahami aspek keselamatan agar terhindar dari kejahatan digital: perundungan (bullying), perdagangan orang, pencurian data pribadi, pelecehan seksual dan pornografi, penipuan, kekerasan, dan kecanduan.
”Kecanduan belanja, kecanduan main game, kecanduan menggunakan aplikasi TikTok, kecanduan berselancar di media sosial dan sebagainya. Sindrom kecanduan gawai ini dinamakan nomofobia yang berasal dari istilah ’no-mobile-phone-phobia’,” pungkas Razi .
Sementara itu, pengajar Universitas Negeri Makassar Citra Rosalyn Anwar, memberikan tips dan trik bermedia digital. Ia berpesan agar para pengguna aplikasi digital menyesuaikan setelan dengan kebutuhan. Kemudian, optimalisasikan tampilan agar penggunaan fitur dapat mendukung komunikasi daring yang efektif.
Selanjutnya, sesuaikan setelan dengan perangkat dan kebutuhan penggunaan. Lakukan penyesuaian pada setelan sehingga menghindari masalah penggunaan.
”Terakhir, lindungi identitas pribadi yang dimunculkan dalam akun, dan hindari pelanggaran dalam menggunakan media sosial. Sesuaikan penggunaan media sosial dengan spesifikasi gawai dan ketersediaan layanan jaringan,” kata Citra.
Webinar yang dipandu oleh moderator Fikri Hadil ini, juga menampilkan narasumber Sunaji Zamroni (Alterasi Indonesia dan Dewan Fitra Nasional), Suwoko (Pemimpin Redaksi BetaNews), dan Ayu Rachmah selaku key opinion leader.