Masyarakat pengguna media sosial di Indonesia sempat digegerkan dengan survei Digital Civility Index (DCI) 2020 yang dilansir Microsoft Indonesia pada Februari 2021.
Pasalnya, dalam survei itu disematkan gelar bahwa warganet Indonesia merupakan warganet paling tak sopan se-Asia Tenggara, berdasarkan survei yang berlangsung pada April dan Mei 2020.
Survei itu sendiri menyasar lebih dari 16 ribu responden dari 32 negara yang terlibat, di mana 503 di antaranya berasal dari Indonesia dan meninjau 21 risiko daring di internet, terbagi jadi empat kategori yakni soal indeks seksual, perilaku, reputasi, dan pribadi.
“Dari survei Microsoft itu kita bisa melihat, dengan besarnya sumber daya manusia Indonesia yang bisa mengakses dunia digital, namun dari sisi civility atau keadaban kita berada peringkat terbawah atau ke-9, ini tentu menjadi perhatian besar,” kata Khelmy K. Pribadi dari Indonesia Knowledge Hub (I-KHub) dalam webinar literasi digital bertajuk “Mendapatkan Keuntungan dari Trend Aplikasi Media Sosial di Masa Pandemi Covid-19 ” yang dihelat Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Jumat (18/6/2021).
Dalam webinar yang menghadirkan narasumber Annisa Choiriya (Kaizen Room), H.M Solahudin (Ketua Pergunu Kebumen), Eka Saputra (konsultan teknologi informasi) dan dipandu Mansyah serta Ayu Rachmah selaku key opinion leader itu, Khelmy mengatakan soal civility atau keadaban ini tidak hanya dalam konteks interaksi dalam internet seperti saling berkomentar.
“Tapi juga dalam aspek-aspek yang lain, Misalnya sempat terjadi juga bagaimana seorang pembeli marah-marah kepada kurir ekspedisi karena barang yang dikirimkan tak sesuai pesanananya. Ini soal pemahaman, bahwa dalam transaksi online ada pihak ketiga (ekspedisi) yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan produsen atau distributor barang itu,” kata Khelmy.
Masih awamnya sebagian besar penduduk atas informasi dalam ruang digital ini menjadikan salah satu alasan rendahnya keadaban dalam ruang digital.
“Ada fakta pula bahwa dalam indeks literasi digital Indonesia berada di peringkat ke 60 dari 61 negara, sehingga literasi digital sangat penting, di tengah semakin banyaknya pengguna internet di Indonesia,” jelas Khelmy.
Khelmy menuturkan, selain menghadapi pandemi Covid-19 yang kini kasus penularannya di Indonesia termasuk tertinggi di dunia, juga menghadapi maraknya hoaks tentang Covid-19 itu sendiri. Hingga pertengahan Juni 2021, sudah ada setidaknya 1.640 hoaks soal Covid-19 yang beredar.
“Bayangkan, kita kini sibuk melawan virus Covid-19 namun pada saat yang sama kita juga harus melawan hoaks soal Covid-19 itu sendiri,” papar Khelmy.
Ketua Pergunu Kebumen H.M Solahudin ikut menimpali. Menurut dia, dalam rimba raya dunia digital saat ini ada sejumlah dampak negatif yang memang layak dicermati. “Kita harus pandai-pandai untuk tetap waspada melindungi diri dari berbagai dampak negatif itu, salah satunya spam,” kata Solahudin.
Spam sendiri berupa pesan yang dikirimkan melalui pesan elektronik tanpa dikehendaki dan diinginkan oleh penerima. Spam berpotensi mengganggu produktivitas karena bersifat menumpuk dan pesan elektronik yang penting menjadi tak terlihat.
“Tapi juga waspadai scam karena ini sudah mengarah kejahatan berupa penipuan yang menguntungkan pengirim pesan dengan iming-iming hadiah melalui SMS,” imbuh Solahudin.
Sebagaimana wilayah lain, di Kabupaten Kebumen, Kementerian Kominfo juga akan menggelar serangkaian kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021.
Serial webinar ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat makin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.
Warga masyarakat diundang untuk bergabung sebagai peserta dan akan memperoleh materi pelatihan literasi digital dengan cara mendaftar melalui akun media sosial @siberkreasi.